Skip to main content

Posts

Showing posts from 2017

Hujan, dan Doa-doa yang Dikabulkan

( Design picture by Dey Iftinan ) Aku pernah sangat membenci hujan. Aku tidak suka basah dan dingin yang diakibatkan olehnya. Aku juga tidak suka ketika kegiatanku terganggu karena hujan turun, entah itu gerimis maupun hujan deras. Aku selalu bilang, orang-orang yang menyukai hujan, pastilah mereka yang punya mobil untuk bisa kemana-mana, atau mereka yang tak harus kemana-mana karena semua kebutuhannya sudah tercukupi. Aku pernah membenci hujan. Aku membenci hujan dua kali lebih besar ketika dia turun di pagi hari, saat aku harus mengantar anak sekolah dan saat semua kegiatan akan dimulai. Susah bukan, jika harus berangkat berhujan-hujan lalu sampai sekolah dengan kebasahan? Itulah kenapa aku membencinya dua kali lipat jika hujan turun di pagi hari. Dan aku masih membenci hujan. Aku pun mengutuki hujan yang turun di sore hari, saat berasku habis. Aku harus berkejaran dengan waktu dan juga hujan, untuk pergi ke toko membeli beras, lalu mengayuh sepedaku cepat-cepat menjem...

Jika Harus Mati Listrik di Jepang

Seriiiiing sekali saya membaca status teman-teman di FB yang curcol tentang mati listrik di daerahnya. Ada yang sesekali mengumpat ini itu pada PLN karena mati nya udah kayak minum obat saja, tiga kali sehari. Mb Lis malah pernah nulis puisi curcol karena PLN yang seriiiiiing banget bikin sewot. Semalam salah satu teman yang bermukim di pedalaman Kalimantan juga mengeluhkan karena jadwal mati listrik yang biasanya pukul 24:00 sekarang maju jadi jam 23:00, padahal dia punya bisnis online yang baru bisa dioperasikan setelah anak-anak tidur, alis malam hari.  Tapi masalah mati mematikan ini bukannya PLN juga sering memberikan pengumuman? Seingat saya dulu waktu masih tinggal di Jogja, kadang ada pengumuman di Radio yang memberi tahu jika besok akan terjadi pemadaman listrik di daerah mana, jam berapa dan (mungkin) akan berlangsung berapa lama. Sering juga pak RT atau pak RW mengumumkan masalah pemadaman listrik lewat corong mushola, biar tangki-tangki air dipenuhi sebelum ter...

Yang jauh (jangan) dirindu, yang dekat (mari) disyukuri

Apa kabar kamu? Tepat sebulan sudah kami membuka chapter anyar dalam kehidupan kami. Tanggal 24 September, sebulan lalu, saat kaki kami menapaki garbarata pesawat Garuda Indonesia itu, serasa ada suara dari kejauhan yang bilang " Go on to nex page... ". Huft udah kayak tes Toefl aja ya gaes.. Sebulan ini, apakah yang dirindukan dari negeri dongen itu, Aeni? Well, jujur ya, saya belum sempat rindu. Banyak banget hal-hal menggembirakan yang memenuhi relung hati, jadi rindu itu mungkin masih ada di luar. Berusaha mengetuk-ngetuk pintu hati, namun tak saya hiraukan. Apalagi, Nasywa masih mellow gallau. Selama sebulan ini entah sudah berapa kali dia mewek. Mewek pertama itu cuma gara-gara dia nonton Naruto trus soundtrack -nya pakai bahasa Jepang. Kalimat " Ummi...aku tu mau pulang ke Jepang e " meluncur indah, dilanjut dengan butir-butir air mata yang tak bisa lagi dibendung. Padahal itu baru hari ke-2 di Jogja. Bisa dibayangkan lah, hari-hari penuh air mata se...

Mau yang buka pagi atau sore?

Di Jogja, rasanya lebih banyak hal hal yang menginspirasi dan bisa dikisahkan. Waktu awal-awal datang, kira-kira sepekan, ide di kepala menyundul-nyundul liar minta dituliskan secepatnya. Apalah daya, semua masih kacau. Jam biologis masih kacau. Rumah masih kacau. Hari-hari masih berasa seperti dalam mimpi saja. Setelah sekian hari berjalan, mulai bisa kembali mengikuti ritme harian di Jogja yang menuntut keberanian dan kecepatan ( hallah ) ide-ide itu mingslep satu-satu. Kalau ya muncul kok pasti pas dalam keadaan tak mungkin. Seperti saat sedang konsentrasi penuh tlusupan di jalan-jalan tikus, yang tak ada tikusnya juga, demi menghindari kemacetan di perempatan atau pas tiba-tiba hujan mak byuk dan ternyata di dalam kabin mio cuma ada mantol celana doang, atasannya entah raib dimana. Di saat-saat itu, saat ide muncul dan mau nulis, rasanya pingin segera merapat. Tapi di sini, bahkan pinggir jalan pun tak aman dari serangan para bikers . Selama bokong motor masih bisa lewat, se...

Kisah Malam Kamis Pahing

Hellow.... sudah hampir sebulan pulang ke pelukan orang-orang terkasih dengan segala cerita seru dan kejutan-kejutan yang mendebarkan tentu saja hehehe. Singkat kata, jangan dibilang ini culture shock ya yes... wong dulu juga jadi hal yang biasa aja. Cuma karena 5 tahun ga bersua dengan kejadian tak terduga ntu, trus latah disebut culture shock . Cuma bikin deg-deg an aja, plus lelah. Namun, se-lelah-lelahnya, karena di sini ada bahu yang siap dijadikan sandaran, ada wajah menggemaskan yang selalu setia mendengarkan setiap keluhan, maka yang begituan bisa jadi lucu-lucuan aja. Dimulai dengan mendadak habislah quota internet padahal baru beli seminggu. Yah, gimana ga cepet habis kalau gaya berinternetnya masih kayak di Jepang sono. Tiap sekian menit cek fb. Kalau ada video menarik langsung click lihat. Udah gitu settingan WA semua foto dan video masuk langsung didonlot. Hmm...ya bablas mak...orang cuma segiga ini lho jatahmu. Ok, masalah per-quotaan ini akhirnya bisa disiasati de...

Lain Jogja, lain Yamaguchi

(Kota Yoshida dari atas bukit belakang kampus, lihaaat..ada ARUK di sana) Kalau tulisan tentang 100 kebiasaan yang akan melekat setelah tinggal sebulan di Jepang dan akan selalu dikenang, itu sudah biasa. Bolehlah sedikit disebutin seperti suka menyimpan sampah di dalam tas, tiba-tiba saat bilang 'terimakasih' gitu sambil membungkuk 15 derajat, dan pas ketemu WC duduk secara otomatis mencari tombol cawik . Dan tentu saja masih banyak yang lainnya. Di tulisan ini, ada beberapa hal yang, menurut pengalam saya tentu saja, menjadi sesuatu yang biasa aja kalau di sini, padahal kalau di Joga saya malu kalau mau melakukannya. Saya sebut Yamaguchi, bukan Jepang secara general karena takutnya di belahan bumi Jepang yang lain, hal-hal ini tetep saru dan tabu dilakukan di depan orang (banyak). Apakah itu.... Me- nylurup mie sampe bunyi Hal ini berlaku untuk semua jenis mie, mulai dari mie ayam, mie bakso, udon, soba, mie gelas, mie goreng Indomie, ramen, dan apapun yang ada un...

Little Bali di Chouchin Matsuri

Liburan musim panas sudah habis separohnya bagi anak-anak SD sampai SMA, tapi baru saja mulai untuk anak-anak kuliahan. Momen libur panjaaaang ini banyak dipakai untuk jalan-jalan keluarga, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Coba cek harga tiket pesawat selama akhir Juli sampai akhir September, pastilah di atas rata-rata. Hotel-hotel sampai penginapan kelas capsu l hotel juga penuh ramai dibooking para pelancong dari dalam dan luar negeri. Musim panas juga identik dengan banyaknya matsuri alias festival. Dimulai dari tanabata matsuri, lalu hanabi matsuri yang ada di mana-mana berulang kali pula, trus juga ga ketingggalan Couchin matsuri alias festival lentera, terutama di Yamaguchi City. Matsuri ini diadakan setiap tahun, di sekitar city hall sampai Dojyomonzen. Di Dojyomonzen banyak berdiri warung-warung tenda yang menjajakan aneka makanan khas Jepang atau yang biasa dijuluki street food nya Jepang. Sebut saja takoyaki, okonomiyaki, yakitori alias sate, taiyaki, dora...

Rabu Jalan -- My first flight

(Foto gunung Fuji, Fuji San, dari atas pesawat ANA, Tokyo-Jakarta. Diambil oleh Pak Guru) " Mbak.. .rasane numpak montor mabur ki kepiye e?" (Mbak, gimana sih rasanya naik pesawat?) Pertanyaan itu aku utarakan di ruang TV kosan Wismo Ayu di suatu ketika, kepada mb Heppy yang sudah beberapa kali pulang ke Klaten naik pesawat. Pesawat, seperti halnya komputer, saat itu menjadi benda yang tak terjangkau. Kesemuanya masih ada diantara deretan mimpi dan angan-angan semata. Lah mau pergi kemana juga saya sampai harus naik pesawat. Bogor-Muntilan bisa ditempuh lewat jalur darat. Naik Bis dari Tajur lebih nyaman, atau bisa juga naik kereta dari Stasiun di Jakarta sampai Stasiun Tugu di Jogja kalau lagi ga ada kerjaan. Pulang ke Jogja, sekolah dan bekerja di sana pun tak memberikan ruang dan kesempatan kepada saya untuk naik pesawat. Ga ada rencana mau kemana-mana juga. Pulang ke Selo cukup pakai motor, cepat, murah dan nyaman dijamin ga bakal mabok darat. Pergi kemana-kemana...

Menjadi Penulis Berjatidiri

Meskipun jarang publish tulisan di blog ini, tapi percayalah, saya setiap hari menulis di blog ini. Kalau ga percaya, ya ga papa. Saya menjadikan blog ini sebagai teman berbagi cerita, apalagi di saat yang meresahkan dan menegangkan. Karena, entahlah, sudah sekian kali tengak-tengok, kok saya tidak menemukan satupun mulut yang akan kuat menahan, menjadikan semua cerita saya menjadi bagian rahasianya juga. Haha bilang aja saya ga punya sahabat baik. Itu lebih mudah. Ini tentang menulis. Kadang saya juga merasa minder saat mau posting sebuah tulisan yang sebenarnya hanya cerita, bahkan juga bisa saja curcol, atau kadang malah curhat. Kok sepele banget sih ya, ga ada isinya. Soalnya, kalau saya membaca tulisan para senior dan junior yang kece keren itu, yang pada setiap tulisannya ada ilmu yang bisa dipelajari, ada hakikat yang bisa diresapi, dan ada ujaran kebaikan yang selayaknya diikuti. Lah aku?? errrr... nulisnya gitu-gitu doang. Misalnya, ada Mas Aji di kompasiana yang k...

Memilih mati bunuh diri atau malu melarikan diri

Sebagian dari kita, atau mungkin banyak juga, yang pernah pada posisi sulit. Harus memilih diantara dua kemungkinan yang sama-sama ga enaknya. Seperti buah simalakama, demikian kata pujangga. Maju kena mundur kena kata Dono, Kasino, Indro. Situasi yang tidak memberikan pilihan lain yang lebih baik. Cuma ada dua, maju atau mundur, ke kanan atau ke kiri, pergi atau tinggal, ambil atau lempar, kabel biru atau merah. Semakin lama berfikir untuk menentukan pilihan, waktu berjalan tak bisa dihentikan hingga bisa-bisa bom nya meledak, menghancurkan tak hanya kita, tapi orang-orang disekitar kita. Dalam posisi ini, salah memilih pun juga salah. Tapi setidaknya sudah berusaha memilih, bukan diam saja termangu menunggu kehancuran tanpa berusaha menghindar atau meredamkan. Ini lebih salah. Kira-kira begitulah yang saya bayangkan ketika mendengar kabar, ada mahasiswi S3 di Lab tetangga yang memutuskan mengundurkan diri di tahun ke-2. Padahal, menurut teman Lab nya dan orang-orang luar Lab ya...

Ramadhan dan Syawal punya Nasywa

Alhamdulillah...sebulan penuh Ramadhan sudah terlampaui dengan sebaik-baik usaha. Alhamdulilllah dikaruniai kesehatan oleh Allah sehingga bisa melalui hari siang yang panjang dan panas dengan baik meskipun terkadang lemah letih lesu melanda. Masih ingat sehari sebelum puasa, saya diberi nasehat Mae, agar berbekal sabar yang banyaaaak untuk menemani dan membantu Nasywa puasa. Tentu nasehat ini sangat beralasan, mengingat beliau sudah sukses melatih 3 orang anak puasa sejak dini termasuk saya. Ini agak berbeda dengan tahun lalu yang pesan Mae adalah saya tidak boleh memaksa Nasywa puasa penuh, karena memang sangat berat. Tahun ini baik Abahnya Nasywa, maupun Utinya semua sepakat mencoba membuat Nasywa semangat puasa. Jangan ditanya Nasywa diiming-imingi apa? Karena bagi Nasywa, tak ada satupun benda di dunia ini yang bisa menukar keteguhan hati * tsaah... Sudah dipraktekkan tahun lalu segala jenis iming-iming tidak mempan kalau dia memang tidak ingin. Maka tahun ini pun ya tidak...

Rabu Jalan -- IWAKUNI, Kota sejarah dari Periode Edo hingga Restorasi Meiji

Pekan lalu Rabu Jalan lagi ga bisa jalan-jalan. Ga ada sebab lain selain bahwa pekan lalu saya harus bermesraan dengan tetek bengek per-tesis-an yang tidak mau diduakan dengan apapun. Alhamdulillah, submission -nya sudah berjalan lancar. Meskipun, seperti halnya jodoh yang kalau belum " Sah " masih bisa berubah, ini juga kalau belum bruk bruk masih ada yang labil. Mau ditambah ini, mau ditambah itu, dikurangi ini, diganti itu... Dan dia adalah pak Guru. Oke... Rabu jalan kali ini hendak mengulang cerita perjalanan kami ke Iwakuni beberapa bulan yang lalu. Selain Tsuwano, Iwakuni adalah kota yang paling pingin saya kunjungi. Tentu saja jembatan Kintai (Kintai-kyo) yang jadi alasannya. Ya..dalam satu episode, Kenshin dan Kaori rasanya pernah berjalan berdua di jembatan ini. Atau bahkan Kenshin pernah juga bertarung di atas jembatan ini. Yang pasti, jembatan ini adalah satu-satunya alasan kenapa saya begitu ingin pergi ke sana. Kintai-kyo yang membelah sungai Nishiki ...

Rabu Jalan -- Ikan koi di Tsuwano

Waah...udah Rabu lagi nih.... Rabu kali ini saya akan melanjutkan cerita dari perjalanan Rabu pekan lalu. Iyes , tujuan utama naik SL adalah memang untuk pergi ke Tsuwano. Tsuwano sendiri sebenarnya sudah tidak berada di wilayah Yamaguchi, tetapi lebih tepatnya masuk ke dalam wilayah Shimane. Perjalanan menggunakan SL dari Yudaonsen ke Tsuwano, plus berhenti-berhentinya ya, itu sekitar 2 jam 30 menit. Lumayan kan boo....lumayan banget untuk tidur di kereta maksudnya hehehe. 2 jam itu kalau pergi sendiri emang ngebosenin sih. Sudah segala gaya, tetep aja ga nyampe-nyampe. Waktu kemarin sama Nasywa juga kita udah mati gaya tuh sebelum sampe. Hingga akhirnya kami memutuskan untuk tidur. Saya dan Nasywa memang ga begitu bisa menikmati perjalanan. Karena, definisi liburan bagi kami itu ya di rumah, tidur, makan, nonton, makan, tidur, dan glundang-glundung. Liburan yang diisi jalan-jalan itu bagi kami bukan liburan juga hahaha. Makannya Nasywa paling ga mau diajak jalan-jalan ...

Rabu Jalan -- Naik kereta uap tuut tuut tuut^^^

Hai hai...ketemu Rabu lagi dan ketemu dengan rubrik Rabu Jalan.... Kali ini saya akan berbagi cerita perjalanan kami naik SL ( Steam Locomotive ) dari Yudaonsen station ke Tsuwano. Ga jauh-jauh ya, ini masih di seputaran Yamaguchi juga. Kota kecil yang sejuk, damai dan tenang cocok buat belajar. hihihi promosi nih ye... Bulan April lalu, Pemerintah provinsi bekerjasama dengan pihak kampus menyelenggarakan event jalan-jalan naik kereta SL ke Tsuwano dengan biaya yang disubsidi oleh pemerintah. Tentu saja tujuan utamanya adalah mempromosikan tempat-tempat wisata, yang salah satunya adalah Tsuwano (Tsuwano letaknya di kota sebelah yaitu Shimane), plus moda transportasinya yang lumayan antik yaitu SL atau kereta uap. Yang boleh ikut tentu haruslah mahasiswa asing dan atau family-nya. Diharapkan mahasiswa itu nantinya bisa ikut mempromosikan objek wisata Yamaguchi di negaranya. Nah...karena sudah dibayarin, jadilah saya nulis ini sebagai bentuk rasa tanggungjawab juga... SL Yamaguc...