Skip to main content

Ramadhan dan Syawal punya Nasywa



Alhamdulillah...sebulan penuh Ramadhan sudah terlampaui dengan sebaik-baik usaha. Alhamdulilllah dikaruniai kesehatan oleh Allah sehingga bisa melalui hari siang yang panjang dan panas dengan baik meskipun terkadang lemah letih lesu melanda.

Masih ingat sehari sebelum puasa, saya diberi nasehat Mae, agar berbekal sabar yang banyaaaak untuk menemani dan membantu Nasywa puasa. Tentu nasehat ini sangat beralasan, mengingat beliau sudah sukses melatih 3 orang anak puasa sejak dini termasuk saya. Ini agak berbeda dengan tahun lalu yang pesan Mae adalah saya tidak boleh memaksa Nasywa puasa penuh, karena memang sangat berat. Tahun ini baik Abahnya Nasywa, maupun Utinya semua sepakat mencoba membuat Nasywa semangat puasa.

Jangan ditanya Nasywa diiming-imingi apa? Karena bagi Nasywa, tak ada satupun benda di dunia ini yang bisa menukar keteguhan hati *tsaah...
Sudah dipraktekkan tahun lalu segala jenis iming-iming tidak mempan kalau dia memang tidak ingin. Maka tahun ini pun ya tidak ada iming-iming. Meskipun Abahnya sempat bilang "Kalau puasa penuh nanti dibeliin piano (organ)" dan bagi Nasywa itu belum cukup. Dia tersenyum sih, trus dia bilang "Sama kamarku dibongkar dijadiin satu kamar mb Yati ya.." well...ini namanya negosiasi tingkat tinggi. Bukan dikasih ati minta ampela ya...

Sounding ke dia tentang Ramadhan, sudah dilakukan sejak beberapa bulan sebelumnya. Saya berusaha meyakinkan dia bahwa dia sudah bisa dan yakin bisa plus harusnya bisa. Informasi tentang Ramadhan juga sudah disampaikan ke guru kelasnya, plus guru piano dan bahasa Inggrisnya. Kami pun sepakat dengan beberapa hal yang akan dilakukan dan tidak dilakukan Nasywa selama puasa. Antara lain, Nasywa yang biasanya latihan piano dan ada english club di hari Jumat akan skip dulu selama puasa. Alasan yang saya utarakan ke gurunya sih karena pulangnya kemaleman takut dia kelewat ifthar. Padahal, to be honest, pelajaran tahun kemarin membuat saya harus melakukan antisispasi sejak dini. Apa pasal? guru piano Nasywa, Aunty, beliau sangat sayang kepada Nasywa. Melihat Nasywa yang lemas, beliau akan memaksa Nasywa minum seteguk saja. ((SETEGUK SAJA)), sodara-sodara. Dan dirayu begitu rupa biasanya Nasywa luluh juga. Saat malam hari ketika dia diantar pulang, Aunty akan cerita "Tadi dia minum seteguk air, kasihan soalnya, seteguk saja beneran ga lebih", sambil tersenyum bijaksana. Oke, saya ga ingin berdebat dan lelah menjelaskan bahkan setetes air yang diminum sengaja itu juga membatalkan puasa, apalagi ini seteguk.

Kegiatan di sekolah yang tidak dia ikuti adalah, kalau pelajaran olahraga di luar dan kebetulan matahari terik, saya minta dispensasi Nasywa ga ikut. Kalau  berenang, itu sepenuhnya menjadi hak prerogatif Nasywa. Tapi rupanya dia lebih suka tetap ikut berenang dibandingkan di kelas saja. Sudah dipastikan dia ga menyelam minum air sih, tapi ya Wallahu a'lam hehehe. Jam makan siang yang jika dia pas jatah jadi otoban (petugas jaga) dapur, maka dia akan skip juga karena setiap jam makan siang dia akan mengungsi ke kelas lain atau ke toshokan (library). Di sana, ditemani sensei, dia akan beraktivitas lain seperti membaca buku, menggambar ataupun tidur. Lalu untuk bersih-bersih kelas, sensei juga bilang semampunya dia saja, tidak akan dipaksakan. Kalau dia merasa mampu maka ikut bersih-bersih, kalau ga, ya bersihin yang ringan saja. Ingat ya, di sini ga ada Pak Penjaga sekolah, jadi anak-anak ya ngepel ruang kelas, ya ngosek wc ya bersihin wastafel.

Alhamdulillah, hari pertama puasa adalah hari Sabtu. Dia sudah wanti-wanti agar jangan menyimpan makanan yang ia sukai di kulkas atau di tempat-tempat yang mudah dia temukan. Saya harus menyingkirkan jauh-jauh semua godaan itu. Kami bangun sudah jam 9 lebih hari itu. Ya, kami memang tidur lagi dari jam 5 pagi selepas subuh. Subuhnya di sini jam 3:23 AM, lumayan baru tidur 3 jam an sudah  bangun sahur lagi. Singkat cerita, tidak ada masalah sampai Ashar tiba. Saat mau sholat Ashar, dia sudah mulai tidak bisa berdiri (hihihi), lalu dia bilang "aku sholatnya sambil duduk ya". Oke ga masalah. Selesei sholat, semua aktivitas yang memerlukan pindah tempat dia lakukan sambil ngesot karena kakinya sudah terasa lemas berdiri (hahaha). Lalu kerewelan mulai terjadi sekitar jam 5 sore, 2,5 jam sebelum waktu buka. Dia mulai bilang "Aduuh panas semua Ummi rasanya...". Oke kipas angin disentorkan ke wajahnya sambil saya elus-elus perutnya. Dia sudah mulai setengah sadar. Alhamdulillah, akhirnya dia tertidur dan saya bisa masak air, dan masak yang lain. Tapi selang 30 menit dia mulai panggil-panggil lagi minta dielus-elus perutnya sambil bilang "ummi di sini aja...jangan pergi-pergi". Udah kayak nungguin orang mau lahiran ini, pikir saya. Oke, Ummi ga pergi, urusan dapur sudah selesei. Dia buka puasa minta pakai mie goreng, kentang goreng, semangka, dan ayam goreng.

Adzan maghrib berkumandang, dia minum beberapa teguk air, dan sesuap nasi mie goreng. Tubuhnya sedang berusaha meningkatkan gula darah yang sempat ngedrop itu. Tapi rupanya, dia mulai lemas. Akhirnya dia tidur lagi dan baru saya bangunkan jam 8 malam untuk sholat Maghrib. Sehabis sholat dia melanjutkan makan. Lalu keluarlah kalimat ini "Ternyata ga seenak yang dibayangkan pas puasa tadi ya Ummi.." Hmm...jadi terharu.

Memang begini Dek, tak semua yang kita bayangkan indah dan enak itu pas kita dapatkan akan jadi bener-bener indah dan enak.

Hari kedua lebih baik lagi, tidak ada adegan "kepanasan". Meskipun tetap setelah Ashar, mobilitas ke setiap sudut kamar dilakukan sambil ngesot. Dia minta buka puasa sama Sushinya Sevel. Di hari kedua ini dia sudah bisa mengontrol rasa lapar dan haus. Dia juga sudah paham bahwa tak semua yang kelihatan enak saat puasa itu sebenernya rasanya memang benar-benar enak. Jadilah makan seadanya saja tidak apa-apa, yang penting sehat dan halal. Menu yang tak pernah skip sekalipun selama Ramadhan tahun ini buat Nasywa adalah semangka. Semahal-mahalnya semangka (seper 6 semangka utuh itu 400yen atau sekitar 50rb rupiah), saya selalu sediakan. Baik untuk buka dan untuk sahur.

Alhamdulillah, puasa sebulan penuh terjalani. Dia sekali puasa setengah hari, dilanjut setengah hari lagi saat kami semua, se-Yoshida, ga ada yang sahur karena kesiangan. Ingat betul, saya sedang mimpi ikut lomba nyanyi ditemani Nasywa yang merengut. Pas saya sadar, saya ambil hp dan melihat jam 3:55 itu saya bengong. Ini beneran 3:55? Saya cek panggilan masuk, ini beneran ga ada yang nelpon bangunin?? Trus saya bangunin Nasywa sambil bilang "Dek, bangun, kita ga dikasi Allah sahur e, ga papa ya, ganbatte". Dia masih iya aja saat itu, tapi setelah sholat subuh dia mulai menangis. Sedih rasanya ya. Seperti hendak perjalanan jauh tapi lupa ga bawa bekal. Dia pasti juga khawatir ga akan kuat. Dua kali dia nangis lalu saya peluk. Saya bilang "Ya sudah nanti sampai jam 12, adek buka dulu terus lanjut lagi ga papa". Pas jam 12, saya kasih waktu dia 15 menit untuk makan dan minum, ini lah sahur dia hari ini.

Kemarin, tanggal 1 Syawal, hari pertama lebaran, dia sarapan dengan lahap dan bahagia. Sarapannya banyak. Dan dia  bilang "Kayak masih puasa e Mi rasanya". Dan seharian itu dia susah sekali maemnya. Cuma makan bekal nuget yang saya bawa dari rumah, dia makan selepas Sholat Eid. Saat party bersama temen-temen Indonesia juga dia cuma minum 2 gelas, makan roti sedikit, plus 3,5 tusuk sate yang baru dia minta setelah tusuk-tusuk terakhir yang hampir tandas dimakan orang-orang dewasa. Sampai rumah dia juga cuma makan es krim. Malam dia bilang mau makan tapi bingung kepingin apa, ga ada yang dia pingin. Akhirnya saya kasih dia semangka satu cawan. Dia selalu mengulang-ngulang "Kalau mau makan kayak gimana gitu kayak masih puasa".

Pagi itu dia gembira sekali. Hari senin pagi yang sejuk karena di luar mendung "Aku doki-doki e Ummi...tanoshimi juga" katanya sambil menyuap sarapan nasi telur kecap. Dia doki-doki (deg-deg-an) karena ini hari pertama dia setelah puasa sebulan. Dia merasa mungkin dia masih akan lupa kalau dia sudah boleh makan dan minum. Dia juga sudah membayangkan hari ini akan menyenangkan (tanoshimi) karena dia sudah akan dengan leluasa bermain lari-larian dan sebagainya tanpa khawatir haus dan lemes.

Hari raya di sini tidak ada yang istimewa. Beruntungnya tahun ini 1 syawal jatuh di hari libur. Biasanya, kalau 1 syawal jatuh di weekdays ya suasananya lebih daramatis lagi. Sholat Eid dibuat lebih pagi, jam 8. Lalu selepas sholat ada sebentar makan kue bersama, foto-foto, dan bubar. Masing-masing kembali ke aktifitas. Ada yang seminar, ada yang kuliah, ada ngelab. Anak-anak pun, seperti Nasywa, akan saya antar ke sekolah dan hanya izin jam pertama saja.

Ada banyak pelajaran tentang puasa Nasywa tahun ini. Saya jadi tahu bahwa pemahaman dan kesiapan mental seorang anak itu penting dan perlu dipersiapkan untuk melakukan ritual ibadah, apapun itu termasuk sholat. Kedewasaan memang tak bisa disulap, tak bisa dikarbit, dan berjalan seiring bertambahnya usia dan banyaknya pengalaman. Lingkungan memang berpengaruh  banyak sebagai salah satu dari 3 pilar pendidikan yang tak bisa dipisahkan. Dan beruntunglah, di Indonesia semua itu sudah berjalan dengan baik terutama yang berkaitan dengan semua ritual ibadah wajib. Orang tua tak perlu susah-susah berkoordinasi sana sini untuk menkondisikan lingkungannya. Mereka bisa fokus kepada anak saja. Yang lain, baik sekolah maupun masyarakat sudah secara otomatis mendukung.

Meskipun begitu, ada pokok-pokok pelajaran moral, pelajaran karakter, yang harus terus menerus disinergikan. Penguatan di rumah, pemantapan di sekolah, dan praktek di masyarakat harus berjalan beriringan, pararel. Pendidikan karakter yang didengung-dengungkan semua pihak, akan berjalan pincang dan tidak seimbang jika salah satu dari ketiganya tidak berperan wajar. Di rumah orang tua sudah memberikan pondasi yang baik, lalu di sekolah guru menguatkan. Namun di luar, di masyarakat, ada banyak hal yang tidak bisa kita kontrol terutama yang berkaitan dengan moral ini. Paling sederhana, namun ini penting, adalah moral jari jempol saat ngelike, ngeshare dan bikin status yang sekarang sudah susah sekali dipagari oleh pendidikan apapu bahkan pendidikan agama sekalipun. Sikap merasa paling, paling benar terutama, membuat diri ini menjadi sedemikian wajar mengomentari hal-hal yang bahkan jauh dari ranah pemahaman kita.

Jika ada yang bilang "Dunia ini hancur bukan karena orang bodoh yang kebanyakan ngomong, tapi karena banyak orang pintar yang memilih diam", maka bisa jadi benar. Orang-orang pintar itu, pastilah beranggapan bahwa "Tak ada guna mendebat dan menjelaskan pada orang yang sudah merasa dirinya paling benar dan kepala batu". Seperti yang pernah dikatakan Prof. Quraish Shihab.

Selamat lebaran... Lebar poso, Lebar doso, Lebar Lebur
Selamat berkumpul dan bertemu keluarga, sanak family, handai tolan dan teman sahabat.


تَÙ‚َبَّÙ„َ اللّÙ‡ُ Ù…ِÙ†َّ Ùˆَ Ù…ِÙ†ْÙƒُÙ…ْ





Comments

Popular posts from this blog

Aku yang mulai sakit

Aku mulai merasa sakit Sakit akibat rasa marah yang tak berkesudahan Atas kata-katamu yang tak tajam Tapi sanggup merobek-robek semua file kebaikan tentang dirimu Lalu, Aku berusaha menyusun serpihannya Dengan menggali dibalik neuron-neuron otakku Semua kebaikan tentang mu Aku sudah merasa sakit Jauh sebelum pekan itu Sejak sekian ratus hari lalu Dengan kecewa yang bagai cermin Sama namun terbalik gambarnya Meski sejak itu, Aku berjanji tak akan pernah lagi merasa sakit Jikapun kau lakukan hal yang sama padaku Karena sejujurnya aku tahu Pengorbananmu lebih besar dari cintaku Aku mulai merasa sakit Sakit atas rasa takut yang tak kepada siapaun bisa kubagi Aku menoleh padamu tapi tembok yang kubangun terlalu tinggi Aku tak menemukanmu dalam jangkauan tanganku Aku kehilangan kepercayaan atas ketulusanmu ( Yamaguchi, sekian puluh purnama yang lalu. Beberapa minggu menjelang ujian Doktoral. Entah puisi ini ditulis untu...

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 2]

      Oke kita lanjut ya 👉     Kalau di part 1 kita beranjangsana ke negara tetangga, di part 2 ini kita mau menengok tetangga agak jauh. Duh, bukan agak lagi ya, ini emang jauh banget. Ini kayaknya penerbangan terlama sepanjang sejarang penerbangan yang pernah ku lalui. Kalau ke Jepang itu cuma maksimal 7 jam, ini untuk sampai di transit pertama butuh waktu 9,5 jam, lalu lanjut penerbangan 4 jam lagi. Ke manakah kita? eh Aku? 😅 4. Turki (Bursa dan Istanbul)     Agak penasaran sama negara ini karena salah satu temen brainstorming (a.k.a ghibah 😂) sering banget ke sini. Ditambah lagi dengan cerita-cerita dan berita-berita yang bilang negara ini tu kayak Jepang versi Islamnya, jadilah pas ada paket ke Turki lanjut Umroh kita mutusin buat ikutan. Datang di musim gugur dengan suhu galau yang ga dingin-dingin amat tapi kalau ga pake jaket tetep dingin dan -kaum manula ini- takut masuk angin, membuat kami memutuskan pakai jaket tipis-tipis saja. Dan ben...

Tiba Saatnya Kembali untuk Pulang

"All my bag are packed, I am ready to go,  I am standing here outside your door,  I hate to wake you up to say goodbye...." Siapa yang tak kenal lagu itu? Lagu kebangsaan para perantau setiap kali harus pergi dan pulang. Lagu yang menggambarkan betapa beratnya segala bentuk perpisahan itu, tak terkecuali berpisah untuk bertemu, dan berpisah untuk kembali ke tempat asal. PULANG. Sudah berapa lama ya ga nulis? Lamaaa sekali rasanya. Padahal banyak ide berseliweran. Apa mau dikata, kesibukan packing dan sederet hal-hal yang berkaitan dengan kepulangan ke tanah air, merampas semua waktu yang tersisa. Semua begitu terasa cepat dan hari berganti bagai kita membalik lembaran buku penuh tulisan membosankan. Akhirnya, senja benar-benar telah sampai di gerbang malam. Sudah saatnya mentari kembali ke peraduan. Bersama orang-orang kesayangan. Khusus untuk di Jepang, pulang selamanya (duh...) atau back for good (BFG) itu harus menyeleseikan terlebih dahulu banyak ha...