Salah satu sudut Aston University di Birmingham
Hei
Apa kabar
Hati?
Pergi jauh lagi, untuk waktu yang juga tidak sebentar, entah kenapa akhir-akhir ini rasanya lebih berat. Entah, aku sendiri bingung mendefinisikan ini tu rasa apa gitu. Sulit sekali memvalidasi apakah ini sedih? takut? rindu? atau apa?!
Aku bingung, sebab betapa excitednya pas harus ngurus visa waktu itu. Mengejar pesawat iwir-iwir dari Adi Sutjipto, turun di Halim, sudah dijemput taxi, lalu menembus kemacetan Jakarta untuk wawancara yang less than 10 minutes, lalu udah masuk taxi lagi ke Soekarno Hatta ngejar pesawat ke Jogja. Udah kayak mudik ke Muntilan aja dalam beberapa jam Jogja-Jakarta.
Visa pun, entah kenapa juga bikin deg-deg an. Pasalnya memang nominal di tabungan menggelembung di beberapa hari sebelum masukin syarat-syarat. Bisa karena ini ga bisa dilolosin, kata mbak-mbak Santana. Tapi ya Bismillah lah, kalau visa ga keluar, mungkin aku harus ke Bali saja menemani anak-anak Abdidaya.
Anak-anak sudah berangkat duluan senin pagi. Selasa pagi, semua sudah panik aku jadi ga pergi, atau jadi ke Bali saja. Aku masih minta waktu sampai besok (Rabu), jika sampai sore tidak ada kabar, tiket pesawat dan hotel bisa segera dibookingkan. Aku akan berangkat Kamis pagi. Tapi...mendadak kabar visa jadi itu datang. Dah ya, koper hitam hijau itu harus dipakai lagi. Kali ini perjalanan udara terlama, 18 jam.
British.... wait for me!!
Visa pun, entah kenapa juga bikin deg-deg an. Pasalnya memang nominal di tabungan menggelembung di beberapa hari sebelum masukin syarat-syarat. Bisa karena ini ga bisa dilolosin, kata mbak-mbak Santana. Tapi ya Bismillah lah, kalau visa ga keluar, mungkin aku harus ke Bali saja menemani anak-anak Abdidaya.
Anak-anak sudah berangkat duluan senin pagi. Selasa pagi, semua sudah panik aku jadi ga pergi, atau jadi ke Bali saja. Aku masih minta waktu sampai besok (Rabu), jika sampai sore tidak ada kabar, tiket pesawat dan hotel bisa segera dibookingkan. Aku akan berangkat Kamis pagi. Tapi...mendadak kabar visa jadi itu datang. Dah ya, koper hitam hijau itu harus dipakai lagi. Kali ini perjalanan udara terlama, 18 jam.
British.... wait for me!!
Agak nerveous jelas. Meskipun sudah bersiap jika harus beneran pergi atau hanya ke Bali saja yang 3 hari. Tetap saja gedubarakan nyiapin isi kulkas. Masuk-masukin baju yang ya udah asal masuk aja sebanyak-banyaknya menghadapi kalau ga bisa nyuci atau pesawat delay seperti kemarin di Tokyo. Sangu Indomie tidak lupa, sambel pun demikian.
Beberapa jam sebelum berangkat, pinjam kartu Monzo punya teman. Masukin beberapa rupiah saja sementara untuk hidup sehari. Nanti di sana bisa ditopup lagi tanpa perlu membawa cash. Sungguh pilihan yang praktis sekaligus menakutkan. Sebab aku bisa gelap mata dan kelepasan belanja 😓
Buat jaga-jaga, isi juga beberapa rupiah di kartu Visa Mandiri yg kemarin di Jepang ga begitu sakti. Semoga di Eropa ini sakti lah ya. Tapi tentu jangan banyak-banyak. Takut bobol dua kartu ini.
Ah ya, mungkin karena itu ya, berangkat yang terburu dan selayak tidak persiapan, jadi hatiku rasa berantakan sekali sejak naik kereta ke Bandara.
Semakin masuk ke dalam, semakin kayak remah-remah. Aku bingung ini namanya apa. Sungguh. Susah sekali dideskripsikan.
Ku fikir, sampai sana nanti, hatiku akan membaik.
Beberapa jam sebelum berangkat, pinjam kartu Monzo punya teman. Masukin beberapa rupiah saja sementara untuk hidup sehari. Nanti di sana bisa ditopup lagi tanpa perlu membawa cash. Sungguh pilihan yang praktis sekaligus menakutkan. Sebab aku bisa gelap mata dan kelepasan belanja 😓
Buat jaga-jaga, isi juga beberapa rupiah di kartu Visa Mandiri yg kemarin di Jepang ga begitu sakti. Semoga di Eropa ini sakti lah ya. Tapi tentu jangan banyak-banyak. Takut bobol dua kartu ini.
Ah ya, mungkin karena itu ya, berangkat yang terburu dan selayak tidak persiapan, jadi hatiku rasa berantakan sekali sejak naik kereta ke Bandara.
Semakin masuk ke dalam, semakin kayak remah-remah. Aku bingung ini namanya apa. Sungguh. Susah sekali dideskripsikan.
Ku fikir, sampai sana nanti, hatiku akan membaik.
Iya memang, waktu di London, hatiku membaik. Mungkin karena terlalu lelah, sehingga setiap masuk kamar, langsung tidur. Circadian clock ku masih berantakan. Aku tidur jam 5 sore sana yang itu sudah jam 00:00 WIB, lalu tidur 3-4 jam dan sudah bangun. Harusnya tidur lagi, sebab itu masih jam 7 atau 8 malam waktu London, tapi udah ga bisa. Lalu buka laptop, sampai fajar di sana menjelang, dan lalu tidur siang waktu Indonesia, baru bisa pergi ke kampus atau jalan ke mana. Fisik yang lelah dan kurang tidur di 3 hari pertama masih belum membuat fisikteriak-teriak. Hari selanjutnya, pindah ke Birmingham dengan ritme lebih santai, fisikku langsung menjerit.
Flu menyerang, dan entah karena itu atau apa, tapi tiap masuk kamar, aku merasa sepi sendiri. Di Indonesia semua sudah tidur, sebab sudah dini hari. Sedang aku baru pulang, sendirian di kamar, dan belum terlalu ngantuk untuk tidur. Sakit, rindu, sepi, jadilah lebih berantakan hatiku.
Puncaknya,
Aku nangis tergugu di suatu tengah malam waktu Birmingham
Telpon suami, dia sampai harus berhenti dulu untuk menenangkan. Ya Ampun, kenapa waktu itu rasanya sesaak sekali dada ini.
Tapi, ajaib sekali
setelah menangis itu, hatiku jauh lebih lega.
Aku seperti sudah mengakui kelemahanku yang muncul lagi, aku homesick!
Aku sedih karena jauh dari tempat ternyaman dan ternyaman itu
Malamnya, pulang dari kampus, aku bisa menikmati siaran TV sambil bersih-bersih.
Aku juga mulai menerima keadaan bahwa ini udah winter, ga haus mandi tiap hari 😅
Aku nyaman saja langsung menggelung diri di dalam selimut dengan baju yang seharian itu ku pakai.
Sebab aku terlalu lelah untuk sekedar ganti baju, tapi tetap ada waktu buat skincare an.
Aku tetap bangun di waktu Subuhnya Jogja, tapi bisa dengan mudah tidur lagi, hingga benar-benar pagi di Birmingham. Dengan tidur yang cukup ini, tubuhku memiliki metabolisme yang lebih baik. Aku menikmati bangun lebih pagi karena memang rasanya tidurnya kelamaan. Membuka dini hari dengan sepiring Indomie dan coklat panas. Lalu membuka laptop dengan masih di atas kasur dan selimutan.
Rasanya memang, apapun yang kita rasakan, perlu divalidasi.
Jika perlu menangis karena sedih atau takut, menangis sajalah. Tidak apa-apa jika dianggap lemah.
Karena justru setelah itu, semua terasa ringan dan kita akan jauh lebih kuat.
Comments
Post a Comment