Skip to main content

Jika Harus Mati Listrik di Jepang



Seriiiiing sekali saya membaca status teman-teman di FB yang curcol tentang mati listrik di daerahnya. Ada yang sesekali mengumpat ini itu pada PLN karena mati nya udah kayak minum obat saja, tiga kali sehari. Mb Lis malah pernah nulis puisi curcol karena PLN yang seriiiiiing banget bikin sewot. Semalam salah satu teman yang bermukim di pedalaman Kalimantan juga mengeluhkan karena jadwal mati listrik yang biasanya pukul 24:00 sekarang maju jadi jam 23:00, padahal dia punya bisnis online yang baru bisa dioperasikan setelah anak-anak tidur, alis malam hari. 

Tapi masalah mati mematikan ini bukannya PLN juga sering memberikan pengumuman? Seingat saya dulu waktu masih tinggal di Jogja, kadang ada pengumuman di Radio yang memberi tahu jika besok akan terjadi pemadaman listrik di daerah mana, jam berapa dan (mungkin) akan berlangsung berapa lama. Sering juga pak RT atau pak RW mengumumkan masalah pemadaman listrik lewat corong mushola, biar tangki-tangki air dipenuhi sebelum terjadi pemadaman. 

Cukup membantu kalau menurut saya. lain Indonesia, lain pula di Jepang. Di sini saking concern nya mereka pada kenyamanan pelanggan, maka pengumuman pemadaman listrik dilakukan seminggu (bisa lebih) sebelum due date nya. Bukan lewat koran, radio atau corong mushola lho ya... (Ga ada mushola juga soalnya), tapi pakai selebaran yang diantar kan ke pintu masing-masing pelanggan plus disertai penjelasan, terutama bagi kami orang asing yang buta huruf. Saya suka gambar pada pengumuman itu. Ada petugas yang menunduk meminta maaf atas ketidaknyamanan ini. Kalau sudah begini apa ya mungkin pelanggan akan mencak-mencak sama petugasnya? Di lembar pengumuman itu, juga terdapat waktu pasti kapan mulai pemadaman sampai pukul berapa plus denahnya. Area mana saja yang akan terkena dampak pemadaman. 

Hal ini juga berlaku untuk air dan gas. Air di sini memang harus beli, dengan harga yang relatif fantastis. Saya pernah ditanya oleh teman Jepang, apakah di Indonesia air gratis? Saya jawab kalau yang punya sumur ya gratis, tinggal bayar listrik saja. Lalu dia tanya, kalau listrik sebulan kamu habis berapa di Indonesia? Saya jawab paling banyak 80.000 rupiah atau sekitar 800¥. Dan dia pun mlongo! Sama persis kayak saya waktu pertama kali melihat tagihan air, listrik dan gas. Mlongo sambil mewek. Air 2400¥ (240.000 rupiah), Gas 4000¥ (400.000 rupiah) listrik 3200¥ (320.000 rupiah). 

Tapi saya tetap optimis, suatu saat layanan jasa di negeri kita Indonesia akan tidak kalah dengan negeri Sakura ini. Memang butuh waktu untuk sampai ke tahap ini. Seperti halnya Jepang pun butuh waktu juga hingga sampai pada pelayanan prima di semua lini. Pembentukan karakter sumber daya manusia menjadi kunci pokok suksesnya pelayanan prima, tidak hanya pada PLN, namun pada semua layanan jasa, sehingga harus bayar mahal pun ga papa *ups

Epilog:
Tulisan ini pernah jadi Head Line (HL) di Kompasiana pada tahun 2013 , 4 tahun silam. Optimisme saya bahwa PLN akan berubah pelayanannya masih tetap sama. Soalnya sampai sekarang masih jalan di tempat kayaknya, ga ada perubahan, makannya saya tetap optimis saja *benerin jilbab

Oh iya, tulisan ini juga terinspirasi dari status Fb nya Teh Tea Sari....hatur nuhun ya Teh....hehehe

Comments

Popular posts from this blog

Aku yang mulai sakit

Aku mulai merasa sakit Sakit akibat rasa marah yang tak berkesudahan Atas kata-katamu yang tak tajam Tapi sanggup merobek-robek semua file kebaikan tentang dirimu Lalu, Aku berusaha menyusun serpihannya Dengan menggali dibalik neuron-neuron otakku Semua kebaikan tentang mu Aku sudah merasa sakit Jauh sebelum pekan itu Sejak sekian ratus hari lalu Dengan kecewa yang bagai cermin Sama namun terbalik gambarnya Meski sejak itu, Aku berjanji tak akan pernah lagi merasa sakit Jikapun kau lakukan hal yang sama padaku Karena sejujurnya aku tahu Pengorbananmu lebih besar dari cintaku Aku mulai merasa sakit Sakit atas rasa takut yang tak kepada siapaun bisa kubagi Aku menoleh padamu tapi tembok yang kubangun terlalu tinggi Aku tak menemukanmu dalam jangkauan tanganku Aku kehilangan kepercayaan atas ketulusanmu ( Yamaguchi, sekian puluh purnama yang lalu. Beberapa minggu menjelang ujian Doktoral. Entah puisi ini ditulis untu...

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 2]

      Oke kita lanjut ya 👉     Kalau di part 1 kita beranjangsana ke negara tetangga, di part 2 ini kita mau menengok tetangga agak jauh. Duh, bukan agak lagi ya, ini emang jauh banget. Ini kayaknya penerbangan terlama sepanjang sejarang penerbangan yang pernah ku lalui. Kalau ke Jepang itu cuma maksimal 7 jam, ini untuk sampai di transit pertama butuh waktu 9,5 jam, lalu lanjut penerbangan 4 jam lagi. Ke manakah kita? eh Aku? 😅 4. Turki (Bursa dan Istanbul)     Agak penasaran sama negara ini karena salah satu temen brainstorming (a.k.a ghibah 😂) sering banget ke sini. Ditambah lagi dengan cerita-cerita dan berita-berita yang bilang negara ini tu kayak Jepang versi Islamnya, jadilah pas ada paket ke Turki lanjut Umroh kita mutusin buat ikutan. Datang di musim gugur dengan suhu galau yang ga dingin-dingin amat tapi kalau ga pake jaket tetep dingin dan -kaum manula ini- takut masuk angin, membuat kami memutuskan pakai jaket tipis-tipis saja. Dan ben...

Tiba Saatnya Kembali untuk Pulang

"All my bag are packed, I am ready to go,  I am standing here outside your door,  I hate to wake you up to say goodbye...." Siapa yang tak kenal lagu itu? Lagu kebangsaan para perantau setiap kali harus pergi dan pulang. Lagu yang menggambarkan betapa beratnya segala bentuk perpisahan itu, tak terkecuali berpisah untuk bertemu, dan berpisah untuk kembali ke tempat asal. PULANG. Sudah berapa lama ya ga nulis? Lamaaa sekali rasanya. Padahal banyak ide berseliweran. Apa mau dikata, kesibukan packing dan sederet hal-hal yang berkaitan dengan kepulangan ke tanah air, merampas semua waktu yang tersisa. Semua begitu terasa cepat dan hari berganti bagai kita membalik lembaran buku penuh tulisan membosankan. Akhirnya, senja benar-benar telah sampai di gerbang malam. Sudah saatnya mentari kembali ke peraduan. Bersama orang-orang kesayangan. Khusus untuk di Jepang, pulang selamanya (duh...) atau back for good (BFG) itu harus menyeleseikan terlebih dahulu banyak ha...