Skip to main content

Yang jauh (jangan) dirindu, yang dekat (mari) disyukuri


Apa kabar kamu?

Tepat sebulan sudah kami membuka chapter anyar dalam kehidupan kami. Tanggal 24 September, sebulan lalu, saat kaki kami menapaki garbarata pesawat Garuda Indonesia itu, serasa ada suara dari kejauhan yang bilang "Go on to nex page...". Huft udah kayak tes Toefl aja ya gaes..

Sebulan ini, apakah yang dirindukan dari negeri dongen itu, Aeni?

Well, jujur ya, saya belum sempat rindu. Banyak banget hal-hal menggembirakan yang memenuhi relung hati, jadi rindu itu mungkin masih ada di luar. Berusaha mengetuk-ngetuk pintu hati, namun tak saya hiraukan. Apalagi, Nasywa masih mellow gallau. Selama sebulan ini entah sudah berapa kali dia mewek. Mewek pertama itu cuma gara-gara dia nonton Naruto trus soundtrack-nya pakai bahasa Jepang. Kalimat "Ummi...aku tu mau pulang ke Jepang e" meluncur indah, dilanjut dengan butir-butir air mata yang tak bisa lagi dibendung. Padahal itu baru hari ke-2 di Jogja. Bisa dibayangkan lah, hari-hari penuh air mata seperti apa yang dilaluinya. Dan amazing-nya itu cuma terjadi di sore atau malam hari. Udah kayak ibu-ibu hamil muda aja.

Adegan terbaru adalah lamunan di sore hari yang diakhiri dengan kalimat "Ummi, hatiku kayak mau pecah (lagi) e...kalau ga dipeluk Ummi hatiku bener-bener pecah ini".

Segala sebab musabab hatinya pecah ini dari yang remeh temeh kayak habis lihat huruf katakana apa hiragana sampai yang berat kayak habis ditelpon sama Yama kun, sudah berusaha dijelaskan. Tapi yang namanya hati, dia kadang tak butuh alasan logis untuk kembali membengkak dan serasa ingin pecah *uhuk. Pokoknya kalau dia sedang mellow, saya harus jadi ibu penghibur dan pemeluk yang murah hati. Soalnya kalau hatinya sudah terlanjur "pecah", bisa refot. "Kalau sudah pecah trus gimana dong hatinya bisa bener lagi?" saya berusaha mencari tahu. "Ya harus diajak jalan-jalan gitu, main-main apa beli-beli biar hatinya baru lagi" . Ya sudah mending saya peluk ajalah daripada daripada.

Oh iya, saya belum sharing persiapan pulang kemarin ya? InsyaAllah besok, kapan-kapan, saya tulis detailnya. Soalnya banyak banget yang harus diberesin sebelum back for good. Dari urusan di kampus, Lab (ini penuh tragedi hahaha), imigrasi, city hall, legalisir, mutus kontrak hp, internet rumah, gas, air listrik, dan nutupin semua rekening bank. Haha udah kayak yang kaya aja dengan puluhan rekening bank. Dan yang paling heboh bin hebih adalah packing-packing, milih-milih barang mana yang sekira dibutuhkan di Indonesia dan ga ada yang jual atau kalaupun ada yang jual harganya mahal. Dan dalam proses memilah dan memilih ini saya sudah melakukan banyak kesalahan, terutama karena laper mata dan dibutakan hawa nafsu *hallah

Tapi itu nanti, dalam tulisan yang lebih berbobot. Tulisan ini cuma mau ngomong aja intinya, bahwa saya sudah sebulan di Jogja. Saya belum sempat rindu Yamaguchi karena semua rindu sudah diborong habis sama Nasywa. Dan saya sedang ingin mensyukuri segala hal yang ada di Jogja, termasuk panasnya, macetnya, dan semuanya.

Jadi, kamu apa kabar??

Comments

Popular posts from this blog

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 2]

      Oke kita lanjut ya 👉     Kalau di part 1 kita beranjangsana ke negara tetangga, di part 2 ini kita mau menengok tetangga agak jauh. Duh, bukan agak lagi ya, ini emang jauh banget. Ini kayaknya penerbangan terlama sepanjang sejarang penerbangan yang pernah ku lalui. Kalau ke Jepang itu cuma maksimal 7 jam, ini untuk sampai di transit pertama butuh waktu 9,5 jam, lalu lanjut penerbangan 4 jam lagi. Ke manakah kita? eh Aku? 😅 4. Turki (Bursa dan Istanbul)     Agak penasaran sama negara ini karena salah satu temen brainstorming (a.k.a ghibah 😂) sering banget ke sini. Ditambah lagi dengan cerita-cerita dan berita-berita yang bilang negara ini tu kayak Jepang versi Islamnya, jadilah pas ada paket ke Turki lanjut Umroh kita mutusin buat ikutan. Datang di musim gugur dengan suhu galau yang ga dingin-dingin amat tapi kalau ga pake jaket tetep dingin dan -kaum manula ini- takut masuk angin, membuat kami memutuskan pakai jaket tipis-tipis saja. Dan ben...

Sekoteng Hati

  Aku sedang mencari tempat yang tepat untuk menikmati segelas sekoteng ini. Tempat yang sejuk, silir, dan sunyi. Tempat yang aman dari pandangan aneh orang saat melihatku melamun sambil nyruput sekoteng ini. Tentu saja juga tempat yang aman dari wira wiri jin keganjenan yang mungkin saja ingin merasukiku karena aku kebanyakan melamun. Aku sedang mencari tempat seperti itu. Aku juga sedang mencari teman, yang di pelukannya aku bisa menangis sepuasku. Jikapun dia merasa malu, maka menangis di pundaknya pun bagiku sudah cukup. Atau, biarkan aku menangis dan dia cukup memandangiku sambil sesekali ngecek updatean statusnya. Aku tak peduli. Karena aku cuma tak ingin menangis sendirian. Aku ingin ada yang tahu aku sedang pilu. Aku sedang mencari teman seperti itu. Atau mungkin, Akhirnya aku harus menjatuhkan pilihanku pada sekoteng ini. Biar cuma dia saja yang tahu aku sedang ingin memangis. Mungkin air mataku bisa menambah cita rasanya yang kemanisan. Atau...

Pentingnya Memvalidasi Perasaan

  Salah satu sudut Aston University di Birmingham Hei Apa kabar Hati? Pergi jauh lagi, untuk waktu yang juga tidak sebentar, entah kenapa akhir-akhir ini rasanya lebih berat. Entah, aku sendiri bingung mendefinisikan ini tu rasa apa gitu. Sulit sekali memvalidasi apakah ini sedih? takut? rindu? atau apa?! Aku bingung, sebab betapa excitednya pas harus ngurus visa waktu itu. Mengejar pesawat iwir-iwir dari Adi Sutjipto, turun di Halim, sudah dijemput taxi, lalu menembus kemacetan Jakarta untuk wawancara yang less than 10 minutes, lalu udah masuk taxi lagi ke Soekarno Hatta ngejar pesawat ke Jogja. Udah kayak mudik ke Muntilan aja dalam beberapa jam Jogja-Jakarta. Visa pun, entah kenapa juga bikin deg-deg an. Pasalnya memang nominal di tabungan menggelembung di beberapa hari sebelum masukin syarat-syarat. Bisa karena ini ga bisa dilolosin, kata mbak-mbak Santana. Tapi ya Bismillah lah, kalau visa ga keluar, mungkin aku harus ke Bali saja menemani anak-anak Abdidaya.  Anak-anak s...