Skip to main content

Mau yang buka pagi atau sore?

Di Jogja, rasanya lebih banyak hal hal yang menginspirasi dan bisa dikisahkan. Waktu awal-awal datang, kira-kira sepekan, ide di kepala menyundul-nyundul liar minta dituliskan secepatnya. Apalah daya, semua masih kacau. Jam biologis masih kacau. Rumah masih kacau. Hari-hari masih berasa seperti dalam mimpi saja.

Setelah sekian hari berjalan, mulai bisa kembali mengikuti ritme harian di Jogja yang menuntut keberanian dan kecepatan (hallah) ide-ide itu mingslep satu-satu. Kalau ya muncul kok pasti pas dalam keadaan tak mungkin. Seperti saat sedang konsentrasi penuh tlusupan di jalan-jalan tikus, yang tak ada tikusnya juga, demi menghindari kemacetan di perempatan atau pas tiba-tiba hujan mak byuk dan ternyata di dalam kabin mio cuma ada mantol celana doang, atasannya entah raib dimana.

Di saat-saat itu, saat ide muncul dan mau nulis, rasanya pingin segera merapat. Tapi di sini, bahkan pinggir jalan pun tak aman dari serangan para bikers. Selama bokong motor masih bisa lewat, se-nggronjal apapun jalan, libas terus supaya segera sampai tujuan. Demikianlah. Dan saya ngebayangin impian beberapa waktu silam, membawa pulang si merah onthel kesayangan dan berharap bisa menjadikannya tunggangan setia ke kampus. Tetiba pingin ngakak aja...sungguh dunia ini tak bisa kau bayangkan kejutannya saat kau ada di dunia lain itu saudaraku.

Nah, tulisan ini sebenarnya cuma ingin cerita tentang warung sayuran.

Tinggal di kota yang lumayan terkenal gini sebenarnya bisa aja kita menggantungkan sepenuhnya pada aneka nama supermarket dan hypermart yang setiap 10 tiang listrik ada. Tapi, kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia itu tak melulu harus diputar rodanya oleh para pemilik corporasi besar itu bukan? Ada banyak penggerak ekonomi kecil yang juga turut mamacu laju perkembangan ekonomi bangsa. Lah, ini kenapa saya mendadak jadi pengamat ekonomi coba... Padahal cuma mau bilang, di semua toserba yang depan namanya ada kata "Super" nya itu, harganya juga super, meskipun tentu kualitasnya (kadang) juga super.

Sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) tanpa Asisten tetap, dan harus menyiapkan sarapan plus bentou di pagi hari sebelum pukul 5:30 itu, ada satu syarat mutlak, yaitu stok sayuran dan lauk harus ada di kulkas, minimal untuk besok hari. Tentu saja jangan lupa, stok gas harus cukup juga, jangan sampai kejadian seperti suatu pagi di awal bulan Oktober lalu itu *masih trauma ceritanya.

Beruntunglah saya, tinggal di kampung yang kanan, kiri, depan, dan belakangnya adalah perumahan. Jadi, cuma sepeminuman wedang jahe sudah ada toko sayuran dan lauk pauk baik mentah maupun matang beserta jajan pasarnya yang InsyaAllah sudah selalu buka selepas subuh. Warung ini juga menyediakan lauk dan sayur matengan. Ini solusi praktis jika kita bangun kesiangan, atau ya tadi, balik lagi ke gas habis hehehe.

Ada dua warung yang buka setiap pagi di dekat rumah saya. Warungnya Bu Sus dan Mbak Titik. Bu Sus buka sejenak setelah warung Mbak Titik mulai sepi karena dangannya sudah menipis. Di dua warung ini range harganya hampir sama. Tapi warung Bu Sus akan buka sampai sore sedang warung Mbak Titik jam 9 sudah tutup.

Itu kalau pagi.

Jika ternyata pagi itu jadwalnya padat dan tak sempat belanja, maka jangan khawatir. Di dekat kolam perikanan, sekitar sepeminuman wedang ronde, ada warung sayuran yang buka agak siang, dan re-stock sayuran di sore hari dan bukanya sampai malam. Till drop istilah jaman now. Mbaknya belum kenalan namanya siapa. Dia jualan sambil momong anaknya yang baru 3 bulan. Luar biasa kan?

Satu lagi yang sejak beberapa lama saya amati dan baru kemarin saya datangi. Sebuah warung di Jalan Jambon yang buka pada sore hari, lengkap dengan ibu-ibu penjual daging ayam segar baru potong sore itu. Warung ini yang jual mas mas dan bapak-bapak, bukan mbak dan ibu. Keren pokoknya. Sayurannya bagus-bagus, dan seger-seger. Ini artinya mereka stok sore itu, dan baru panen sore itu juga atau yang paling telat tadi pagi. Harganya pun lebih murah dengan pelayanan yang cepat dan prima. Bapak-bapak gitu loh, ga sibuk ngobrol dan basa basi. Pertanyaanya cuma satu, "tambah apa lagi?" nah ini pertanyaan yang langsung menuju titik sasaran. Jika jawabannya "sudah" maka langsung dihitung totatalannya.

Warung in cukup strategis karena selalu dilewati saat pulang ke rumah. Tempar parkirnya juga lumayan lah, cukup memadai. Warungnya juga bersih untuk ukuran yang mengelola mas-mas dan bapak-bapak. Bahkan jika dibandingkan dengan 3 warung milik mbak-mbak dan Ibu itu. Mas nya kayaknya paham. Ibu-ibu yang sore-sore pulang dari kerja mampir belanja itu butuhnya cuma cepet, bukan basa-basi. Cepet dilayani, cepet bayar, cepet pulangnya. Ditambah dengan harga yang lebih murah dan barang yang bagus, rasanya ini paket komplit.

Pilih yang mana? Yang buka pagi atau sore? tentu saja tergantung situasi, kondisi dan kesempatan. Yang pasti, kalau pagi tak sempat, tak usah risau, yang sore pun ada juga dan tak kalah bagusnya.



Terus itu kenapa fotonya ga nyambung sama ceritanya ya Buk?

Iya, saya sedang mengulang kenangan bersama Aruk, Obachan dan MaxValu. Tempat saya menghabiskan beberapa menit sepulang kampus, membeli sayuran, buah, ikan dan aneka makanan, diiringi jingle lagu yang sudah jadi kayak Mars Perindo. Diputer diulang-ulang.....sampai tak sadar setiap belanja pasti ikutan nyanyi....

nana nana nana ninjin nana nana MaxValu....!!!



Comments

Popular posts from this blog

Aku yang mulai sakit

Aku mulai merasa sakit Sakit akibat rasa marah yang tak berkesudahan Atas kata-katamu yang tak tajam Tapi sanggup merobek-robek semua file kebaikan tentang dirimu Lalu, Aku berusaha menyusun serpihannya Dengan menggali dibalik neuron-neuron otakku Semua kebaikan tentang mu Aku sudah merasa sakit Jauh sebelum pekan itu Sejak sekian ratus hari lalu Dengan kecewa yang bagai cermin Sama namun terbalik gambarnya Meski sejak itu, Aku berjanji tak akan pernah lagi merasa sakit Jikapun kau lakukan hal yang sama padaku Karena sejujurnya aku tahu Pengorbananmu lebih besar dari cintaku Aku mulai merasa sakit Sakit atas rasa takut yang tak kepada siapaun bisa kubagi Aku menoleh padamu tapi tembok yang kubangun terlalu tinggi Aku tak menemukanmu dalam jangkauan tanganku Aku kehilangan kepercayaan atas ketulusanmu ( Yamaguchi, sekian puluh purnama yang lalu. Beberapa minggu menjelang ujian Doktoral. Entah puisi ini ditulis untu...

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 2]

      Oke kita lanjut ya 👉     Kalau di part 1 kita beranjangsana ke negara tetangga, di part 2 ini kita mau menengok tetangga agak jauh. Duh, bukan agak lagi ya, ini emang jauh banget. Ini kayaknya penerbangan terlama sepanjang sejarang penerbangan yang pernah ku lalui. Kalau ke Jepang itu cuma maksimal 7 jam, ini untuk sampai di transit pertama butuh waktu 9,5 jam, lalu lanjut penerbangan 4 jam lagi. Ke manakah kita? eh Aku? 😅 4. Turki (Bursa dan Istanbul)     Agak penasaran sama negara ini karena salah satu temen brainstorming (a.k.a ghibah 😂) sering banget ke sini. Ditambah lagi dengan cerita-cerita dan berita-berita yang bilang negara ini tu kayak Jepang versi Islamnya, jadilah pas ada paket ke Turki lanjut Umroh kita mutusin buat ikutan. Datang di musim gugur dengan suhu galau yang ga dingin-dingin amat tapi kalau ga pake jaket tetep dingin dan -kaum manula ini- takut masuk angin, membuat kami memutuskan pakai jaket tipis-tipis saja. Dan ben...

Tiba Saatnya Kembali untuk Pulang

"All my bag are packed, I am ready to go,  I am standing here outside your door,  I hate to wake you up to say goodbye...." Siapa yang tak kenal lagu itu? Lagu kebangsaan para perantau setiap kali harus pergi dan pulang. Lagu yang menggambarkan betapa beratnya segala bentuk perpisahan itu, tak terkecuali berpisah untuk bertemu, dan berpisah untuk kembali ke tempat asal. PULANG. Sudah berapa lama ya ga nulis? Lamaaa sekali rasanya. Padahal banyak ide berseliweran. Apa mau dikata, kesibukan packing dan sederet hal-hal yang berkaitan dengan kepulangan ke tanah air, merampas semua waktu yang tersisa. Semua begitu terasa cepat dan hari berganti bagai kita membalik lembaran buku penuh tulisan membosankan. Akhirnya, senja benar-benar telah sampai di gerbang malam. Sudah saatnya mentari kembali ke peraduan. Bersama orang-orang kesayangan. Khusus untuk di Jepang, pulang selamanya (duh...) atau back for good (BFG) itu harus menyeleseikan terlebih dahulu banyak ha...