Liburan musim panas sudah habis separohnya bagi anak-anak SD sampai SMA, tapi baru saja mulai untuk anak-anak kuliahan. Momen libur panjaaaang ini banyak dipakai untuk jalan-jalan keluarga, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Coba cek harga tiket pesawat selama akhir Juli sampai akhir September, pastilah di atas rata-rata. Hotel-hotel sampai penginapan kelas capsul hotel juga penuh ramai dibooking para pelancong dari dalam dan luar negeri.
Musim panas juga identik dengan banyaknya matsuri alias festival. Dimulai dari tanabata matsuri, lalu hanabi matsuri yang ada di mana-mana berulang kali pula, trus juga ga ketingggalan Couchin matsuri alias festival lentera, terutama di Yamaguchi City.
Matsuri ini diadakan setiap tahun, di sekitar city hall sampai Dojyomonzen. Di Dojyomonzen banyak berdiri warung-warung tenda yang menjajakan aneka makanan khas Jepang atau yang biasa dijuluki street food nya Jepang. Sebut saja takoyaki, okonomiyaki, yakitori alias sate, taiyaki, dorayaki dan masih banyak lagi. Yang seru, ada juga banyak minuman dikemas aneh dan menarik. Semalam, ada minuman yang dikemas di dalam bohlam dengan lampu yang menyala warna-warni. Di sedotannya pun dipasang lampu warna-warni. Isinya minuman bersoda ringan kayak limun atau mild fanta. Tapi menenteng minuman itu sambil jalan menyusuri Dojyomonzen hingga dengan city hall memang ada kesan lain. Gila-gila manis gitu... :)
Biasanya chouchin matsuri ini diadakan 2 malam, namun tahun ini karena (false) warning typoon, jadilah hari keduanya dibatalkan. Padahal biasanya di hari kedua, alias hari penutupan, ada odori (dance) tradisional mix modern yang bikin kita jedug jedug tak sanggup melawan hasrat goyang. Apalah daya, kesalamatan lebih utama, jadilah semalam jam 21:30 semua lentera kertas itu dipadamkan dan diturunkan untuk kemudian disimpan selama setahun.
Semalam, ada selain lampion merah yang eyecathing itu, ada juga sebuah stand orang jualan yang membuat kami berhenti sejenak. Awalnya melihat dagangannya sudah merasa familiar. Patung-patung kayu, pernak-pernik kayu, berasa sedang di trotoar Malioboro. Lalu tiba-tiba ada sebuah gantungan kunci bentuk sandal yang ada tulisan "BALI"nya. Kami langsung spontan ingin tahu, apa ini barang dibeli dari Bali, Indonesia? Dan iya...mbak-mbak yang jualan ini bilang dia belanja di Bali. Dia malah nanya, dijual segini kemahalen ga? katanya.... Yah kalau dikurskan rupiah tentu kemahalen, karena pinsil kayu itu satu bijinya 150 yen atau sekitar 20.000 rupiah. Tapi kan pasar yang jadi sasaran orang Jepang, jadilah tidak mahal juga. Apalagi, ini otentik dari Bali gitu.
Daan...kami yang sibuk uplek-uplek dagangan mbak itu tak membeli sebijipun hehehe. Gimana dong, mending yang 300 yen itu dipake beli taiyaki lebih mengenyangkan. Ya kan??
Cukuplah si Mbak dan dagangannya kami minta pose dan dicekrek-cekrek, buat bahan tulisan di Blog hahaha.
Nah, yang punya rencana jalan-jalan ke Jepang pas musim panas, disarankan sih ga ya, tapi kalau pingin banget ya ga papa juga. Bukan kenapa-kenapa, meskipun banyak matsuri, tapi puanas dan lembabnya Jepang pas musim panas itu susah banget digambarkan dengan sebaris dua baris kalimat. Luar biasa gerah, haredang, sumuk, lengket dan sejenisnya. Top banget pokoknya...
Musim panas juga identik dengan banyaknya matsuri alias festival. Dimulai dari tanabata matsuri, lalu hanabi matsuri yang ada di mana-mana berulang kali pula, trus juga ga ketingggalan Couchin matsuri alias festival lentera, terutama di Yamaguchi City.
Matsuri ini diadakan setiap tahun, di sekitar city hall sampai Dojyomonzen. Di Dojyomonzen banyak berdiri warung-warung tenda yang menjajakan aneka makanan khas Jepang atau yang biasa dijuluki street food nya Jepang. Sebut saja takoyaki, okonomiyaki, yakitori alias sate, taiyaki, dorayaki dan masih banyak lagi. Yang seru, ada juga banyak minuman dikemas aneh dan menarik. Semalam, ada minuman yang dikemas di dalam bohlam dengan lampu yang menyala warna-warni. Di sedotannya pun dipasang lampu warna-warni. Isinya minuman bersoda ringan kayak limun atau mild fanta. Tapi menenteng minuman itu sambil jalan menyusuri Dojyomonzen hingga dengan city hall memang ada kesan lain. Gila-gila manis gitu... :)
Biasanya chouchin matsuri ini diadakan 2 malam, namun tahun ini karena (false) warning typoon, jadilah hari keduanya dibatalkan. Padahal biasanya di hari kedua, alias hari penutupan, ada odori (dance) tradisional mix modern yang bikin kita jedug jedug tak sanggup melawan hasrat goyang. Apalah daya, kesalamatan lebih utama, jadilah semalam jam 21:30 semua lentera kertas itu dipadamkan dan diturunkan untuk kemudian disimpan selama setahun.
Semalam, ada selain lampion merah yang eyecathing itu, ada juga sebuah stand orang jualan yang membuat kami berhenti sejenak. Awalnya melihat dagangannya sudah merasa familiar. Patung-patung kayu, pernak-pernik kayu, berasa sedang di trotoar Malioboro. Lalu tiba-tiba ada sebuah gantungan kunci bentuk sandal yang ada tulisan "BALI"nya. Kami langsung spontan ingin tahu, apa ini barang dibeli dari Bali, Indonesia? Dan iya...mbak-mbak yang jualan ini bilang dia belanja di Bali. Dia malah nanya, dijual segini kemahalen ga? katanya.... Yah kalau dikurskan rupiah tentu kemahalen, karena pinsil kayu itu satu bijinya 150 yen atau sekitar 20.000 rupiah. Tapi kan pasar yang jadi sasaran orang Jepang, jadilah tidak mahal juga. Apalagi, ini otentik dari Bali gitu.
Daan...kami yang sibuk uplek-uplek dagangan mbak itu tak membeli sebijipun hehehe. Gimana dong, mending yang 300 yen itu dipake beli taiyaki lebih mengenyangkan. Ya kan??
Cukuplah si Mbak dan dagangannya kami minta pose dan dicekrek-cekrek, buat bahan tulisan di Blog hahaha.
Nah, yang punya rencana jalan-jalan ke Jepang pas musim panas, disarankan sih ga ya, tapi kalau pingin banget ya ga papa juga. Bukan kenapa-kenapa, meskipun banyak matsuri, tapi puanas dan lembabnya Jepang pas musim panas itu susah banget digambarkan dengan sebaris dua baris kalimat. Luar biasa gerah, haredang, sumuk, lengket dan sejenisnya. Top banget pokoknya...
Comments
Post a Comment