Skip to main content

Jikalah




Sebagai manusia, saya sering kali lupa. Kalau sedang gundah gulali eh gulana, suka kebawa masuk terlalu dalam hingga tak sanggup bangkit lagi xixixixi. Oleh karena itu, saya sadur sepenggal tulisan dari buku "Karena Aku Begitu Cantik, catatan harian seorang muslimah” karya Azimah Rahayu ini. Saya tempelkan di salah satu kolom rak buku di meja kampus. Kapanpun, saat saya lupa, saya bisa membacanya lagi. Yah..meskipun ga serta merta gulalinya ilang, tapi at least ada jeda mengendapkan semua gundah itu. 


Jikalah derita akan menjadi masa lalu pada akhirnya, 
mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa, 
sedang ketegaran akan lebih dikenang nanti.



Jikalah kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya, 
mengapa tidak dinikmati saja, 
sedang ratap tangis tidak akan mengubah apa-apa. 

Jikalah luka kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa, 
sedang ketabahan dan kesabaran adalah lebih utama. 

Jikalah benci dan marah akan menjadi masa lalu pada akhirnya, 
mengapa mesti diumbar sepuas rasa, 
sedang menahan diri adalah lebih berpahala. 

Jikalah kesalahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya, 
mengapa mesti tenggelam di dalamnya, 
sedang tobat itu lebih utama.

Jikalah harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya, 
mengapa mesti ingin dikukuhi sendiri, 
sedang kedermawanan justru akan melipatgandakannya. 

Jikalah kepandaian akan menjadi masa lalu pada akhirnya, 
mengapa mesti membusung dada, 
sedang dengannya manusia diminta memimpin dunia. 

Jikalah cinta akan menjadi masa lalu pada akhirnya, 
mengapa mesti ingin memiliki dan selalu bersama, 
sedang memberi akan lebih banyak memiliki arti. 

Jikalah bahagia akan menjadi masa lalu pada akhirnya, 
mengapa mesti dirasakan sendiri, 
sedang berbagi akan membuatnya lebih bermakna.

Jikalah hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya, 
mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka, 
sedang begitu banyak kebaikan bisa dicipta.


Iyes.... Karena semua (cuma) akan menjadi masa lalu...



Comments

Popular posts from this blog

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 2]

      Oke kita lanjut ya 👉     Kalau di part 1 kita beranjangsana ke negara tetangga, di part 2 ini kita mau menengok tetangga agak jauh. Duh, bukan agak lagi ya, ini emang jauh banget. Ini kayaknya penerbangan terlama sepanjang sejarang penerbangan yang pernah ku lalui. Kalau ke Jepang itu cuma maksimal 7 jam, ini untuk sampai di transit pertama butuh waktu 9,5 jam, lalu lanjut penerbangan 4 jam lagi. Ke manakah kita? eh Aku? 😅 4. Turki (Bursa dan Istanbul)     Agak penasaran sama negara ini karena salah satu temen brainstorming (a.k.a ghibah 😂) sering banget ke sini. Ditambah lagi dengan cerita-cerita dan berita-berita yang bilang negara ini tu kayak Jepang versi Islamnya, jadilah pas ada paket ke Turki lanjut Umroh kita mutusin buat ikutan. Datang di musim gugur dengan suhu galau yang ga dingin-dingin amat tapi kalau ga pake jaket tetep dingin dan -kaum manula ini- takut masuk angin, membuat kami memutuskan pakai jaket tipis-tipis saja. Dan ben...

Sekoteng Hati

  Aku sedang mencari tempat yang tepat untuk menikmati segelas sekoteng ini. Tempat yang sejuk, silir, dan sunyi. Tempat yang aman dari pandangan aneh orang saat melihatku melamun sambil nyruput sekoteng ini. Tentu saja juga tempat yang aman dari wira wiri jin keganjenan yang mungkin saja ingin merasukiku karena aku kebanyakan melamun. Aku sedang mencari tempat seperti itu. Aku juga sedang mencari teman, yang di pelukannya aku bisa menangis sepuasku. Jikapun dia merasa malu, maka menangis di pundaknya pun bagiku sudah cukup. Atau, biarkan aku menangis dan dia cukup memandangiku sambil sesekali ngecek updatean statusnya. Aku tak peduli. Karena aku cuma tak ingin menangis sendirian. Aku ingin ada yang tahu aku sedang pilu. Aku sedang mencari teman seperti itu. Atau mungkin, Akhirnya aku harus menjatuhkan pilihanku pada sekoteng ini. Biar cuma dia saja yang tahu aku sedang ingin memangis. Mungkin air mataku bisa menambah cita rasanya yang kemanisan. Atau...

Pentingnya Memvalidasi Perasaan

  Salah satu sudut Aston University di Birmingham Hei Apa kabar Hati? Pergi jauh lagi, untuk waktu yang juga tidak sebentar, entah kenapa akhir-akhir ini rasanya lebih berat. Entah, aku sendiri bingung mendefinisikan ini tu rasa apa gitu. Sulit sekali memvalidasi apakah ini sedih? takut? rindu? atau apa?! Aku bingung, sebab betapa excitednya pas harus ngurus visa waktu itu. Mengejar pesawat iwir-iwir dari Adi Sutjipto, turun di Halim, sudah dijemput taxi, lalu menembus kemacetan Jakarta untuk wawancara yang less than 10 minutes, lalu udah masuk taxi lagi ke Soekarno Hatta ngejar pesawat ke Jogja. Udah kayak mudik ke Muntilan aja dalam beberapa jam Jogja-Jakarta. Visa pun, entah kenapa juga bikin deg-deg an. Pasalnya memang nominal di tabungan menggelembung di beberapa hari sebelum masukin syarat-syarat. Bisa karena ini ga bisa dilolosin, kata mbak-mbak Santana. Tapi ya Bismillah lah, kalau visa ga keluar, mungkin aku harus ke Bali saja menemani anak-anak Abdidaya.  Anak-anak s...