Skip to main content

The most memorable delicious snack, "Kumkuman Slondok"


Saat di perantauan, ada banyak sekali hal-hal yang kita rindukan. Terutama makanan-makanan yang biasa dibuat di rumah atau dimakan bersama keluarga. Makanan favorit keluarga.

Di keluarga kami yang nota bene adalah keluarga kampung sederhana yang tinggal di kaki gunung Merapi, ada beberapa makanan yang selalu ada di rumah. Beberapa diantaranya adalah krupuk original yang putih bulet itu, potil dan slondok.

Krupuk original saya yakin semua sudah tahu. Tapi potil dan slondok mungkin beberapa orang baru pertama kali mendengar istilah itu, padahal ya sudah pernah makan juga cuma beda namanya.

Potil dan slondok sejatinya bahan bakunya sama, ketela rambat atau ketela pohon atau telo jendral. Telo yang satu ini memang pangkatnya paling tinggi dibanding jenis telo-teloan yang lain, Jendral gitu lho....

Beda potil dan slondok adalah di bentuk, tekstur dan rasa. Hahaha beda semua dong mbak....
Ya emang gitu. Potil itu bentuknya lingkaran seperti ali-ali lebar. Ada dua macam potil. Potil atosan dan potil renyah. Potil atosan biasanya warnanya agak kuning, rasanya ada kecutnya dikit, gurih dari ketumbarnya kerasa banget. Bahkan kalian bisa menemukan biji ketumbar mengiasi permukaan potil. Potil atosan ini cocok dimakan untuk orang-orang yang giginya masih utuh dan kuat. Yang sudah pada ompong atau griwing silahkan mengemutnya sampai lebih lunak baru kemudian dikunyah. Kalau ga mau lama ya potilnya diblender, jadi yang dimakan serbuk potil, persis kayak Nasywa dulu hehehe.

Potil renyah itu kayaknya udah dicampuri tepung ga murni parutan si Jendral doang. Bentuknya sama, tapi warnanya lebih cerah. Kalau dipegang kerasa bahwa potil jenis ini lebih ringan dibanding potil atosan. Rasanya gurih sih, cuma kalau kebanyakan bikin eneg. Padahal kalau makan potil itu susah berhentinya. Yang ini bisa dimakan kamu-kamu yang bahkan giginya tinggal dua hinggap di jendela *eh


Sudah ga usah ngiler gitu...wong cuma ngomongin potil aja lho...


Top three selanjutnya adalah slondok. Nah...slondok ini variannya ada macam-macam. Slondok atosan, slondok renyah, slondok atom, dan slondok gelang. Sudah berapa macam slondok yang kamu tahu? Hahaha...

Di beberapa daerah, slondok juga disebut sebagai lanting atau alen-alen. Tapi sebenarnya lanting itu bukan slondok. Lanting itu aslinya dari daerah kebumen bahan bakunya pati, bentuknya seperti angka delapan dan rasanya macam-macam. Tapi yo wis ga papa lah...daripada kita bertengkar cuma gegara nama *uhuk

Mari kita bahas satu persatu aneka jenis slondok yang beredar di pasar Talun dan Muntilan itu.

Slondok atosan bentuknya ali-ali kecil, warnanya agak kuning, keras kalau digigit rasanya asin gurih. Kalau yg buat lagi ngantuk suka agak keasinan hehehe. Sedangkan slondok renyah itu seperti potil renyah, adonannya sudah dicampur tepung jadi lebih ringan dan renyah. Biasanya bentuknya lebih besar dan tebal. Sedangkan slondok atom itu warnanya putih, gurih, agak keras di bagian simpul ali-alinya dan ini enak banget memang. Biasanya direnteng pakai tali pandan. Kayaknya sekarang sudah jarang yang jualan slondok jenis ini. Yang terakhir slondok gelang. Sudah jelas dari namanya bahwa yang membedakan slondok ini dari ketiga jenis slondok yg lain adalah ukurannya. Kalau slondok yg lain ukuran ali-ali, yang bisa untuk gelang. Serius!! kok ga percaya. Slondok ini gurih banget...yang menarik itu apabila dibandingkan dengan slondok yang lain dia permukaanya lebih kinclong. Ini favorit kalau sedang di rumah Mak Tuwo...

Dan kemarin saya bikin kumkuman slondok.

Kumkuman slondok adalah slondok tipe atosan yang di rendam dengan kuah sayur bersantan. Yang paling cocok untuk merendam slondok adalah kuah sayur mbayung (daun kacang panjang), sayur dong telo jendaral (daun ketela pohon), sayur jembak (selada air) dan sayur lebor (selada putih). Cuma keempat jenis sayur itu yang cocok karena biasanya keempat jenis sayur kuah santan itu dibuat dengan menggunakan rese, pete dan tempe bosok, jadinya harum kuah nya khas menyatu dengan kegurihan slondok membuat rasanya luar biasa hahaha *cleguk


Kumkuman slondok ini populer sekali di rumah kami dulu sampai sekarang. Mae biasanya yang ngekum nanti kami yang makan. Kuahnya pun sisa sayur yang habis dimakan. Kumkuman slondok ini juga kadang bisa jadi sumber pertengkaran. Lha kan nunggunya agak lama ya biar bisa menikmati lembutnya slondok mbendedeg dengan kuah, eh pas mau makan jebulnya slondoknya sudah raib dimakan kucing kepala hitam. Tersangkanya pasti Mas Heri....



Comments

Popular posts from this blog

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 2]

      Oke kita lanjut ya 👉     Kalau di part 1 kita beranjangsana ke negara tetangga, di part 2 ini kita mau menengok tetangga agak jauh. Duh, bukan agak lagi ya, ini emang jauh banget. Ini kayaknya penerbangan terlama sepanjang sejarang penerbangan yang pernah ku lalui. Kalau ke Jepang itu cuma maksimal 7 jam, ini untuk sampai di transit pertama butuh waktu 9,5 jam, lalu lanjut penerbangan 4 jam lagi. Ke manakah kita? eh Aku? 😅 4. Turki (Bursa dan Istanbul)     Agak penasaran sama negara ini karena salah satu temen brainstorming (a.k.a ghibah 😂) sering banget ke sini. Ditambah lagi dengan cerita-cerita dan berita-berita yang bilang negara ini tu kayak Jepang versi Islamnya, jadilah pas ada paket ke Turki lanjut Umroh kita mutusin buat ikutan. Datang di musim gugur dengan suhu galau yang ga dingin-dingin amat tapi kalau ga pake jaket tetep dingin dan -kaum manula ini- takut masuk angin, membuat kami memutuskan pakai jaket tipis-tipis saja. Dan ben...

Pentingnya Memvalidasi Perasaan

  Salah satu sudut Aston University di Birmingham Hei Apa kabar Hati? Pergi jauh lagi, untuk waktu yang juga tidak sebentar, entah kenapa akhir-akhir ini rasanya lebih berat. Entah, aku sendiri bingung mendefinisikan ini tu rasa apa gitu. Sulit sekali memvalidasi apakah ini sedih? takut? rindu? atau apa?! Aku bingung, sebab betapa excitednya pas harus ngurus visa waktu itu. Mengejar pesawat iwir-iwir dari Adi Sutjipto, turun di Halim, sudah dijemput taxi, lalu menembus kemacetan Jakarta untuk wawancara yang less than 10 minutes, lalu udah masuk taxi lagi ke Soekarno Hatta ngejar pesawat ke Jogja. Udah kayak mudik ke Muntilan aja dalam beberapa jam Jogja-Jakarta. Visa pun, entah kenapa juga bikin deg-deg an. Pasalnya memang nominal di tabungan menggelembung di beberapa hari sebelum masukin syarat-syarat. Bisa karena ini ga bisa dilolosin, kata mbak-mbak Santana. Tapi ya Bismillah lah, kalau visa ga keluar, mungkin aku harus ke Bali saja menemani anak-anak Abdidaya.  Anak-anak s...

Sekoteng Hati

  Aku sedang mencari tempat yang tepat untuk menikmati segelas sekoteng ini. Tempat yang sejuk, silir, dan sunyi. Tempat yang aman dari pandangan aneh orang saat melihatku melamun sambil nyruput sekoteng ini. Tentu saja juga tempat yang aman dari wira wiri jin keganjenan yang mungkin saja ingin merasukiku karena aku kebanyakan melamun. Aku sedang mencari tempat seperti itu. Aku juga sedang mencari teman, yang di pelukannya aku bisa menangis sepuasku. Jikapun dia merasa malu, maka menangis di pundaknya pun bagiku sudah cukup. Atau, biarkan aku menangis dan dia cukup memandangiku sambil sesekali ngecek updatean statusnya. Aku tak peduli. Karena aku cuma tak ingin menangis sendirian. Aku ingin ada yang tahu aku sedang pilu. Aku sedang mencari teman seperti itu. Atau mungkin, Akhirnya aku harus menjatuhkan pilihanku pada sekoteng ini. Biar cuma dia saja yang tahu aku sedang ingin memangis. Mungkin air mataku bisa menambah cita rasanya yang kemanisan. Atau...