Skip to main content

Tentang Mimpi

Saya termasuk orang yang kalau tidur pasti bermimpi. Padahal salah satu indikator tidur berkualitas itu adalah tidur yang tidak sempat bermimpi saking nyenyaknya.

Saya pernah menuliskan mimpi-mimpi aneh saya dalam sebuah tulisan di blog ini. Dari yang mulai dikejar tsunami, sampai dimarahi Mae karena ga mau minjemin uang ke Mas Heri hahaha. Ini mimpi yang absurd. Kentara banget itu manifestasi dari semua kecemasan dan beban pikiran.

Saya juga pernah bermimpi ketemu Pak Jokowi. Mimpi ketemu Pak Jokowi itu terjadi bulan Februari lalu. Mimpi yang sedemikian nyata sampai-sampai saat bangun tidur rasa bahagianya masih kerasa hehehe.

Secara spesifik ada beberapa teman yang kadang masuk ke dalam mimpi saya mengabarkan sesuatu. Terutama saat dia sedih. Emang ya...pas sedih aja mereka datang ke dalam mimpi saya, bener-bener temen deket banget to. Luki, dan Endah adalah dua orang itu. Mereka seperti ingin mengabarkan perasaan mereka pada saya lewat mimpi. Dan selama ini itu selalu berkorelasi dengan kenyataan.

Ada lagi.
Satu hal yang selalu membuat saya  terbangun dengan penuh tanda tanya adalah ketika ada orang-orang yang saya kenal, dekat, dan sudah meninggal, masuk ke dalam mimpi saya. Banyak sekali mereka mereka itu. Tapi yang paling sering adalah Bapak Paremono, Bapaknya mb Rofi.

Saya ingat beberapa tahun lalu saya mimpi ketemu bapak. Bapak seperti biasa, selalu terlihat memakai sarung dan kaos putih. Bapak terlihat sumringah dan gemuk, tak banyak berubah sejak terakhir saya bertemu sebelum beliau meninggal tahun 2012 lalu.

Bapak sambil tersenyum bilang "Nur, wah saiki Rofi nek mangan akeh tenan Nur. Coba iso we tak rewangi kok mangane ki" (Nur, sekarang Rofi makannya banyak sekali, coba bisa udah ku bantuin makan). Dan saya memang selalu tidak bisa berkata apa-apa ketika 'bertemu' mereka-mereka yang sudah meninggal itu. Waktu itu saya cuma tersenyum.

Sore hari setelah malamnya saya mimpi ketemu Bapak. Abahnya Nasywa memberi tahu kalau Mb Rofi sedang hamil. Entah kebetulan atau memang beneran, tapi saya tetap bahagia bisa mimpi ketemu bapak dan juga dapat kabar mb Rofi hamil lagi.

Di lain waktu bapak datang lagi. beliau terlihat agak kurus dan murung. Beliau duduk di dalam rumah sambil memandang keluar jendela. Lalu bilang ke saya "Ibuk kae ki gek lemes wae Nur. Nek ra kekaring ming lemes wae" (Ibuk sekarang sering lemas. Kalau ga berjemur Ibuk merasa lemas).

Bangun tidur saya langsung kepikiran Ibuk Paremono. Kalau tidak salah waktu itu beliau habis kundur Haji. Saya kemudian tanya mba Rofi apa Ibuk sehat? And you know what...Bapak seperti ingin memberi tahu saya kalau Ibuk sedang kurang sehat.

Sepekan yang lalu kira-kira, saya mimpi ketemu dengan Lik Tutik. Adik sepupu Mae yang dulu suka nganter saya sekolah TK ini meninggal 3 hari sebelum saya menikah tahun 2016 lalu. Sejak saat itu, saya tak pernah sekalipun didatangi beliau. Tapi, malam itu scene nya adalah SMP Muhammadiyah Kauman, Muntilan. Saya seperti sedang berkunjung, kepergok sama Pak Edi BP dan diseret diajak ke ruang guru. Di sanalah saya ketemu Lik Tutik. Memakai baju batik warna hijau, dengan rambut sebahu seperti zaman dulu. Tidak ada yang berubah. Terlihat sehat dan bahagia. Beliau bilang "Oh lha wis suwi men kok ra ketemu ra tau mampir" (Oh..kok sudah lama ga ketemu ga pernah mampir).

Di hati, saya mbatin, kenapa ada Lik Tutik, padahal beliau suda meninggal dan tak pernah mengajar di SMP Mhammadiyah Kauman? Tapi...sepertinya pulang nanti saya harus menyempatkan diri ziarah ke makam beliau. Sindiran "ra tau mampir" itu benar-benar membuat saya mengingat semua jasa beliau ke saya yang belum sempat saya balas.

Cuma satu hal yang membuat saya tak pernah habis berpikir.

Jika banyak sekali orang-orang dekat, yang sudah meninggal, dan mendatangi saya dengan segala kondisinya, lalu kenapa tak pernah sekalipun Pak Sigit Pranowo, bapak kandung saya yang meninggal 31 tahun lalu itu mendatangi saya? Padahal ada banyak rindu yang saya tanam dalam hati untuk beliau.

Andai saja...sekaliii saja...

Comments

Popular posts from this blog

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 2]

      Oke kita lanjut ya 👉     Kalau di part 1 kita beranjangsana ke negara tetangga, di part 2 ini kita mau menengok tetangga agak jauh. Duh, bukan agak lagi ya, ini emang jauh banget. Ini kayaknya penerbangan terlama sepanjang sejarang penerbangan yang pernah ku lalui. Kalau ke Jepang itu cuma maksimal 7 jam, ini untuk sampai di transit pertama butuh waktu 9,5 jam, lalu lanjut penerbangan 4 jam lagi. Ke manakah kita? eh Aku? 😅 4. Turki (Bursa dan Istanbul)     Agak penasaran sama negara ini karena salah satu temen brainstorming (a.k.a ghibah 😂) sering banget ke sini. Ditambah lagi dengan cerita-cerita dan berita-berita yang bilang negara ini tu kayak Jepang versi Islamnya, jadilah pas ada paket ke Turki lanjut Umroh kita mutusin buat ikutan. Datang di musim gugur dengan suhu galau yang ga dingin-dingin amat tapi kalau ga pake jaket tetep dingin dan -kaum manula ini- takut masuk angin, membuat kami memutuskan pakai jaket tipis-tipis saja. Dan ben...

Sekoteng Hati

  Aku sedang mencari tempat yang tepat untuk menikmati segelas sekoteng ini. Tempat yang sejuk, silir, dan sunyi. Tempat yang aman dari pandangan aneh orang saat melihatku melamun sambil nyruput sekoteng ini. Tentu saja juga tempat yang aman dari wira wiri jin keganjenan yang mungkin saja ingin merasukiku karena aku kebanyakan melamun. Aku sedang mencari tempat seperti itu. Aku juga sedang mencari teman, yang di pelukannya aku bisa menangis sepuasku. Jikapun dia merasa malu, maka menangis di pundaknya pun bagiku sudah cukup. Atau, biarkan aku menangis dan dia cukup memandangiku sambil sesekali ngecek updatean statusnya. Aku tak peduli. Karena aku cuma tak ingin menangis sendirian. Aku ingin ada yang tahu aku sedang pilu. Aku sedang mencari teman seperti itu. Atau mungkin, Akhirnya aku harus menjatuhkan pilihanku pada sekoteng ini. Biar cuma dia saja yang tahu aku sedang ingin memangis. Mungkin air mataku bisa menambah cita rasanya yang kemanisan. Atau...

Pentingnya Memvalidasi Perasaan

  Salah satu sudut Aston University di Birmingham Hei Apa kabar Hati? Pergi jauh lagi, untuk waktu yang juga tidak sebentar, entah kenapa akhir-akhir ini rasanya lebih berat. Entah, aku sendiri bingung mendefinisikan ini tu rasa apa gitu. Sulit sekali memvalidasi apakah ini sedih? takut? rindu? atau apa?! Aku bingung, sebab betapa excitednya pas harus ngurus visa waktu itu. Mengejar pesawat iwir-iwir dari Adi Sutjipto, turun di Halim, sudah dijemput taxi, lalu menembus kemacetan Jakarta untuk wawancara yang less than 10 minutes, lalu udah masuk taxi lagi ke Soekarno Hatta ngejar pesawat ke Jogja. Udah kayak mudik ke Muntilan aja dalam beberapa jam Jogja-Jakarta. Visa pun, entah kenapa juga bikin deg-deg an. Pasalnya memang nominal di tabungan menggelembung di beberapa hari sebelum masukin syarat-syarat. Bisa karena ini ga bisa dilolosin, kata mbak-mbak Santana. Tapi ya Bismillah lah, kalau visa ga keluar, mungkin aku harus ke Bali saja menemani anak-anak Abdidaya.  Anak-anak s...