Ini adalah tahun kedua Nasywa mulai latihan puasa. Anak seumuran dia di Indonesia, pasti sudah tidak masalah puasa sehari penuh selama sebulan, tapi buat Nasywa itu cukup berat. Ada banyak alasan sebenarnya. Tapi yang jelas dan sangat berpengaruh itu karena ga ada temennya.
Untuk anak seusia Nasywa, kegiatan keagamaan yang dilakukan bersama dengan kawan-kawan itu akan terasa lebih menyenangkan. Tak cuma puasa, mengaji pun demikian.
Beberapa tahun lalu saat populasi anak Indonesia di Yamaguchi lumayan banyak, kami ada kelas TPA online sepekan sekali. Sayangnya, mereka, anak-anak itu harus ikut pulang kembali ke tanah air bersama orang tua mereka, bersamaan dengan seleseinya masa studi.
Nasywa pernah juga privat lewat skype dengan salah seorang teman pengajian. Waktu itu di plot waktunya setiap minggu pukul 9 pagi. Sayangnya, kadang Ummi ada acara keluar, atau tidak bisa online sehingga semangat Nasywa belajar mengendur. Akhirnya macet.
Dan dengan tertatih akhirnya dia bisa menyeleseikan iqro' sampai jilid 6. Pernah sudah sampai jilid 5 saya suruh ngulang lagi jilid 1. Dia nangis-nangis punya guru ngaji seperti umminya ini. Dan ya, sekarang sudah baca Qur'an meskipun semalam paling cuma 3 ayat. Bahkan kadang 1 ayat. Alhasil sudah beberapa bulan tapi baru sampai Juz 2.
Lain lagi dengan puasa Ramadhan.
Tahun lalu dia semangat sekali ingin puasa. Dan saya pun senang dengan semangat dia. Apa daya kenyataan di lapangan begitu berat. Puasa saat musim panas itu berarti harus berhadapan dengan jam puasa yang lumayan panjang (17-18 jam), plus udara yang panas di siang hari membuat cepat lapar. Apalagi, tak seperti sekolah SD di Indonesia yang pas Ramadhan jam sekolahnya dikurangi atau bahkan diliburkan, di sini jadwal taiku atau olahraganya sepekan 3 kali ditambah dengan renang sekali. Alhasil, di hari ketiga dia menangis saat dijemput di penitipan "Ummi..aku besok puasanya sekuatku aja ya.." dan ummi tak bisa bilang apa-apa lagi.
Nasywa juga bukan tipe anak yang mempan dengan iming-iming hadiah. Saya bahkan mencontek strategi seorang sahabat yang membuatkan jurnal aktivitas selama Ramadhan dengan ceklis kolom. Jika dia lakukan maka setiap kegiatan akan diberi imbalan 10yen. Total kegiatan sehari ada 10, jadi kalau semua dilakukan dia akan dapat 100yen. Tapi bagi dia, lebih baik ga dapat hadiah daripada kehausan. Mungkin nol nya harus ditambahi kali ya hahaha.
Tahun ini saya coba pakai strategi lain. Selain menekankan bahwa usia Nasywa sudah 8 tahun dan anak seumuran dia harus sudah kuat puasa seharian, saya juga bilang "Yang tahu kekuatan Nasywa itu Nasywa sendiri, ummi kan ga bisa ngerasain gimana yang Nasywa rasakan. Jadi, silahkan Nasywa ukur sendiri kemampuan Nasywa. Diputuskan sendiri apakah mau membatalkann puasa atau mau lanjut sampai sore".
Hari ini dia berniat puasa setengah hari, dari jam 3:18 pagi sampai jam 12 siang. Dia akan ikut makan siang di sekolah lalu melanjutkan puasa lagi. Sepertinya dia mantap dengan pilihan itu, apalagi setelah Nasywa dengar kisah cerita ramadhan pertama ummi dulu.
"Dulu setiap hari pertama puasa, ummi dan teman-teman jalan-jalan pagi sehabis kuliah subuh. lalu pulang dilanjut main di masjid. Main bola bekel, monopoli atau rumah-rumahan. Baru setelah agak siang teman-teman pulang dan masjid sepi, ummi masuk rumah untuk tiduran sambil nunggu Uti pulang dari pasar. Biasanya habis duhur ummi tidur dikeloni Uti. Tapi sekitar jam 2 atau jam 3 ummi sudah mulai berkeringat dingin dan bilang tidak kuat. 'Mae...aku pingin mimik..'. Dan biasanya Uti akan meminta Ummi untuk sabar menunggu, sebentar lagi Ashar dan segera maghrib. Tapi kalau kaki Ummi sudah terlalu dingin, maka Uti akan segera mengambil segelas teh sisa semalam dan ummi minum seteguk, lalu lanjut puasa. Baru sorenya ikut takjilan"
Mendengar cerita itu Nasywa yang semula tersenyum tiba-tiba berkaca-kaca dan memeluk Ummi. Lalu dia bilang "Aku nanti minumnya pas hiru yasumi kan?"
Dek...semua selalu berat di awal. Ummi mu ini dulu juga setiap tahun selalu mengalami syndrom kaki dingin di hari pertama puasa. Jika kau merasa berat hari ini, ummi sudah tahu gimana rasanya. Yakin saja seiring berjalannya waktu, yang berat itu akan terasa ringan.
Untuk anak seusia Nasywa, kegiatan keagamaan yang dilakukan bersama dengan kawan-kawan itu akan terasa lebih menyenangkan. Tak cuma puasa, mengaji pun demikian.
Beberapa tahun lalu saat populasi anak Indonesia di Yamaguchi lumayan banyak, kami ada kelas TPA online sepekan sekali. Sayangnya, mereka, anak-anak itu harus ikut pulang kembali ke tanah air bersama orang tua mereka, bersamaan dengan seleseinya masa studi.
Nasywa pernah juga privat lewat skype dengan salah seorang teman pengajian. Waktu itu di plot waktunya setiap minggu pukul 9 pagi. Sayangnya, kadang Ummi ada acara keluar, atau tidak bisa online sehingga semangat Nasywa belajar mengendur. Akhirnya macet.
Dan dengan tertatih akhirnya dia bisa menyeleseikan iqro' sampai jilid 6. Pernah sudah sampai jilid 5 saya suruh ngulang lagi jilid 1. Dia nangis-nangis punya guru ngaji seperti umminya ini. Dan ya, sekarang sudah baca Qur'an meskipun semalam paling cuma 3 ayat. Bahkan kadang 1 ayat. Alhasil sudah beberapa bulan tapi baru sampai Juz 2.
Lain lagi dengan puasa Ramadhan.
Tahun lalu dia semangat sekali ingin puasa. Dan saya pun senang dengan semangat dia. Apa daya kenyataan di lapangan begitu berat. Puasa saat musim panas itu berarti harus berhadapan dengan jam puasa yang lumayan panjang (17-18 jam), plus udara yang panas di siang hari membuat cepat lapar. Apalagi, tak seperti sekolah SD di Indonesia yang pas Ramadhan jam sekolahnya dikurangi atau bahkan diliburkan, di sini jadwal taiku atau olahraganya sepekan 3 kali ditambah dengan renang sekali. Alhasil, di hari ketiga dia menangis saat dijemput di penitipan "Ummi..aku besok puasanya sekuatku aja ya.." dan ummi tak bisa bilang apa-apa lagi.
Nasywa juga bukan tipe anak yang mempan dengan iming-iming hadiah. Saya bahkan mencontek strategi seorang sahabat yang membuatkan jurnal aktivitas selama Ramadhan dengan ceklis kolom. Jika dia lakukan maka setiap kegiatan akan diberi imbalan 10yen. Total kegiatan sehari ada 10, jadi kalau semua dilakukan dia akan dapat 100yen. Tapi bagi dia, lebih baik ga dapat hadiah daripada kehausan. Mungkin nol nya harus ditambahi kali ya hahaha.
Tahun ini saya coba pakai strategi lain. Selain menekankan bahwa usia Nasywa sudah 8 tahun dan anak seumuran dia harus sudah kuat puasa seharian, saya juga bilang "Yang tahu kekuatan Nasywa itu Nasywa sendiri, ummi kan ga bisa ngerasain gimana yang Nasywa rasakan. Jadi, silahkan Nasywa ukur sendiri kemampuan Nasywa. Diputuskan sendiri apakah mau membatalkann puasa atau mau lanjut sampai sore".
Hari ini dia berniat puasa setengah hari, dari jam 3:18 pagi sampai jam 12 siang. Dia akan ikut makan siang di sekolah lalu melanjutkan puasa lagi. Sepertinya dia mantap dengan pilihan itu, apalagi setelah Nasywa dengar kisah cerita ramadhan pertama ummi dulu.
"Dulu setiap hari pertama puasa, ummi dan teman-teman jalan-jalan pagi sehabis kuliah subuh. lalu pulang dilanjut main di masjid. Main bola bekel, monopoli atau rumah-rumahan. Baru setelah agak siang teman-teman pulang dan masjid sepi, ummi masuk rumah untuk tiduran sambil nunggu Uti pulang dari pasar. Biasanya habis duhur ummi tidur dikeloni Uti. Tapi sekitar jam 2 atau jam 3 ummi sudah mulai berkeringat dingin dan bilang tidak kuat. 'Mae...aku pingin mimik..'. Dan biasanya Uti akan meminta Ummi untuk sabar menunggu, sebentar lagi Ashar dan segera maghrib. Tapi kalau kaki Ummi sudah terlalu dingin, maka Uti akan segera mengambil segelas teh sisa semalam dan ummi minum seteguk, lalu lanjut puasa. Baru sorenya ikut takjilan"
Mendengar cerita itu Nasywa yang semula tersenyum tiba-tiba berkaca-kaca dan memeluk Ummi. Lalu dia bilang "Aku nanti minumnya pas hiru yasumi kan?"
Dek...semua selalu berat di awal. Ummi mu ini dulu juga setiap tahun selalu mengalami syndrom kaki dingin di hari pertama puasa. Jika kau merasa berat hari ini, ummi sudah tahu gimana rasanya. Yakin saja seiring berjalannya waktu, yang berat itu akan terasa ringan.
Comments
Post a Comment