I. Dihukum Mati
Aku sedang melaksanakan tugasku menjaga SD Banyudono II yang saat itu dialihh fungsikan sebagai gudang sekaligus camp tempat orang-orang Amerika tinggal, ketika tiba-tiba dari kejauhan datanglah mobil Van yang cukup besar. Yang menjadi keren adalah, mobil itu tidak dating lewat jalan aspal dari arah Selo, tapi terbang. Aku yang sedang memegang Hp pun mengabadikan moment itu, adanya mobil terbang, sambil membatin dalam hati "Nanti biar abah bias lihat kalau orang Amerika itu hebat, sudah bias bikin mobil terbang"
Entah darimana datangnya, tiba-tiba ada satu monil patrol, yang juga terbang, lewat. Mereka tentu saja melihatku yang sedang terkagum-kagum dengan mobil terbang itu. Aku tak pernah menyangka bahwa kejadian itu akan membuatku dipanggil oleh atasan beberapa detik setelahnya.
Tepatnya aku bukan dipanggil. Tapi diringkus. Tanganku diborgol, dan mulutku disumpal. Bahkan kepalaku ditutup kain hitam. Mereka benar-benar tidak ingin aku tahu isi Camp mereka. Yang aku tahu tiba-tiba aku sudah ada di dalam ruangan dengan tembok warna putih bergelombang dan berlubang-lubang kecil. Ada beberapa orang di sana, beberapa diantaranya orang Amerika yang aku tidak tahu siapa mereka sampai seseorang, yang dari wajahnya seperti orang Indonesia, bilang bahwa mereka itu komandan pasukan di Camp ini.
Mereka bicara sesuatu, bukan pakai bahasa Inggris. Entahlah. Tapi aku paham yang mereka katakana. Mereka bicara tentang betapa tidak bertanggungjawabnya aku saat bertugas. Alih-alih sigap menjaga Camp, yang sebenarnya SD itu, malah sibuk memvideokan mobil terbang. Dan oleh karena itu, aku harus dihukum mati.
Aku tidak bisa mengelak. Karena orang-orang yang tadi berada di mobil Van terbang, ternyata sebuah keluarga dengan dua anak, menjadi saksi dan mengetahui bahwa aku memang merekam kedatangan mereka. Bahkan mereka menambahkan bahwa rekaman itu bisa jadi akan disebarluaskan sehingga semua tau kalau mereka sudah ada di Camp bukan di tempat mereka seharusnya.
Tapi, sebelum eksekusi mati dilakukan, aku meminta izin untuk bertemu Ibuku. Mereka lalu mendatangkan Ibuku ke ruangan itu. Sambil menangis sesenggukan, akupun meminta tolong Ibuku untuk menjaga Nasywa sepeninggalku. Aku sedih sekali mengingat akan pergi meninggalkan Nasywa, dan Nasywa akan menjadi yatim karenanya. Aku benar-benar menangis, membayangkan betapa akan bersedihnya Nasywa ketika tahu Umminya sudah mati duluan.
(Saat aku menceritakan ini pada Nasywa di malam berikutnya, dia menangis tiada henti karena sedih, dan itu bukan mimpi)
II. Dimarahi Mae
Entah darimana datangnya, tiba-tiba Mae sudah ada dihadapanku yang sedang menyapu rumah. Mae bilang, harusnya aku tahu diri. Selama ditinggal pergi, uangku sebaiknya dipinjamkan saja ke Mas Heri, jangan malah di simpan di Bank ga ada untungnya.
Mendengarnya aku menangis. Kenapa akhir-akhir ini seolah-seolah semua hal itu Mas Heri. Bahkan sampai uang hasil aku bekerjapun harus dipinjamkan dia.
(Aku cerita ini ke mba Iti dan dia ketawa ngakak hahaha. Bahkan sampe mimpipun aku masih disuruh ngutangi)
III. Abah dan Nasywa dimakan Ular Naga
Kami sedang main-main di dekat Selo Bendo suatu sore. Di depan sawahnya mbak Lastri sedang banyak polisi berjaga-jaga sambil sesekali main air di sungai. Saat aku sibuk memperhatikan polisi-polisi berpistol laras panjang itu, tiba-tiba Abah dan Nasywa sudah lari jauh ke arah Klatak yang sedang pasang airnya, entah darimana. Dari posisiku berdiri aku bisa melihat jelas di belakang mereka ada ular naga sedang berlari (berenang ??) ke arah mereka sambil membuka mulutnya lebar-lebar. Aku ingin berteriak, tapi tak bisa. Aku kibaskan tanganku memberikan isyarat agar mereka minggi menjauhi air, tapi hampir seluruh bagian jalan sampai sawahnya sudah terendam air. Dan tiba-tiba mereka sudah menghilang.
Ular naga itu masih berlari ke arahku hingga akhirnya aku berteriak sambil menangis meminta tolong kepada para polisi agar menembak ular naga itu sambil bilang kalau suami dan anaku telah dimakan olehnya. Dan para polisi itupun berhasil menembak mati ular naga itu. Mereka membawanya ke pos kampling Bendo. Di sana ular naga itu dipotong jadi beberapa bagian.
Aku masih menangis menghadapi kenyataan abah dan Nasywa dimakan ular naga. Tapi dalam hati aku berharap, mereka masih hidup di dalamnya, seperti Nabi Yunus yang dimakan ikan paus. Dan benar, saat polisi berhasil membuka perut naga itu, abah dan Nasywa masih hidup meskipun lemas karena tak bisa bernafas. Aku bersyukur sekali hingga sujud syukurku kebablasen jadi tengkurap syukur.
(mimpi ini sepertinya diilhami bom Sharinah)
Aku sedang melaksanakan tugasku menjaga SD Banyudono II yang saat itu dialihh fungsikan sebagai gudang sekaligus camp tempat orang-orang Amerika tinggal, ketika tiba-tiba dari kejauhan datanglah mobil Van yang cukup besar. Yang menjadi keren adalah, mobil itu tidak dating lewat jalan aspal dari arah Selo, tapi terbang. Aku yang sedang memegang Hp pun mengabadikan moment itu, adanya mobil terbang, sambil membatin dalam hati "Nanti biar abah bias lihat kalau orang Amerika itu hebat, sudah bias bikin mobil terbang"
Entah darimana datangnya, tiba-tiba ada satu monil patrol, yang juga terbang, lewat. Mereka tentu saja melihatku yang sedang terkagum-kagum dengan mobil terbang itu. Aku tak pernah menyangka bahwa kejadian itu akan membuatku dipanggil oleh atasan beberapa detik setelahnya.
Tepatnya aku bukan dipanggil. Tapi diringkus. Tanganku diborgol, dan mulutku disumpal. Bahkan kepalaku ditutup kain hitam. Mereka benar-benar tidak ingin aku tahu isi Camp mereka. Yang aku tahu tiba-tiba aku sudah ada di dalam ruangan dengan tembok warna putih bergelombang dan berlubang-lubang kecil. Ada beberapa orang di sana, beberapa diantaranya orang Amerika yang aku tidak tahu siapa mereka sampai seseorang, yang dari wajahnya seperti orang Indonesia, bilang bahwa mereka itu komandan pasukan di Camp ini.
Mereka bicara sesuatu, bukan pakai bahasa Inggris. Entahlah. Tapi aku paham yang mereka katakana. Mereka bicara tentang betapa tidak bertanggungjawabnya aku saat bertugas. Alih-alih sigap menjaga Camp, yang sebenarnya SD itu, malah sibuk memvideokan mobil terbang. Dan oleh karena itu, aku harus dihukum mati.
Aku tidak bisa mengelak. Karena orang-orang yang tadi berada di mobil Van terbang, ternyata sebuah keluarga dengan dua anak, menjadi saksi dan mengetahui bahwa aku memang merekam kedatangan mereka. Bahkan mereka menambahkan bahwa rekaman itu bisa jadi akan disebarluaskan sehingga semua tau kalau mereka sudah ada di Camp bukan di tempat mereka seharusnya.
Tapi, sebelum eksekusi mati dilakukan, aku meminta izin untuk bertemu Ibuku. Mereka lalu mendatangkan Ibuku ke ruangan itu. Sambil menangis sesenggukan, akupun meminta tolong Ibuku untuk menjaga Nasywa sepeninggalku. Aku sedih sekali mengingat akan pergi meninggalkan Nasywa, dan Nasywa akan menjadi yatim karenanya. Aku benar-benar menangis, membayangkan betapa akan bersedihnya Nasywa ketika tahu Umminya sudah mati duluan.
(Saat aku menceritakan ini pada Nasywa di malam berikutnya, dia menangis tiada henti karena sedih, dan itu bukan mimpi)
II. Dimarahi Mae
Entah darimana datangnya, tiba-tiba Mae sudah ada dihadapanku yang sedang menyapu rumah. Mae bilang, harusnya aku tahu diri. Selama ditinggal pergi, uangku sebaiknya dipinjamkan saja ke Mas Heri, jangan malah di simpan di Bank ga ada untungnya.
Mendengarnya aku menangis. Kenapa akhir-akhir ini seolah-seolah semua hal itu Mas Heri. Bahkan sampai uang hasil aku bekerjapun harus dipinjamkan dia.
(Aku cerita ini ke mba Iti dan dia ketawa ngakak hahaha. Bahkan sampe mimpipun aku masih disuruh ngutangi)
III. Abah dan Nasywa dimakan Ular Naga
Kami sedang main-main di dekat Selo Bendo suatu sore. Di depan sawahnya mbak Lastri sedang banyak polisi berjaga-jaga sambil sesekali main air di sungai. Saat aku sibuk memperhatikan polisi-polisi berpistol laras panjang itu, tiba-tiba Abah dan Nasywa sudah lari jauh ke arah Klatak yang sedang pasang airnya, entah darimana. Dari posisiku berdiri aku bisa melihat jelas di belakang mereka ada ular naga sedang berlari (berenang ??) ke arah mereka sambil membuka mulutnya lebar-lebar. Aku ingin berteriak, tapi tak bisa. Aku kibaskan tanganku memberikan isyarat agar mereka minggi menjauhi air, tapi hampir seluruh bagian jalan sampai sawahnya sudah terendam air. Dan tiba-tiba mereka sudah menghilang.
Ular naga itu masih berlari ke arahku hingga akhirnya aku berteriak sambil menangis meminta tolong kepada para polisi agar menembak ular naga itu sambil bilang kalau suami dan anaku telah dimakan olehnya. Dan para polisi itupun berhasil menembak mati ular naga itu. Mereka membawanya ke pos kampling Bendo. Di sana ular naga itu dipotong jadi beberapa bagian.
Aku masih menangis menghadapi kenyataan abah dan Nasywa dimakan ular naga. Tapi dalam hati aku berharap, mereka masih hidup di dalamnya, seperti Nabi Yunus yang dimakan ikan paus. Dan benar, saat polisi berhasil membuka perut naga itu, abah dan Nasywa masih hidup meskipun lemas karena tak bisa bernafas. Aku bersyukur sekali hingga sujud syukurku kebablasen jadi tengkurap syukur.
(mimpi ini sepertinya diilhami bom Sharinah)
Comments
Post a Comment