Skip to main content

White Day

"Eh, 3 gatsu 14 niche itu waito day ya Ummi?" tanyanya pada suatu malam. Kalau ditranslete ke dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, kira kira begini pertanyaan gadis kecil itu : "Eh, tanggal 14 Maret itu White Day ya Ummi?". Bukan kebetulan dia bicara begitu. Karena waktu itu dia sedang sibuk mengisi (untuk mengganti kata mencoret-coret) diarynya, dan ada keterangan itu di tanggal 14 nanti.

"Emang waito day itu apa?" Tanya saya balik. Lho, saya emang baru ngeh kalau ada white day. Kalau green day atau hari lingkungan hidup memang ada di Jepang, dan biasanya kami libur. Tapi white day? kok malah dia yang tahu duluan?

"Waito day itu kan ummi, kan kalau barentin day yang onnanoko kasih cokoreto ke otokonoko. Kalau waito day, yang otokonoko kaish cokoreto ke ononoko. Hantainya"

Anda mengerti dan paham dengan keteranganya? Perlu ditransletin? Dibikin kesimpulannya aja ya... Jadi, white day itu the opposite term untuk valentine day. Kalau di valentine day, si cewek ngasih coklat ke cowok, nah di white day ini giliran cowok yang ngasi coklat ke cewek.

Lho, kok malah ndomblong? Kalian kebalik ya? hahaha Yah elaaah, udah rebut sebulan lebih, masih salah lagi.

Any way, white day emang ga popular di Negara barat. Dia cuma popular di seputaran cewek dan cowok sipit aja. Alias yah, seputaran Jepang, China, Korea. Dan barang yang dikasih ga harus coklat lho. Bisa juga senbei alias kue kering. Bisa juga marshmallow, baju, dan juga perhiasan.

Menurut sejarahnya, white day pertama kali diperkenalkan oleh National Confectionery Industry Association di tahun 1978, sebagai sebuah hari membalas budi karena sebulan lalu, pas valentine, cowok-cowok dapet coklat dari cewek-cewek.

Jadi ingat sebulan lalu pas valentine. Temen satu ruangan, cowok, dia anak S3 juga seangkatan sama aku, tapi beda sensei, dapet coklat dari adek-adek kelasnya yang cewek. Yang bikin geli itu cara ngasihnya. Si adek kelas cewek ngetok pintu ruangan kami, malu-malu masuk sambil bawa sekerdus kecil coklat,  trus bilang "Senpai, mau coklat yang mana?" hihihi. Temenku akhirnya milih satu bungkus coklat dan bilang makasih dengan muka datar.

Kembali ke waito day (kalau kata Nasywa).
Di took-took sekarang mulai dipajang coklat-coklat putih di bagian depan etalase. Senbei lucu-lucu juga. Secara emang anak-anak SMP gitu biasanya yang pada beli.

Ini industri kawan. Di dua event ini lah industri coklat berusaha meraup untuk sebanyak-banyaknya. Maka jangan heran jika kampanyenya massif. Di Negara ini memang yang bekerja itu dunia industrinya. Mau itu natal, tahun baru, valentine, semua dianggap momentum tepat untuk menjual produk. Jauuuuuh dari kata melaksanakan ajaran agama. Bagi mereka ini budaya, ga ada sangkut pautnya sama agama. They have their own religion. Mereka senang aja dengan kelip lampu warna warni. Hiasan aneka rupa. Coklat lucu-lucu. Its purely economics things. Not more nothing less.

Jadi, sekarang sudah pada tahu kan, ada satu hari lagi yang bisa diributkan bulan ini? hehehe

Comments

Popular posts from this blog

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 2]

      Oke kita lanjut ya 👉     Kalau di part 1 kita beranjangsana ke negara tetangga, di part 2 ini kita mau menengok tetangga agak jauh. Duh, bukan agak lagi ya, ini emang jauh banget. Ini kayaknya penerbangan terlama sepanjang sejarang penerbangan yang pernah ku lalui. Kalau ke Jepang itu cuma maksimal 7 jam, ini untuk sampai di transit pertama butuh waktu 9,5 jam, lalu lanjut penerbangan 4 jam lagi. Ke manakah kita? eh Aku? 😅 4. Turki (Bursa dan Istanbul)     Agak penasaran sama negara ini karena salah satu temen brainstorming (a.k.a ghibah 😂) sering banget ke sini. Ditambah lagi dengan cerita-cerita dan berita-berita yang bilang negara ini tu kayak Jepang versi Islamnya, jadilah pas ada paket ke Turki lanjut Umroh kita mutusin buat ikutan. Datang di musim gugur dengan suhu galau yang ga dingin-dingin amat tapi kalau ga pake jaket tetep dingin dan -kaum manula ini- takut masuk angin, membuat kami memutuskan pakai jaket tipis-tipis saja. Dan ben...

Pentingnya Memvalidasi Perasaan

  Salah satu sudut Aston University di Birmingham Hei Apa kabar Hati? Pergi jauh lagi, untuk waktu yang juga tidak sebentar, entah kenapa akhir-akhir ini rasanya lebih berat. Entah, aku sendiri bingung mendefinisikan ini tu rasa apa gitu. Sulit sekali memvalidasi apakah ini sedih? takut? rindu? atau apa?! Aku bingung, sebab betapa excitednya pas harus ngurus visa waktu itu. Mengejar pesawat iwir-iwir dari Adi Sutjipto, turun di Halim, sudah dijemput taxi, lalu menembus kemacetan Jakarta untuk wawancara yang less than 10 minutes, lalu udah masuk taxi lagi ke Soekarno Hatta ngejar pesawat ke Jogja. Udah kayak mudik ke Muntilan aja dalam beberapa jam Jogja-Jakarta. Visa pun, entah kenapa juga bikin deg-deg an. Pasalnya memang nominal di tabungan menggelembung di beberapa hari sebelum masukin syarat-syarat. Bisa karena ini ga bisa dilolosin, kata mbak-mbak Santana. Tapi ya Bismillah lah, kalau visa ga keluar, mungkin aku harus ke Bali saja menemani anak-anak Abdidaya.  Anak-anak s...

Sekoteng Hati

  Aku sedang mencari tempat yang tepat untuk menikmati segelas sekoteng ini. Tempat yang sejuk, silir, dan sunyi. Tempat yang aman dari pandangan aneh orang saat melihatku melamun sambil nyruput sekoteng ini. Tentu saja juga tempat yang aman dari wira wiri jin keganjenan yang mungkin saja ingin merasukiku karena aku kebanyakan melamun. Aku sedang mencari tempat seperti itu. Aku juga sedang mencari teman, yang di pelukannya aku bisa menangis sepuasku. Jikapun dia merasa malu, maka menangis di pundaknya pun bagiku sudah cukup. Atau, biarkan aku menangis dan dia cukup memandangiku sambil sesekali ngecek updatean statusnya. Aku tak peduli. Karena aku cuma tak ingin menangis sendirian. Aku ingin ada yang tahu aku sedang pilu. Aku sedang mencari teman seperti itu. Atau mungkin, Akhirnya aku harus menjatuhkan pilihanku pada sekoteng ini. Biar cuma dia saja yang tahu aku sedang ingin memangis. Mungkin air mataku bisa menambah cita rasanya yang kemanisan. Atau...