Skip to main content

Nasywa Naik Kelas, Ummi dapat Uang Sisa

Tanggal 25 Maret kemarin, adalah hari terakhir Nasywa di kelas 1. Setahun sudah terlewati dengan segala suka dukanya. Aslinya lebih banyak sukanya sih daripada dukanya. Alhamdulillaaah. Fase tergalau yang dihadapi adalah ketika Nasywa sakit. Karena otomatis dia ga sekolah dan Ummi ga bisa ke kampus. Kalau Ummi sakit, Nasywa masih tetep sekolah, dan dia cukup sabar dengan kondisi Ummi yg cuma tidur-tiduran aja. Nasywa memang sudah lebih mandiri sekarang. Bahkan lebih senang pulang sekolah langsung ke rumah daripada harus ke penitipan. Akhirnya diambil keputusan bersama, kalau hari hujan, dia akan langsung pulang ke rumah. Kalau hari cerah, dia akan ke penitipan. Itupun kalau dia ga ada les piano dan bahasa Inggris.

Tanggal 8 April minggu depan, dia akan mulai masuk ke kelas 2. Saya jadi terkenang dengan memori kenaikan kelas saya dulu yang diiringi kegiatan pergi ke took untuk beli seragam baru, pergi ke toko buku beli buku baru dan seperangkat alat tulisnya. Tak lupa tas dan sepatu baru pun ikut dibelikan Mae. Beruntunglah saya yang bisa menikmati masa-masa kejayaan Mae kala itu. Buku dong ga pernah pakai sinar dunia, pasti KIKI punya. Eh ternyata KIKI itu punya bapaknya Dek Rio ya? pembalap FI itu lho... Alhamdulillah, jadi saya ikut menyumbang demi kesuksesan dia sekarang :P

Itu saya....

Nah, kalau Nasywa, beda lagi.

Naik ke kelas 2 nanti saya cuma membelikan uwagutsu alias sepatu dalam ruangan untuk di sekolah. Anak sekolah di sini memang harus membawa uwagutsu setiap hari senin dan dibawa pulang di hari Jumat untuk dicuci. Itu beli uwagutsu baru juga karena uwagutsu lama udah kekecilan plus warnanya udah ga bisa dibilang putih. Item muda lebih tepatnya. Aduh Dek...siapa sih yang nyuci uwagutsu mu? Dan mesin cuci pun mengangkat tangan hahaha. Emaknya males sikat-sikat. Ya sudah serahkan pada si mesin yang rajin mencuci.

Saya sebenernya sempet gamang gitu. Ini naik kelas apa ga harus beli buku ya? Buku tulis lah minimal. Kokugo no notto atau buku menulis biasa, sansu no notto atau buku tulis untuk matematika, dan lain-lain. Tapi...setelah kemarin ketemu Senseinya dan bertanya,  ternyata emang semua itu sudah disediakan sekolah. Yah paling banter beli pinsil aja katanya. Secara juga penggaris masih utuh ya setahun dipake ga kemudian berkurang sentiannya hihii. Penghapus juga separo aja ga habis dipake tiap hari buat menghapus kesalahan yang sudah diperbuat. Itu kotak pinsil dengan segala bentuk dan model masih jadi koleksi abadi anak cewek satu ini. So, pinsil 2B satu box is more than enough!! *elus dompet

Emang ga butuh seragam baru?
Seragam lama masih bagus, masih muat. Kalaupun yang itu kekecilan, seragam warisan dari anaknya temen-temen yang sudah balik ke Indonesia juga sudah ada.*emak pelit

Trus sepatunya ga ganti juga?
Dia ga minta, masa sih saya mau maksa... *bijaksana

Tas gimana tas? ga ganti juga?
Pak, Buk...randoseru yang setahun lalu dibeli itu masih utuh tu ga lecet...masak saya mau mengajarkan pemborosan dengan membeli barang baru padahal barang lama masih bisa dipakai? *ambil kaca, refleksi diri

Tapi tapi tapi.... *gaya Indra Paoeng

Hari senin pagi Ummi sempet dapet telpon dari Mori Sensei. Senseinya Nasywa waktu kelas 1. Kaget aja gitu, takutnya Nasywa kurang apa atau kenapa. Eh ternyata Ummi disuruh ke sekolah buat ambil uang sisa beasiswa.

Whatt??!!! Beasiswa sisa trus dikembalikan??!! Kenapa ga ditilep sekolah aja???!!!



Yoi Jek!! Ini Jepang ya...bukan Negara gw tercinta. Di sini, beasiswa pendidikan itu diberikan oleh masing-masing Dinas Pendidikan di masing-masing kota. Contohnya di Yamaguchi, kantornya ada di deket gedung NHK. Sekitar 15 menit naik sepeda dari rumah tanpa gangguan angin kencang ya. Beasiswa ini totalnya 100.180 Yen. Kalau dirupiahin sekitar 10 juta sekian. Buanyaak ya ternyata!!
Dari total segitu, dipake untuk buku, trip, kegiatan lain, makan, dll dkk dsb selama setahun dan bersisa 35.518 Yen. Alhamdulillah....haha.

Dan karena itu sudah hak nya Nasywa (dan Ummi nya tentu saja) maka dikembalikan lah kepada yang berhak. Secara memang selama ini uang itu langsung disalurkan ke sekolah. Sebenernya ada dua pilihan ya Ibu-ibu, mau ditransfer ke rekening kita pribadi apa ke sekolah. Dan saya milih dong ke sekolah, takut aja itu uang beasiswa kepake buat blanja dagangan. Kan namanya penyimpangan. Betul??!

Laporan seperti ini dilakukan setiap akhir caturwulan. Ga mudeng juga saya, secara semua tulisan Kanji. Dan ga kepikiran bakal terima kembalian sisa lho. Rezeki emang g kemana yah...

Trus itu jadi hak Nasywa apa Umminya??

Emm.... emm... berhubung Nasywa masih belum cukup dewasa untuk mengatur keuangan, maka demi menjaga keamanan uang itu biarlah Ummi pergunakan dengan bijaksana dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.... *buka amazon.jp



Yamaguchi, 30 Maret 2016

Comments

Popular posts from this blog

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 2]

      Oke kita lanjut ya 👉     Kalau di part 1 kita beranjangsana ke negara tetangga, di part 2 ini kita mau menengok tetangga agak jauh. Duh, bukan agak lagi ya, ini emang jauh banget. Ini kayaknya penerbangan terlama sepanjang sejarang penerbangan yang pernah ku lalui. Kalau ke Jepang itu cuma maksimal 7 jam, ini untuk sampai di transit pertama butuh waktu 9,5 jam, lalu lanjut penerbangan 4 jam lagi. Ke manakah kita? eh Aku? 😅 4. Turki (Bursa dan Istanbul)     Agak penasaran sama negara ini karena salah satu temen brainstorming (a.k.a ghibah 😂) sering banget ke sini. Ditambah lagi dengan cerita-cerita dan berita-berita yang bilang negara ini tu kayak Jepang versi Islamnya, jadilah pas ada paket ke Turki lanjut Umroh kita mutusin buat ikutan. Datang di musim gugur dengan suhu galau yang ga dingin-dingin amat tapi kalau ga pake jaket tetep dingin dan -kaum manula ini- takut masuk angin, membuat kami memutuskan pakai jaket tipis-tipis saja. Dan ben...

Pentingnya Memvalidasi Perasaan

  Salah satu sudut Aston University di Birmingham Hei Apa kabar Hati? Pergi jauh lagi, untuk waktu yang juga tidak sebentar, entah kenapa akhir-akhir ini rasanya lebih berat. Entah, aku sendiri bingung mendefinisikan ini tu rasa apa gitu. Sulit sekali memvalidasi apakah ini sedih? takut? rindu? atau apa?! Aku bingung, sebab betapa excitednya pas harus ngurus visa waktu itu. Mengejar pesawat iwir-iwir dari Adi Sutjipto, turun di Halim, sudah dijemput taxi, lalu menembus kemacetan Jakarta untuk wawancara yang less than 10 minutes, lalu udah masuk taxi lagi ke Soekarno Hatta ngejar pesawat ke Jogja. Udah kayak mudik ke Muntilan aja dalam beberapa jam Jogja-Jakarta. Visa pun, entah kenapa juga bikin deg-deg an. Pasalnya memang nominal di tabungan menggelembung di beberapa hari sebelum masukin syarat-syarat. Bisa karena ini ga bisa dilolosin, kata mbak-mbak Santana. Tapi ya Bismillah lah, kalau visa ga keluar, mungkin aku harus ke Bali saja menemani anak-anak Abdidaya.  Anak-anak s...

Sekoteng Hati

  Aku sedang mencari tempat yang tepat untuk menikmati segelas sekoteng ini. Tempat yang sejuk, silir, dan sunyi. Tempat yang aman dari pandangan aneh orang saat melihatku melamun sambil nyruput sekoteng ini. Tentu saja juga tempat yang aman dari wira wiri jin keganjenan yang mungkin saja ingin merasukiku karena aku kebanyakan melamun. Aku sedang mencari tempat seperti itu. Aku juga sedang mencari teman, yang di pelukannya aku bisa menangis sepuasku. Jikapun dia merasa malu, maka menangis di pundaknya pun bagiku sudah cukup. Atau, biarkan aku menangis dan dia cukup memandangiku sambil sesekali ngecek updatean statusnya. Aku tak peduli. Karena aku cuma tak ingin menangis sendirian. Aku ingin ada yang tahu aku sedang pilu. Aku sedang mencari teman seperti itu. Atau mungkin, Akhirnya aku harus menjatuhkan pilihanku pada sekoteng ini. Biar cuma dia saja yang tahu aku sedang ingin memangis. Mungkin air mataku bisa menambah cita rasanya yang kemanisan. Atau...