Skip to main content

Ketika Akhirnya Memilih untuk Berhenti

Hidup itu perjalanan. Ada juga yang bilang, hidup itu persinggahan. Sayangnya, kata 'Singgah' itu menurut KBBI online artinya 'berhenti sebentar di suatu tempat ketika dalam perjalanan'. Ingat, ada kata 'berhenti' di situ, so it means ga ngapa-ngapain. Jadi, bagiku, hidup itu perjalanan. Sebuah perjalanan panjang yang dibagi beberapa seasons besar, setiap season dibagi beberapa episode kecil lain yang kesemuanya saling berkaitan menjadikan hukum sebab akibat berlaku. Kalau kau berlaku buruk di episode lalu, boleh jadi episode selanjutnya keburukan akan menghampiri mu. Demikian juga sebaliknya.

Dan saat ini, aku, Nasywa, Abah, sedang menjalani episode "I love you, but we can not be together". Sekolah, jauh pergi meninggalkan keluarga, suami, Ibu, kakak, adek...semuanya. Cuma dengan Nasywa aja.

Potongan lebih kecilnya, ya sekolah itu. Sekolah ini seperti pekerjaan buatku. Aku menyukainya, plus menggerutuinya dalam waktu yang sama. Oh yeah, its a hard work indeed. Kalau ada Ibu-ibu yang sudah  berumur jauh diatasku, dan ambil S3 di LN, aku salut banget. Bener-bener kerja otak, kerja fisik, kerja hati dalam satu waktu. Its not easy at all. Sayangnya banyak  yang hanya melihat dari satu lobang kecil saja. Membuat semuanya jadi kabur.

Sekarang aku sedang dalam fase  menulis. Menulis paper, menulis abstrak untuk gakkai (seminar), menulis laporan untuk dipresentasikan di depan perusahaan rekanan pak Guru. Dan untuk bisa menulis, menulis apapun ya, kamu harus baca dulu. Baca yang banyak baru bisa menulis banyak. Dan aku, lebih cepat capek kalau seharian duduk di depan laptop, membaca dan menulis, ketimbang kerja Lab yang moving kesana kemari.

Dan aku, sudah beberapa minggu ini berasa capek, pingin berhenti sebentaaar saja.

Tapi, setiap keinginan berhenti itu muncul, aku selalu bergegas ganti baju, pake jaket, berangkat ke kampus. Biasanya, keistiqomahan melawan rasa malas itu berbuah manis. Aku bisa nulis 1-2 paragraph dengan kalimat yang rapi dan baik. Tapi ga jarang pula kadang tetep secara real kelihatan ga dapat apa-apa. Ga dapet nulis, mbaca juga ga mudeng isinya.

Dan kemarin, aku memutuskan, aku hendak berhenti sejenak.

Kebetulan hari hujan. Dan aku malas berhujan-hujanan. Maka setelah Nasywa berangkat aku ambil slimut. Tidur lagi, baru bangun jam 10. Maunya segera ganti baju, ke kampus. Tapi masih hujan sodara-sodara. Jadinya aku buka Hp, kirim LINE ke temen se ruangan. Aku ga berangkat kataku.

Lha ngapain aja seharian kemarin?

Lipet-lipet baju. Mrospek dagangan kain. Upload-pload dagangan. Masak. Makan. Tidur lagi. Dan, yang tidak ketinggalan nonton drama korea hahaha (muka manis tapi jahat)

Dan sekarang....saya sudah kembali lagi di depan laptop. Kali ini untuk meninggalkan jejak saya menulis dulu lah....

Yamaguchi, March 10th 2016

Comments

  1. salam kenal bu...sya senang membaca postingan di blog ibu..bisa menambah pengetahuan dan wawadan buat sya...oh ya..sya dlu salah satu mahasiswi PKs pgsd bimbingan Bapak...beliau yg slalu memotivasi untuk mengerjakan skripsi meskipun paginya saya harus mengajar dulu. Sukses selalu bu..semoga Bu Aeni dan mb Nasywa selalu sehat disana.. :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih sudah mampir mbak Safitri... Salam kenal ya..sukses selalu. Aamiin, terimakasih doanya selalu untuk kami.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 2]

      Oke kita lanjut ya 👉     Kalau di part 1 kita beranjangsana ke negara tetangga, di part 2 ini kita mau menengok tetangga agak jauh. Duh, bukan agak lagi ya, ini emang jauh banget. Ini kayaknya penerbangan terlama sepanjang sejarang penerbangan yang pernah ku lalui. Kalau ke Jepang itu cuma maksimal 7 jam, ini untuk sampai di transit pertama butuh waktu 9,5 jam, lalu lanjut penerbangan 4 jam lagi. Ke manakah kita? eh Aku? 😅 4. Turki (Bursa dan Istanbul)     Agak penasaran sama negara ini karena salah satu temen brainstorming (a.k.a ghibah 😂) sering banget ke sini. Ditambah lagi dengan cerita-cerita dan berita-berita yang bilang negara ini tu kayak Jepang versi Islamnya, jadilah pas ada paket ke Turki lanjut Umroh kita mutusin buat ikutan. Datang di musim gugur dengan suhu galau yang ga dingin-dingin amat tapi kalau ga pake jaket tetep dingin dan -kaum manula ini- takut masuk angin, membuat kami memutuskan pakai jaket tipis-tipis saja. Dan ben...

Pentingnya Memvalidasi Perasaan

  Salah satu sudut Aston University di Birmingham Hei Apa kabar Hati? Pergi jauh lagi, untuk waktu yang juga tidak sebentar, entah kenapa akhir-akhir ini rasanya lebih berat. Entah, aku sendiri bingung mendefinisikan ini tu rasa apa gitu. Sulit sekali memvalidasi apakah ini sedih? takut? rindu? atau apa?! Aku bingung, sebab betapa excitednya pas harus ngurus visa waktu itu. Mengejar pesawat iwir-iwir dari Adi Sutjipto, turun di Halim, sudah dijemput taxi, lalu menembus kemacetan Jakarta untuk wawancara yang less than 10 minutes, lalu udah masuk taxi lagi ke Soekarno Hatta ngejar pesawat ke Jogja. Udah kayak mudik ke Muntilan aja dalam beberapa jam Jogja-Jakarta. Visa pun, entah kenapa juga bikin deg-deg an. Pasalnya memang nominal di tabungan menggelembung di beberapa hari sebelum masukin syarat-syarat. Bisa karena ini ga bisa dilolosin, kata mbak-mbak Santana. Tapi ya Bismillah lah, kalau visa ga keluar, mungkin aku harus ke Bali saja menemani anak-anak Abdidaya.  Anak-anak s...

Sekoteng Hati

  Aku sedang mencari tempat yang tepat untuk menikmati segelas sekoteng ini. Tempat yang sejuk, silir, dan sunyi. Tempat yang aman dari pandangan aneh orang saat melihatku melamun sambil nyruput sekoteng ini. Tentu saja juga tempat yang aman dari wira wiri jin keganjenan yang mungkin saja ingin merasukiku karena aku kebanyakan melamun. Aku sedang mencari tempat seperti itu. Aku juga sedang mencari teman, yang di pelukannya aku bisa menangis sepuasku. Jikapun dia merasa malu, maka menangis di pundaknya pun bagiku sudah cukup. Atau, biarkan aku menangis dan dia cukup memandangiku sambil sesekali ngecek updatean statusnya. Aku tak peduli. Karena aku cuma tak ingin menangis sendirian. Aku ingin ada yang tahu aku sedang pilu. Aku sedang mencari teman seperti itu. Atau mungkin, Akhirnya aku harus menjatuhkan pilihanku pada sekoteng ini. Biar cuma dia saja yang tahu aku sedang ingin memangis. Mungkin air mataku bisa menambah cita rasanya yang kemanisan. Atau...