Setiap anak, atau bahkan kita, selalu punya kisahnya sendiri, apalagi kalau sudah bertema hari pertama sekolah. Hari pertama sekolah TK saya dulu diwarnai dengan rasa cemas dan takut ditinggal. Oleh karena sebab itulah maka, selama beberapa jam sekolah itu, wajah Mae harus selalu nempel di jendela kaca TK Pertiwi Pasar Talun. Dan ternyata kebiasaan itu tidak berbubah bahkan setelah beberapa minggu sekolah. Padahal satu-satunya alasan kenapa aku harus sekolah di TK deket pasar adalah karena dengan begitu Mae bisa tenang berjualan. Namun yang terjadi justru membuat hari-hari Mae terasa lebih berat karena saya.
Hari pertama sekolah SD tidak terlalu berkesan. Karena TK kedua tempat saya belajar lokasinya sama dengan SD-nya, SD Banyudono II Dukun. Yah, saat mulai masuk TK besar, Mae memindahkans aya ke TK ABA Banyudono Dukun yang letaknya satu lokal dengan SD Banyudono. Proses hari pertamanya terbilang cukup lancar karena saya berangkat sekolah dengan tetangga sebaya. Punya teman dekat, ternyata sangat membantu proses mudahnya adaptasi, terutama untuk anak seperti saya yang pemalu. Lho...ga percaya, saya dulu pemalu....
Hari pertama sekolah di SMP juga ga diantar. Mae sibuk dengan karirnya. Saya berangkat jalan kaki dari rumah jam 6 pagi barengan sama Iyah dan Endang. Dari rumah sampai ke jalan raya yang berjarang 1,5 km itu kami membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Hebat bukan? ga kerasa juga karena banyak temannya. Apalagi, setelah 7 tahun sekolah g ada proses naik mobil angkutan, sekarang kami bisa berlagak gaya naik angkutan umum plus pake seragam putih biru. Jyaan...luntur sudah ke-ndeso-an kami kala itu. Anak udik kampung yang jalannya batu semua gitu sekolahnya keren, di Muntilan. Tepatnya di MTs Muhammadiyah II Muntilan, Kauman. Sekolah yang dipilih oleh Mae setelahs aya menolak usulan beliau untuk saya mondok ke Assalam Temanggung atau Assalaam Solo. Oh tidaaaak... mending sekolah di MTs ga paporit begitu daripada harus mondok dan pisah sama Mae. Saya kan pemalu, plus penakut....kala itu.
Dulu...hari pertama masuk sekolah SMP atau SMA itu ada ujiannya Bro, Sist. Ujian penataran P4. Pertanyaannya seputar UUD-45, Pancasila dan pemahaman-pemahaman cinat tanah air, butir-butir, pasal-pasal, ayat-ayat cinta. Saya ga pernah kepikiran apa-apa juga waktu itu. Selama seminggu penataran P4 dan sedikit perkenalan dengan lingkungan sekolah, ternyata di akhir penataran saya dapat kejutan. Kejutan istimewa yang mengokohkan posisi saya dan merubah seluruh kisah perjalan sekolah menengah pertama saya. Yup...saya dapat nilai tertinggi ujian penataran P4!!. Sebuah prestasi yang unbelievable, dan amat sangat beyond imagination. Saya ingat betul siang itu waktu upacara penutupan penataran P4 di lapangan sekolah dimana anak SMP dan MTs digabungkan, saya posisinya sedang nggambar-nggambarin lantai lapangan pakai jari sambil dengerin ceramah pak Fahrur. Lalu, tiba-tiba saya seperti mendengar ada nama "Nur Aeni Ariyanti" dipanggil dengan predikat nilai tertinggi tes penataran P4. Saya lho yang lugu ini cuma mbatin "woh..jebul jenengku ono sik ngembari ig, asem tenan". Lalu nama itu disebut lagi dengan embel-embel kelas MTs. "Woh...jebul sak kelas ro aku" hahaha. Belum selesei saya ter-woh yang kedua, mendadak pak guru Matematika SMP, adduh saya lupa namanya, mendekati saya dan melihat ke papan nama yang saya kenakan, lalu beliau bilang "Itu namamu dipanggil, ayo maju". Lalu saya pun ter-woh yang ketiga "woh, kok aku?". Tak ada yang tahu kalau saya maju ke depan itu sambil setengah tidak percaya. Dari sekian ratus murid SMP dan MTs Muhammadiyah Kauman Muntilan, lho kok bisa nilai saya paling tinggi....
Daaan..meskipun itu terjadi bukan di hari pertama sekolah tapi di pekan pertama sekolah, ternyata mempunyai efek yang lumayan besar untuk membuat saya termotifasi belajar. Saya jadi lebih PD juga ketika setiap pagi masuk ke gerbang sekolah dan harus melewati deretan kelas SMP yang jauuuuh lebih keren daripada kelas MTS yang cuma 3 lokal dan letaknya paling belakang. Wajah dan nama saya juga sudah secara otomatis diingat oleh para guru SMP dan MTs, jadi berasa selebiritis. Dan sudah manjadi hal yang lumrah, guru akan lebih perhatian dan sayang pada anak yang 'kelihatan' lebih pintar, Kenapa saya pakai 'kelihatan'? Ya karena sebennarnya, di kelas saya ada satu lagi yang saay yakin dia lebih pintar, namanya Doddy Roy Ramelan. Anaknya kecil pendek. Tulisannya baguuus...saya kalah jauh lah. Catatannya rajin. Kalau penerimaan raport, nilai saya dan dia paling terpaut 0,5 hahaha. Saya cuma lebih tinggi 0,5 lho. Kadang saya pikir itu akal-akalan guru wali kelas saja yang ingin menjaga nama baik dan reputasi saya biar selalu nomor 1. Lha mosok beda kok setengah. Kan gimanaaa gitu...
Beda saya, beda pula dengan Nasywa.
Nasywa yang umurnya baru akan 8 tahun nanti akhir Juli ini, sudah mengalami hari pertama sekolah 7 kali!!. Bukan karena setiap tahun pindah sekolah, tapi lebih menyedihkan dari itu, ada yang hari pertama sekolahnya adalah hari terakhir dia sekolah di tempat itu. Alasannya karena saat saya datang menjemput, dia dalam posisi menangis dan tidak ada seorangpun yang menenangkannya. Dia didudukkan di kursi tinggi dan menangis kencang membuat hati saya hancur melihatnya. Dan saat itu pula saya putuskan dia ga akan lagi sekolah di situ.
Yang paling berkesan adalah hari pertama sekolah di Youmenohoshi Hoikuen, sekolah pertamanya ketika pindah ke Jepang. Dia, yang beberapa hari sebelumnya sudah diajak melihat sekolahannya, berangkat sekolah dengan tanpa tangisan, bahkan terlihat sangat bersemangat. Dia seperti sudah membayangkan betapa menyenangkannya sekolah di sana. Ummi dan Abah meninggalkannya dengan perasaan lega karena tidak ada drama tangisan dan rengekan. Namun, ternyata semua itu hanya drama yang tertunda. Hari-hari hingga minggu-minggu berikutnya adalah drama tragedi. Sejak bangun pagi sudah rewe, tidak mau sekolah, bilang sekolahnya tidak bagus, dan sebagainya. Padahal kalau sekarang saya coba memahami, Nasywa sepertinya hanya mengalami kebingungan bahasa. Ya gimana sih, dia ga ngerti gurunya ngomong apa, temennya ngomong apa, berasa hidup di planet lain. Pasti tertekan sekali. Dan saya tahu betul perasaan seperti itu. Sayangnya saya lumayan agak gagal memahami Nasywa kala itu, membuat hari-hari pertama di bulan April 3 tahun lalu itu terasa lebih berat dan yang paling berat.
Tapi hari pertama sekolah selanjutnya bukan lagi tragedi. Waktu dia harus pindah sekolah karena dapat panggilan sekolah di Hirakawa Hoikuen, sekolah negeri, tak ada drama hari pertama dan mingu-minggu pertama. Dia berhasil beradaptasi dengan cepat. Berteman dengan yang lain dengan baik. Tak ada lagi kendala bahasa, tak ada lagi drama. Hari pertama SD nya pun sangat mengesankan. Semangat dia yang akhirnya kelas 1 SD dan juga ucapan selamat dari banyak orang, bahkan yang papasan di jalan dan ga kenal, membuat dia merasa, sekolah SD itu sebuah kehormatan dan kebanggaan. Tidak ada drama sama sekali.
Yang pertama itu memang selalu memberikan kesan mendalam. Tidak hanya untuk urusan sekolah tentu saja. Urusan pekerjaan, perjalanan, dan juga pertemuan. Macam iklan itu lho...
"Yang pertama selalu menggoda, selanjutnya terserah anda..." hehehe
Nasywa yang umurnya baru akan 8 tahun nanti akhir Juli ini, sudah mengalami hari pertama sekolah 7 kali!!. Bukan karena setiap tahun pindah sekolah, tapi lebih menyedihkan dari itu, ada yang hari pertama sekolahnya adalah hari terakhir dia sekolah di tempat itu. Alasannya karena saat saya datang menjemput, dia dalam posisi menangis dan tidak ada seorangpun yang menenangkannya. Dia didudukkan di kursi tinggi dan menangis kencang membuat hati saya hancur melihatnya. Dan saat itu pula saya putuskan dia ga akan lagi sekolah di situ.
Yang paling berkesan adalah hari pertama sekolah di Youmenohoshi Hoikuen, sekolah pertamanya ketika pindah ke Jepang. Dia, yang beberapa hari sebelumnya sudah diajak melihat sekolahannya, berangkat sekolah dengan tanpa tangisan, bahkan terlihat sangat bersemangat. Dia seperti sudah membayangkan betapa menyenangkannya sekolah di sana. Ummi dan Abah meninggalkannya dengan perasaan lega karena tidak ada drama tangisan dan rengekan. Namun, ternyata semua itu hanya drama yang tertunda. Hari-hari hingga minggu-minggu berikutnya adalah drama tragedi. Sejak bangun pagi sudah rewe, tidak mau sekolah, bilang sekolahnya tidak bagus, dan sebagainya. Padahal kalau sekarang saya coba memahami, Nasywa sepertinya hanya mengalami kebingungan bahasa. Ya gimana sih, dia ga ngerti gurunya ngomong apa, temennya ngomong apa, berasa hidup di planet lain. Pasti tertekan sekali. Dan saya tahu betul perasaan seperti itu. Sayangnya saya lumayan agak gagal memahami Nasywa kala itu, membuat hari-hari pertama di bulan April 3 tahun lalu itu terasa lebih berat dan yang paling berat.
Tapi hari pertama sekolah selanjutnya bukan lagi tragedi. Waktu dia harus pindah sekolah karena dapat panggilan sekolah di Hirakawa Hoikuen, sekolah negeri, tak ada drama hari pertama dan mingu-minggu pertama. Dia berhasil beradaptasi dengan cepat. Berteman dengan yang lain dengan baik. Tak ada lagi kendala bahasa, tak ada lagi drama. Hari pertama SD nya pun sangat mengesankan. Semangat dia yang akhirnya kelas 1 SD dan juga ucapan selamat dari banyak orang, bahkan yang papasan di jalan dan ga kenal, membuat dia merasa, sekolah SD itu sebuah kehormatan dan kebanggaan. Tidak ada drama sama sekali.
Yang pertama itu memang selalu memberikan kesan mendalam. Tidak hanya untuk urusan sekolah tentu saja. Urusan pekerjaan, perjalanan, dan juga pertemuan. Macam iklan itu lho...
"Yang pertama selalu menggoda, selanjutnya terserah anda..." hehehe
Emak yang hebat 'menghasilkan' anak yang hebat! 👍👍👍
ReplyDelete