Skip to main content

Where anyone can be anything, Zootopia


Udah nonton Zootopia?

Saya sudah dong... Biasalah, dapet link streaming movie yang bagus, langsung deh nonton yang ini duluan. Soalnya dulu pernah baca tulisan di Kompasiana yang bikin resensi film ini dan cukup recommended untuk ditonton.

Seperti biasa, nonton film yang durasinya panjang  begini (108 menit) itu dilakukan secara estafet. Disambi masak. Disambi lipet-lipet baju. Disambi njemur-njemur, daaan disambi di toilet pagi-pagi *hihihi

Film kartun yang dilaunching pertama kali di US bulan Maret lalu ini memang sebagus film-film Walt Disney yang lain. Selalu ada hidden message yang coba di ceritakan secara apik dan menarik. Dan kali ini, mereka bicara tentang Bullying. Paling tidak itu salah satu yang saya tangkap.

Bullying memang sedang jadi momok di belahan bumi mana saja. Kampanye anti bullying, terutama pada anak sekolah, marak dilakukan pihak-pihak terkait. Bahkan di salah satu episode drama korea (adduhh...) yang berjudul "memori" ada kisah perjuangan orang tua yang membela anaknya dari korban bully-an.

Sebenarnya, bully mem-bully ini sudah bisa kita temui di mana saja, dan boleh jadi kita, eh saya adalah salah satu korbannya atau salah satu pem-bully nya. Hayooo ngaku deeeeh....
Cuma ya gitu siih...suka ga nyadar aja kalau kita sebenernya sedang mem-bully. Padahal disaat yang sama kita merasakan kepuasan yang juga dirasakan para pem-bully kita terdahulu saat sedang mem-bully kita. Ribet banget ini kalimatnya....

Saya ini adalah salah satu korban bully-an *ambil tisyu

Orang yang pertama kali mem-bully saya adalah kakak laki-laki saya. Mas Heri. Diledekin pokoknya sampai nangis itu udah makanan sehari-hari. Waktu masih belajar baca "ini budi" pun, kalau ada yang salah, itu dijadiin bahan bully-an sepanjang minggu. Pokoknya gitu deh, jahil banget dianya ke saya. Nah, yang begini ini kita suka ga sadar ya. Kesannya godain adek, atau ponakan, atau anak sendiri bahkan, padahal sebenernya itu juga salah satu bentuk pem-bully-an meskipun tanpa kekerasan. Yang kalian lukai itu perasaannya lho, dan itu sulit sembuhnya.

Orang kedua yang mem-bully saya sampai menorehkan ketakutan yang mendalam itu adalah temen SD saya, namanya ENDIN. Endin, mana Endin??!!

Dulu, di kampung kami ada dua kelompok masyarakat yang terpisah karena berbeda golongan, apalagi kalau bukan NU dan Muhammadiyah. Saya dong, yang didepan rumah berdiri satu-satunya Masjid Muhammadiyah, paling banyak kena imbas kenakalan anak-anak NU waktu itu.
Yang namanya Endin and the genk itu, suka banget nakutin saya, Endang, Iyah dan Ning, temen se Genk saya.

Ya Allah mbaaak...jebul le nge-Genk wis ket SD!!
Bukaaan...mereka temen main aja kala itu, ga pake genk genk an.

Ya gitu deeeh...Endin and the genk suka jahilin kami, nantangin kami, ngadang kami di jalan pulang sekolah, nglempar-nglempar kotoran ke kami. Ngata-ngatain yang buruk-buruk. Lempar-lemparin tas kami yang sudah berhasil direbut. Ngancam mau mukulin. Pokoknya ngeri, kayak yang di sinetron sinetron, padahal waktu itu belum zamannya sinetron.

Apakah saya mengadu ke Mae? Tentu iya!!
Mae juga bilang ke Lik Yamah, emaknya Endin. Tapi apalah daya tangan tak sampai. Itu anak emang uyeng-uyengnya ada 3, nakalnya ga ketulungan. Pembullyan itu berlangsung bertahun-tahun, dan saya lupa kapan tepatnya berhenti dan karena apa.

Sekarang Endin di mana?
Ada, dia masih di Selo. Masih suka sering main ke rumah Mae. Tepatnya ke rumah Mas Heri. Dia temenan sama Mas Heri. Sesama pembully sekarang temenan. Kalau saya ingetin dia soal betapa nakalnya dia dulu sama saya, dia cuma senyum-senyum doang. Malu. hehehehe
Kalau besok pas pulang trus saya ketemu dia, saya cuma mau bilang "Endin, yang dulu kamu lakuin ke aku itu, JAHAT!!"

Mbak mbak...cerita Zootopianya mana??!!

Oh, ok, kembali ke pembahasan utama. Zootopia.
Kali ini lakonnya adalah seorang eh seeokor kelinci bernama Judy Hops yang bercita-cita ingin jadi polisi sejak dia masih kecil. Yah, memang di zaman itu, mereka golongan hewan mengaku sudah di era modern, bukan primitive lagi. Semua hewan berjalan tegak, pakai baju, naik mobil, dan punya profesi tertentu sama persis kayak di dunia manusia.

Nah, saat si Judy ini masih kecil, dia suka membela temannya yang dibully sama musang, yang notabene adalah predator. Bahkan, ada satu moment dimana Judy sempet digraut alias dicakar pipinya sama si musang karena mbelain temenya itu. Dan itu jadi semacam, titik balik buat si Judy. Dia pingin membuktikan bahwa meskipun dia itu 'cuma' kelinci kecil, tapi dia bakalan biasa jadi polisi yang hebat.

Proses sampai dia akhirnya lulus dari akademi kepolisian hewan itu pun tak mudah dilalui si Judy. Dia penah gagal. Tapi latihan dan kerja keras, menjadikan dia layak untuk menyandang gelar lulusan terbaik kala itu. Dan yah, dia ditempatkan di Zootopia, sebuah ibu kota Negara hewan gitu deh yang keren banget.

Sayangnya....
Ga semua yang kita bayangkan itu bisa semudah pelaksanaannya. Di Zootopia, Judy kembali dibully, dilecehkan bahkan, oleh Kapten Polisi atasannya. Dipikir kelinci kecil begitu, dia ga pernah dapet kasus besar, kerjaanya cuma jadi petugas tilang aja. Dia tentu kecewa dong ya... Dia kan pinginnya jadi polisi hebat gitu, bisa nangkepin penjahat dan menyibak tirai kejahatan. Tapi endingnya cuma jadi penjaga lalu lintas. Lagi-lagi, kita ga pernah tahu bahwa kadang penderitaan yang kita alami itu kadang adalah jalan kepada hal-hal besar yang akan kita lalui. Dan begitulah Judy...

Sampai sini yang menarik adalah, si Judy ketika melihat pem-bully an sedang terjadi, dia tidak tinggal diam. Ini bener-bener sudah berjiwa polisi sejak dalam pikiran dan perbuatan. Lalu, ketika dia di-bully pun, ga bikin dia gentar, dia melawan si pembully dan membuktikan bahwa dia bisa jadi lebih baik dari si pembully. Dan yang begini ini kadang yang anak-anak kita belum dapet feel nya.

Banyak kisah bully-an yang terjadi pada anak sekolah. Di group SMA dulu pernah dibahas juga waktu ada salah satu anaknya temen yang kena bully. Banyak temen yang ngeser artikel-artikel tentang bagaimana caranya menjadi ortu bijak kalau anak dibully. Dan juga...Nasywa pun tak luput dari kena bully temen sekelasnya waktu masih di TK.

Banyak orang tua yang ketika anaknya lapor dia dinakalin temennya, langsung emosi, trus nglabrak anak yang nakal itu, atau yah paling tidak lapor gurunya. Menurut saya, ada poin penting yang terlewat jika kita melakukan itu semua. Bahwa anak kita BERANI cerita ke kita kalau dia dibully, itu merupakan pertanda bahwa sebenarnya dia juga BERANI untuk melawan pembullyan itu, cuma dia belum tahu caranya gimana.

Dulu, waktu Nasywa cerita kalau ada temennya yang membullynya, saya langsung tanya begini ke Nasywa "Dia, sama Ummi ini, lebih garang siapa?" Anda semua pasti tahu lah jawabannya hahaha "Garang Ummi..." katanya sambil mewek.
Lalu saya lanjutkan khotbahnya. "Kalau lebih garang ummi, lalu kenapa kamu ga berani lawan dia?. Kalau dia bilang ini itu, jawab pakai bahasa Indonesia biar dia bingung. Kalau dia mukul, genti pukul lebih keras kalau perlu. Kalau dia galakin kamu, galakin dia balik!"

Bapak Ibu yang terhormat, tolong jangan ditiru ya...itu khusus buat anak saya saja. Itu jauh dari ajaran Rosul kita tercinta yang harusnya membalas keburukan dengan kebaikan.

Selebihnya, sejak saat itu saya lebih banyak meningkatkan kepercayaan diri Nasywa aja. Makannya saya les kan dia macem-macem. Saya hipnotis dia dengan kalimat-kalimat "Kamu itu lebih baik dari dia,, kamu bisa bahasa Indonesia, you can speak English, nihonggo pera pera, bisa baca tulisan arab dan tentu, kamu punya Allah, sedang dia, belum kenal Allah".  Saya juga nasehati dia agar menghindari kontak dengan si pembully, tapi kalaupun harus ketemu, ya jangan lari, karena kalau kamu lari Dek, dia bakalan bikin kamu ketakutan terus.

Saya sebenernya juga sudah siap-siap juga, mau lapor ke gurunya jika situasinya semakin buruk. Tapi Alhamdulillah...Nasywa bisa melalui itu semua dengan baik kayaknya. Sebab setelah itu ga ada lagi cerita yang mewek-mewek tentang temennya itu.

Saya menahan diri untuk tidak melaporkan itu ke senseinya Nasywa sejak awal, karena saya melihat pembullyan yang dilakukan juga belum pada tahap yang membahayakan. Dan saya juga ga mau anak saya jadi punya prinsip "Kalau Lo punya masalah, maka mengadu adalah jalan keluar paling baik". Harapan saya, dengan dia bisa mengatasi masalah pembullyan ini dengan kemampuan dia sendiri, maka kelak jika dia ketemu lagi yang semacam ini, dia sudah tahu harus berbuat apa. Yang paling penting, dia berani bercerita bahwa dia dibully, itu sudah luar biasa.

Kembali ke kisah Judy Hops di Zootopia

Kata-kata nasehat yang ada dalam dialog di film ini juga lumayan banyak. Nasehat-nasehat yang sudah lumrah tentu, tapi menurut saya masih tetap relevan sepanjang zaman. Tentang persahabatan, kejujuran, dan juga tanggungjawab.

Menurut saya, film ini bagus ditonton sekeluarga. Adegan perkelahiannya juga ga yang sadis-sadis amat. Ga ada adegan pornografi juga, kecuali ada scene dilihatin para hewan sedang ga pakai baju di sebuah salon khusus hewan. Kalau itu masih termasuk pornografi ya keterlaluan. Ga ada adegan minum-minuman keras juga, yang ada malah adegan hewan-hewan minum jus daun, makan pie blueberry atau si Judy yang sedang ngangetin wortel beku buat makan malamnya.

Dan sebenernya, tulisan ini dibuat sebagai sebuah pelarian dari tulisan lain yang ga kelar-kelar. Paling tidak, ada satu tulisan yang selesei, meskipun itu bukan yang utama. *ngaku

Hahaha bilang aja mbak lagi pusing nulis paper....



Comments

Popular posts from this blog

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 2]

      Oke kita lanjut ya 👉     Kalau di part 1 kita beranjangsana ke negara tetangga, di part 2 ini kita mau menengok tetangga agak jauh. Duh, bukan agak lagi ya, ini emang jauh banget. Ini kayaknya penerbangan terlama sepanjang sejarang penerbangan yang pernah ku lalui. Kalau ke Jepang itu cuma maksimal 7 jam, ini untuk sampai di transit pertama butuh waktu 9,5 jam, lalu lanjut penerbangan 4 jam lagi. Ke manakah kita? eh Aku? 😅 4. Turki (Bursa dan Istanbul)     Agak penasaran sama negara ini karena salah satu temen brainstorming (a.k.a ghibah 😂) sering banget ke sini. Ditambah lagi dengan cerita-cerita dan berita-berita yang bilang negara ini tu kayak Jepang versi Islamnya, jadilah pas ada paket ke Turki lanjut Umroh kita mutusin buat ikutan. Datang di musim gugur dengan suhu galau yang ga dingin-dingin amat tapi kalau ga pake jaket tetep dingin dan -kaum manula ini- takut masuk angin, membuat kami memutuskan pakai jaket tipis-tipis saja. Dan ben...

Pentingnya Memvalidasi Perasaan

  Salah satu sudut Aston University di Birmingham Hei Apa kabar Hati? Pergi jauh lagi, untuk waktu yang juga tidak sebentar, entah kenapa akhir-akhir ini rasanya lebih berat. Entah, aku sendiri bingung mendefinisikan ini tu rasa apa gitu. Sulit sekali memvalidasi apakah ini sedih? takut? rindu? atau apa?! Aku bingung, sebab betapa excitednya pas harus ngurus visa waktu itu. Mengejar pesawat iwir-iwir dari Adi Sutjipto, turun di Halim, sudah dijemput taxi, lalu menembus kemacetan Jakarta untuk wawancara yang less than 10 minutes, lalu udah masuk taxi lagi ke Soekarno Hatta ngejar pesawat ke Jogja. Udah kayak mudik ke Muntilan aja dalam beberapa jam Jogja-Jakarta. Visa pun, entah kenapa juga bikin deg-deg an. Pasalnya memang nominal di tabungan menggelembung di beberapa hari sebelum masukin syarat-syarat. Bisa karena ini ga bisa dilolosin, kata mbak-mbak Santana. Tapi ya Bismillah lah, kalau visa ga keluar, mungkin aku harus ke Bali saja menemani anak-anak Abdidaya.  Anak-anak s...

Sekoteng Hati

  Aku sedang mencari tempat yang tepat untuk menikmati segelas sekoteng ini. Tempat yang sejuk, silir, dan sunyi. Tempat yang aman dari pandangan aneh orang saat melihatku melamun sambil nyruput sekoteng ini. Tentu saja juga tempat yang aman dari wira wiri jin keganjenan yang mungkin saja ingin merasukiku karena aku kebanyakan melamun. Aku sedang mencari tempat seperti itu. Aku juga sedang mencari teman, yang di pelukannya aku bisa menangis sepuasku. Jikapun dia merasa malu, maka menangis di pundaknya pun bagiku sudah cukup. Atau, biarkan aku menangis dan dia cukup memandangiku sambil sesekali ngecek updatean statusnya. Aku tak peduli. Karena aku cuma tak ingin menangis sendirian. Aku ingin ada yang tahu aku sedang pilu. Aku sedang mencari teman seperti itu. Atau mungkin, Akhirnya aku harus menjatuhkan pilihanku pada sekoteng ini. Biar cuma dia saja yang tahu aku sedang ingin memangis. Mungkin air mataku bisa menambah cita rasanya yang kemanisan. Atau...