Skip to main content

Semua akan gemuk pada waktunya


"Semua wanita akan gemuk pada waktunya,
Jika sekarang belum gemuk, berarti waktunya belum tiba"

(Siti Maryamah, 2015)


Quote 'penghiburan' di atas dituliskan mbak Siti Maryamah, ratu olshop dan penulis handal, di dalam sebuah statusnya. Tapi saya lupa tepatnya di status yang mana dan kapan. Cuma kayaknya itu saya baca tahun kemarin, 2015, saat saya belum sampai dengan 'waktu' yang dimaksud. Waktu gemuk.

Apakah waktu gemuk bagi saya sudah tiba?

Ya...waktu gemuk, yang entah sementara atau permanen, itu telah tiba buat saya. Lihat saja foto di atas. Itu foto terkini lho, diambil sepekan yang lalu di Tokiwa Koen, sesaat setelah acara hanami Indonesia di Yamaguchi selesei. Foto itu diambil oleh Adinda Dhita, dan itu jepretan kedua setelah yang pertama kena pohon, dan yang ketiga pose saya kayak orang kebelet pipis hehehe

Foto yang (sampai tulisan ini dibuat) sudah di 'LIKE' oleh 61 sahabat saya itu mengundang banyak komentar. Ada yang bilang "wah gemukan". Untuk komentar ini saya sambut dengan senyuman. Secara memang saya ini sudah lama pingin agak gemuk. Agak lho ya, bukan gemuk banget. Soalnya, kalau pipi saya nyempluk, saya jadi terlihat lebih muda *ambil kaca pembesar
Tapi, ada juga yang kemudian kirim inbox lewat fb messenger dan wa. Pertanyaanya lebih futuristic.

'Aeni, kapan lahiran?'
'Aeni, itu kamu lagi hamil berapa bulan?'
'Aeni, sehat kan? HPL kapan?'

..... dan pertanyaan-pertanyaan senada lainnya.
Alhamdulillah.....seneng banget rasanya diperhatikan sama temen-temen saya yang baik-baik itu.

Tapi, ngomong-ngomong soal gemukan, selama saya di Jepang memang saya beberapa kali sempat gemuk. Kata 'beberapa kali' dipakai untuk memberikan penjelasan frekuensi. Alasannya kenapa? Ya karena sejauh ini gemuk saya belum permanen, alias bisa secara mendadak kurus lagi.

Saya dan suami memang pasangan yang susah gemuk. Untuk suami, saya sampai ga enak hati sama Ibu Kudus, karena semua anak laki-lakinya menggemuk setelah menikah, namun tidak untuk kasus anak laki-laki beliau yang menikah dengan saya. Dan ndilalah, Ibuk itu setiap tindak Jogja atau pas kami ke Kudus, pasti komentarnya 'Kowe kok kuru to Nang?'. Adduh...saya kan jadi ga enak ya. Dikiranya saya ini istri yang suka menyiksa suami gt, sampai suami ga pernah bisa gemuk. Padahal kan ga salah juga... *ups

Kalau kasus saya, sejak masih gadis berat badan saya memang stabil, antara 43-45 kg. Setelah menikah pun ya cuma di range itu saja ga pernah naik drastis, kecuali saat hamil.

Waktu hamil Nasywa, berat badan awal saya 45kg. Di trimester pertama turun dong 3 kg jadi 42. Lalu melejitlah sampai di bulan ke 9 menjadi 63kg. Anehnya, setelah Nasywa lahir, paginya saya nimbang badan dan berat badan saya sudah turun 8 kg jadi 55kg. Berarti kalau dikurangi berat Nasywa saat lahir yang 3kg maka air ketuban dll itu berat totalnya 5kg.
Sisa yang 10 kg, habis ga sampai 3 bulan dan saya kembali ke berat badan 45kg.

Nah, selama di Jepang, saya mengalami kenaikan berat bada sudah 2 kali. Tahun lalu saat musim dingin dan tahun ini juga pas musim dingin. Biasa lah ya...musim dingin itu butuh kalori lebih banyak untuk dibakar, jadi makannya pun banyak. Makan apa-apa kok ya terasa enak. Maka jadilah berat bada saya tahun lalu naik jadi 52kg, sama persis kayak tahun ini.

Tapi semua berubah setelah kamu datang? Apa? Bukan kamu...GR aja. Kamu di sini adalah musim panas.

Kebetulan musim panas tahun lalu juga bertepatan dengan bulan Ramadhan. Dan itu yah, lemak-lemak yangs aya timbun selama 6 bulan, hilang seketika dalam waktu 10 hari. Di sepuluh hari kedua Ramadhan, berat badan saya kembali ke angka 45. Dan waktu pulang ke Indonesia, Ibuk Kudus berkomentar "Kok neng hp kae ketok lemu, tapi asline ora?"

Lalu...tahun ini pun siklus itu berulang lagi. Per 19 April kemarin, berdasarkan data kesehatan di Kampus, berat badan saya mencapai rekor tertinggi, 53,3 Kg. *tepuk tangaaan!!!

Kita lihat ya...apakah, bulan depan sampai  Agustus nanti beratnya masih akan sama...atau menurun..atau bertambah???


#tulisan lama diedit kembali (22 April 2016)

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Aku yang mulai sakit

Aku mulai merasa sakit Sakit akibat rasa marah yang tak berkesudahan Atas kata-katamu yang tak tajam Tapi sanggup merobek-robek semua file kebaikan tentang dirimu Lalu, Aku berusaha menyusun serpihannya Dengan menggali dibalik neuron-neuron otakku Semua kebaikan tentang mu Aku sudah merasa sakit Jauh sebelum pekan itu Sejak sekian ratus hari lalu Dengan kecewa yang bagai cermin Sama namun terbalik gambarnya Meski sejak itu, Aku berjanji tak akan pernah lagi merasa sakit Jikapun kau lakukan hal yang sama padaku Karena sejujurnya aku tahu Pengorbananmu lebih besar dari cintaku Aku mulai merasa sakit Sakit atas rasa takut yang tak kepada siapaun bisa kubagi Aku menoleh padamu tapi tembok yang kubangun terlalu tinggi Aku tak menemukanmu dalam jangkauan tanganku Aku kehilangan kepercayaan atas ketulusanmu ( Yamaguchi, sekian puluh purnama yang lalu. Beberapa minggu menjelang ujian Doktoral. Entah puisi ini ditulis untu...

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 2]

      Oke kita lanjut ya ๐Ÿ‘‰     Kalau di part 1 kita beranjangsana ke negara tetangga, di part 2 ini kita mau menengok tetangga agak jauh. Duh, bukan agak lagi ya, ini emang jauh banget. Ini kayaknya penerbangan terlama sepanjang sejarang penerbangan yang pernah ku lalui. Kalau ke Jepang itu cuma maksimal 7 jam, ini untuk sampai di transit pertama butuh waktu 9,5 jam, lalu lanjut penerbangan 4 jam lagi. Ke manakah kita? eh Aku? ๐Ÿ˜… 4. Turki (Bursa dan Istanbul)     Agak penasaran sama negara ini karena salah satu temen brainstorming (a.k.a ghibah ๐Ÿ˜‚) sering banget ke sini. Ditambah lagi dengan cerita-cerita dan berita-berita yang bilang negara ini tu kayak Jepang versi Islamnya, jadilah pas ada paket ke Turki lanjut Umroh kita mutusin buat ikutan. Datang di musim gugur dengan suhu galau yang ga dingin-dingin amat tapi kalau ga pake jaket tetep dingin dan -kaum manula ini- takut masuk angin, membuat kami memutuskan pakai jaket tipis-tipis saja. Dan ben...

Tiba Saatnya Kembali untuk Pulang

"All my bag are packed, I am ready to go,  I am standing here outside your door,  I hate to wake you up to say goodbye...." Siapa yang tak kenal lagu itu? Lagu kebangsaan para perantau setiap kali harus pergi dan pulang. Lagu yang menggambarkan betapa beratnya segala bentuk perpisahan itu, tak terkecuali berpisah untuk bertemu, dan berpisah untuk kembali ke tempat asal. PULANG. Sudah berapa lama ya ga nulis? Lamaaa sekali rasanya. Padahal banyak ide berseliweran. Apa mau dikata, kesibukan packing dan sederet hal-hal yang berkaitan dengan kepulangan ke tanah air, merampas semua waktu yang tersisa. Semua begitu terasa cepat dan hari berganti bagai kita membalik lembaran buku penuh tulisan membosankan. Akhirnya, senja benar-benar telah sampai di gerbang malam. Sudah saatnya mentari kembali ke peraduan. Bersama orang-orang kesayangan. Khusus untuk di Jepang, pulang selamanya (duh...) atau back for good (BFG) itu harus menyeleseikan terlebih dahulu banyak ha...