Skip to main content

Buat kamu yang masih ragu menulis di mojok. Iya kamu!

Beberapa pecan yang lalu tulisan ku lolos meja redaksi mojok.co (link nya http://mojok.co/2016/03/surat-untuk-bu-ani-yudhoyono/). Web favorit anak muda yang agak nyleneh tapi asyik ini memang menantang sekali. Para penulisnya kebanyakan anak muda-muda yang berdaya nalar mletik. Pinter tapi unik. Yang sudah berumur ada juga sih, kayak si Sopir truk Australia, atau kepala suku Mojok, Puthut EA dan juga wartawan senior Rusdi Mathari. Mereka itu guru maya menulis yang baik. Tulisan mereka, kecuali si supir truk, mengalir dengan indah. Sederhana tapi penuh makna. Alurnya jelas. Kalimatnya mantap tidak pernah bias. Aku selalu dibuat kagum dengan tulisan-tulisan mereka, bahkan yang hanya status Fb.

Yang selalu menjadi icon dan lumayan bullyable di mojok itu adalah Agus Mulyadi. Anak muda yang terkenal karena kemrongosan giginya ini selain jadi photosop juga jago nulis. Tulisan-tulisannya di Blog pribadinya khas sekali. Dengan umpatan-umpatan khas magelangan. Plus cerita-cerita lugu yang juga lagi-lagi membuat kita mantuk-mantuk setuju lalu tersenyum mentertawakan Agus, dan tentu saja kita.

Sempet kepikiran dan gegabah mengambil kesimpulan. Bahwa menulis di mojok itu biar bisa dimuat haruslah memasukkan umpatan-umpatan dan nama-nama hewan. Secara memang, banyak penulis lain yang kok rasanya jadi fasih sekali mengumpat dan menghewan-hewankan sesuatu kalau sudah nulis buat mojok. Dan itu lanjut di status atau komen-komen mereka yang juga selalu memunculkan satu potong atau dua potong umpatan plus beberapa nama hewan ikut dibuat terkenal.

Selain untuk menjadi penulis mojok harus fasih mengumpat dan menyebutkan nama-nama hewan, dia juga harus berani nyinyirin orang dan atau peristiwa. Ya memang mojok itu tulisannya kebanyakan nyinyir atau satire. Jaraaaaaang banget yang tulisannya berisi nasehat pernikahan atau urusan keagamaan. Eh mbak...ini mojok lho, bukan piyungan!. Oh maaf....

Tapi lama-lama, entah karena mengikuti trend hidup masa kini atau memang karena kehabisan stok tulisan, mojok mulai menampilkan tulisan yang ga gitu-gitu amat. Meskipun masih sedikit nakal ya, tapi nakalnya maton. Sesuailah sama tagline nya mojok.co "Sedikit nakal, banyak akal". Makannya itu lalu, saya yang aliran menulisnya utara selatan sama para penulis mojok memberanikan diri menulis untuk mojok.

Ide itu memang muncul seketika setelah saya melihat postingan teman fb tentang si Ibuk. Mak bedunduk gitu langsung kepikiran "Ih, coba ya itu dibikin tulisan begini". Dan ide itu menggila, membuat acara mencuci piring saya terasa lebih singkat dari sebelumnya. Sayangnya, hati kecil saya berbisik manja "Oi, pasti juga sudah ada yang nulis itu". Lalu saya pun segera menggelar kasur, menata bantalnya, mematikan lampu, gletak dan narik slimut. Tidur.

Paginya...sampai di meja kantor, langsung ngecek tulisan barunya mojok. Oalah jebul yang muncul malah mars pelindo. Saya yang denger aja belum, jadi penasaran banget sama bunyi mars pelindo. Kan ga hits banget untuk membuka hari kerja saya itu.

Berhubung hari itu pak guru sedang di luar negeri, bolehlah saya sedikit nakal nulis-nulis di luar topik kerjaan saya sehari-hari. Susah nggak mbak? Untuk dibilang gampang memang tidak mungkin. Lha saya ini sejarahnya banyak menulis tentang hikmah (sok berhikmah :p), terus tips-tips menjadi ibu yang baik, terus cerita fiksi, kok harus menulis yang agak nakal itu...bukan gue banget tauu!! Apalagi yah, gaya nakal tulisan itu haruslah keluar dari genrenya para ponggawa dan penulis pendahulu mojok. Itu mustahil banget.

Emejingnya... saya yang untuk menulis satu paragraph untuk paper saya butuh waktu seminggu, ini ga sampai se-jam sudah hampir 3 halaman. Luar biasa sekali bukan? Ternyata energi kenakalan itu lebih mudah disalurkan dibandingkan dengan energi keseriusan.

Tapi lagi-lagi, untuk mu yang masih ragu. Coba baca sekali lagi tulisan kepala suku mojok di blok mojok. Di sana, meski sambil guyon, Mas Puthut serius sekali bilang bahwa tulisan di mojok itu harus punya kekuatan. Meskipun lucu, tur saru, tapi kalau ga kuat ya ga cukup setrong lah untuk mendulang pembaca.

Dan setelah sedikit dibikin terharu karena tulisan saya dimuat di mojok, saya langsung nge-wa suami saya."Abah, coba nanti mampir ATM, cek saldo ummi sudah nambah berapa juta".

Yamaguchi, April 6th 2016

Comments

  1. apa harus menyertakan gambar untuk nulis di mojok?

    ReplyDelete
  2. Mba, saya punya esai tapi saya tidak punya desain gambar seperti tulisan-tulisan lain di Mojok. Apakah tetap dapat dikirimkan atau harus menyertakan gambar? Mohon dijawab Mba. Terima Kasih

    ReplyDelete
  3. hmm ..kalo ngirim naskah ke mojok apa kita cuma ngirim naskah tulisann nya doang atau uda seperti artikel pada umumnya

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Aku yang mulai sakit

Aku mulai merasa sakit Sakit akibat rasa marah yang tak berkesudahan Atas kata-katamu yang tak tajam Tapi sanggup merobek-robek semua file kebaikan tentang dirimu Lalu, Aku berusaha menyusun serpihannya Dengan menggali dibalik neuron-neuron otakku Semua kebaikan tentang mu Aku sudah merasa sakit Jauh sebelum pekan itu Sejak sekian ratus hari lalu Dengan kecewa yang bagai cermin Sama namun terbalik gambarnya Meski sejak itu, Aku berjanji tak akan pernah lagi merasa sakit Jikapun kau lakukan hal yang sama padaku Karena sejujurnya aku tahu Pengorbananmu lebih besar dari cintaku Aku mulai merasa sakit Sakit atas rasa takut yang tak kepada siapaun bisa kubagi Aku menoleh padamu tapi tembok yang kubangun terlalu tinggi Aku tak menemukanmu dalam jangkauan tanganku Aku kehilangan kepercayaan atas ketulusanmu ( Yamaguchi, sekian puluh purnama yang lalu. Beberapa minggu menjelang ujian Doktoral. Entah puisi ini ditulis untu...

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 2]

      Oke kita lanjut ya 👉     Kalau di part 1 kita beranjangsana ke negara tetangga, di part 2 ini kita mau menengok tetangga agak jauh. Duh, bukan agak lagi ya, ini emang jauh banget. Ini kayaknya penerbangan terlama sepanjang sejarang penerbangan yang pernah ku lalui. Kalau ke Jepang itu cuma maksimal 7 jam, ini untuk sampai di transit pertama butuh waktu 9,5 jam, lalu lanjut penerbangan 4 jam lagi. Ke manakah kita? eh Aku? 😅 4. Turki (Bursa dan Istanbul)     Agak penasaran sama negara ini karena salah satu temen brainstorming (a.k.a ghibah 😂) sering banget ke sini. Ditambah lagi dengan cerita-cerita dan berita-berita yang bilang negara ini tu kayak Jepang versi Islamnya, jadilah pas ada paket ke Turki lanjut Umroh kita mutusin buat ikutan. Datang di musim gugur dengan suhu galau yang ga dingin-dingin amat tapi kalau ga pake jaket tetep dingin dan -kaum manula ini- takut masuk angin, membuat kami memutuskan pakai jaket tipis-tipis saja. Dan ben...

Tiba Saatnya Kembali untuk Pulang

"All my bag are packed, I am ready to go,  I am standing here outside your door,  I hate to wake you up to say goodbye...." Siapa yang tak kenal lagu itu? Lagu kebangsaan para perantau setiap kali harus pergi dan pulang. Lagu yang menggambarkan betapa beratnya segala bentuk perpisahan itu, tak terkecuali berpisah untuk bertemu, dan berpisah untuk kembali ke tempat asal. PULANG. Sudah berapa lama ya ga nulis? Lamaaa sekali rasanya. Padahal banyak ide berseliweran. Apa mau dikata, kesibukan packing dan sederet hal-hal yang berkaitan dengan kepulangan ke tanah air, merampas semua waktu yang tersisa. Semua begitu terasa cepat dan hari berganti bagai kita membalik lembaran buku penuh tulisan membosankan. Akhirnya, senja benar-benar telah sampai di gerbang malam. Sudah saatnya mentari kembali ke peraduan. Bersama orang-orang kesayangan. Khusus untuk di Jepang, pulang selamanya (duh...) atau back for good (BFG) itu harus menyeleseikan terlebih dahulu banyak ha...