Hari ini, hari ke-6 Ramadhan 2015.
Adzan dhuhur berkumandang dari applikasi hp. Di luar Nampak matahari terik sekali, real feel nya mungkin sekitar 31 derajat celcius. Aku langsung beranjang mengambil sajadah untuk melaksanakan sholat dhuhur. Agak bingung mau sholat di mana. Ruangan ini, yg dulunya ada space untuk sholat sekarang penuh dengan meja. Ruang sebelah juga sedang ada praktikum mahasiswa S1, mau tak mau memang harus ke lantai 4, ke ruangan yang agak sepi. Sampai di sana ternyata ada temen sebelah meja dulu yang sekarang sudah jadi Dosen juga di Yamadai. Dia Tanya, kenapa sholat di sini? Aku jawab karena ga ada ruangan lain lagi. Hiks...ngenesnya jadi minoritas, untungnya sudah tidak dilihat aneh lagi. Jadi ingat tulisan yang sempat jadi Headline di Kompasiana 6 Juni 2013 lalu, judulnya
Hari ini seluruh umat Islam memperingati hari paling bersejarah yang menjadi tonggak awalnya kita diperintahkan untuk sholat, 17 rokaat, sehari 5 waktu. Perjalanan panjang Nabi tercinta mi'raj ke Sidratul muntaha membawa oleh-oleh tak terkira harganya. Salah satu ibadah wajib yang akan dihitung pahalanya pertama kali kelak nanti di hari penghitungan, yaumul hisab. Yang bahkan disabdakan Nabi, siapa yang baik sholatnya makan akan baik juga amalan lainya. Sebagai umat muslim di Indonesia, sungguh memperoleh kemudahan untuk melaksanakan sholat. Masjid ada di setiap 500 meter. Mushola tersebar di sepanjang jalan, baik di desa maupun di kota-kota besar. Bahkan Indonesia memiliki masjig terbesar se Asia Tenggara, yaitu Masjid Istiqlal di Jakarta. Ada pula masjid kubah emas yang elok tak terkira. Ada pula masjid seribu pintu yang khusyuk kita sholat di dalamnya. Namun tak kalah banyak masjid dan mushola sederhana di kampung-kampung sana yang penuh sesak oleh jamaah, masjid yang hidup. Kumandang Adzan terdengar merdu setiap lima waktu itu datang. Sungguh syahdu tak terkira rupanya. Namun apa jadinya jika, semua itu tiba-tiba lenyap? Adalah kami, di Jepang, yang kemudian harus memendam rindu bisa mendengarkan suara adzan langsung dari corong masjid bukan dari aplikasi iphone, yang meskipun tak semerdu para syaikh, tapi khusyuk mengalun membuat tenang jiwa raga. Kami juga rindu, bisa berjamaah lima waktu di mushola-mushola kecil kantor, di masjid-masjid sederhana kampung, dan di sejuknya masjid-masjid perkotaan. Berapa banyak masjid yang ada di Jepang? mungkin jari sepuluh pun masih sisa jika digunakan untuk menghitung. Di Yamaguchi bahkan tak ada satupun masjid. Kami hanya mendengar adzan sepotong dari aplikasi iphone yang mengalun setiap lima waktu, dan itupun sudah cukup membahagiakan. Hidup di negeri dengan mayoritas penduduk non-muslim memang merupakan tantangan yang luar biasa. Terutama ketika kita harus melakukan kewajiban sholat lima waktu. Ketika di Kampus misalnya, ada beberapa kampus yang telah menyediakan fasilitas sebuah ruangan untuk dipergunakan oleh mahasiswa muslim beribadah sholat lima waktu yang dilengkapi dengan fasilitas tempat wudhu yang memadai seperti yang ada di Fakultas Pendidikan, Hiroshima University. Namun ada juga universitas yang menyediakan tempat beribadah hanya untuk sholat jumat saja, dan ini banyak sekali termasuk Yamaguchi University. Untuk mengatasi hal tersebut maka biasanya kami sholat di lab masing-masing. Kasus saya, Alahmdulillah di Fakulas Ekonomi satu lab isinya mahasiswa Indonesia semua, sehingga seringkali kami melakukan sholat berjamaah di lab Keezai (Ekonomi). Sedangkan saya pribadi yanga da di Fakultas Pertanian menggunakan satu pojokan student room untuk melaksanakan sholat, kebetulan ada dua orang muslim satu lab, saya dan satu teman dari Mesir.
(Foto ini diambil pake kamera sony Mirorless nya om Riefky. Waktu kami jalan-jalan ke perosotan)
Bagaimana ketika kami jalan-jalan? Ketika kami jalan-jalan (sebenernya bersepeda sih lebih tepatnya), kami sholat di manapun kami berada. Ketika kami jalan-jalan ke mall maka kami akan sholat di dekat parkiran. Saya bahkan pernah sholat di ruang coba baju, karena hanya pergi sendiri tidak bersama teman yang lain. Kalau kami pergi ke taman, maka kami akan mencari space yang tidak banyak orang untuk sholat berjamaah. Biasanya ibu-ibu yang sedang tidak sholat akan bertugas menjaga kami selama kami sholat. Menjaga dalam artian jika ada yang bertanya 'Nani o suru?" (Sedang melakukan apa?) maka akan dijawab OINORI (Sholat). Alhamdulillah selama ini tidak pernah ada yang menatap aneh kepada kami khususnya yang di Yamaguchi. Beda halnya ketika saya sholat di NISSAN Stadium di Yokohama, saya sudah mencari tempat yang pojokan, namun tetap saja ada bapak-bapak yang memanggil-manggil mencoba mengajak bicara (ini pun terjadi dengan beberapa teman). Mereka tidak mengganggu, hanya ingin tau saja sebenarnya. Tantangan lebih berat adalah ketika musim dingin tiba. Jika di rumah amat sangat tidak masalah karena kita bisa berwudlu menggunakan air hangat. Namun ketika di kampus misalnya, tidak ada air hangat untuk wudlu (terutama di kampus saya). Jadi cara terbaik agar tidak sering-sering berinteraksi dengan dinginnya air keran adalah menjaga wudhu. Wudhu sebelum berangkat ke kampus, di jaga hingga sholat ashar. Baru setelah itu sholat maghrib di rumah bisa berwudlu dengan air hangat. Kalau terpaksa kentut ya...bagaimana lagi. Apalagi kalau sedang bepergian keluar. Sangat penting melatih kemampuan menjaga wudlu. Kami pernah melakukan perjalanan bersepda di pertengahan winter ke perosotan terpanjang di Yamaguchi. Letaknya di atas bukit. Kebetulan hari itu cerah, namun angin bertiup kencang di bukit itu. Mau tidak mau karena dluhur sudah tiba kamipun melaksanakan sholat di bawah bangunan semacam tower. Angin kencang membuat udara berasa lebih dingin (realfeel 8 decel). Kami sholat lengkap dengan jaket, sepatu, sarung tangan dan boshi agar tetap hangat. Namun, sholat waktu itu adalah salah satu sholat ternikmat yag pernah kami lakukan. Maka, bersyukurlah saudaraku yang berada di Tanah air. Manfaatkan lah fasilitas yang amat sangat memadai untuk melakukan kewajiban kita, sholat lima waktu. Makmurkanlah masjid dengan kegiatan yang bermanfaat, jauh dari hiruk pikuk politik. Nikmatilah segala kemudahan itu dengan kualitas ibadah yang bisa jauh lebih baik dibandingkan saudara-saudara kalian yang kesulitan mencari masjid.
Link artikel : http://www.kompasiana.com/www.aenipranowo.com/ketika-harus-oinori-sholat-di-mana_552fe6d46ea8349d628b45a8
Adzan dhuhur berkumandang dari applikasi hp. Di luar Nampak matahari terik sekali, real feel nya mungkin sekitar 31 derajat celcius. Aku langsung beranjang mengambil sajadah untuk melaksanakan sholat dhuhur. Agak bingung mau sholat di mana. Ruangan ini, yg dulunya ada space untuk sholat sekarang penuh dengan meja. Ruang sebelah juga sedang ada praktikum mahasiswa S1, mau tak mau memang harus ke lantai 4, ke ruangan yang agak sepi. Sampai di sana ternyata ada temen sebelah meja dulu yang sekarang sudah jadi Dosen juga di Yamadai. Dia Tanya, kenapa sholat di sini? Aku jawab karena ga ada ruangan lain lagi. Hiks...ngenesnya jadi minoritas, untungnya sudah tidak dilihat aneh lagi. Jadi ingat tulisan yang sempat jadi Headline di Kompasiana 6 Juni 2013 lalu, judulnya
"Ketika Harus Oinori (Sholat), dimana?
Hari ini seluruh umat Islam memperingati hari paling bersejarah yang menjadi tonggak awalnya kita diperintahkan untuk sholat, 17 rokaat, sehari 5 waktu. Perjalanan panjang Nabi tercinta mi'raj ke Sidratul muntaha membawa oleh-oleh tak terkira harganya. Salah satu ibadah wajib yang akan dihitung pahalanya pertama kali kelak nanti di hari penghitungan, yaumul hisab. Yang bahkan disabdakan Nabi, siapa yang baik sholatnya makan akan baik juga amalan lainya. Sebagai umat muslim di Indonesia, sungguh memperoleh kemudahan untuk melaksanakan sholat. Masjid ada di setiap 500 meter. Mushola tersebar di sepanjang jalan, baik di desa maupun di kota-kota besar. Bahkan Indonesia memiliki masjig terbesar se Asia Tenggara, yaitu Masjid Istiqlal di Jakarta. Ada pula masjid kubah emas yang elok tak terkira. Ada pula masjid seribu pintu yang khusyuk kita sholat di dalamnya. Namun tak kalah banyak masjid dan mushola sederhana di kampung-kampung sana yang penuh sesak oleh jamaah, masjid yang hidup. Kumandang Adzan terdengar merdu setiap lima waktu itu datang. Sungguh syahdu tak terkira rupanya. Namun apa jadinya jika, semua itu tiba-tiba lenyap? Adalah kami, di Jepang, yang kemudian harus memendam rindu bisa mendengarkan suara adzan langsung dari corong masjid bukan dari aplikasi iphone, yang meskipun tak semerdu para syaikh, tapi khusyuk mengalun membuat tenang jiwa raga. Kami juga rindu, bisa berjamaah lima waktu di mushola-mushola kecil kantor, di masjid-masjid sederhana kampung, dan di sejuknya masjid-masjid perkotaan. Berapa banyak masjid yang ada di Jepang? mungkin jari sepuluh pun masih sisa jika digunakan untuk menghitung. Di Yamaguchi bahkan tak ada satupun masjid. Kami hanya mendengar adzan sepotong dari aplikasi iphone yang mengalun setiap lima waktu, dan itupun sudah cukup membahagiakan. Hidup di negeri dengan mayoritas penduduk non-muslim memang merupakan tantangan yang luar biasa. Terutama ketika kita harus melakukan kewajiban sholat lima waktu. Ketika di Kampus misalnya, ada beberapa kampus yang telah menyediakan fasilitas sebuah ruangan untuk dipergunakan oleh mahasiswa muslim beribadah sholat lima waktu yang dilengkapi dengan fasilitas tempat wudhu yang memadai seperti yang ada di Fakultas Pendidikan, Hiroshima University. Namun ada juga universitas yang menyediakan tempat beribadah hanya untuk sholat jumat saja, dan ini banyak sekali termasuk Yamaguchi University. Untuk mengatasi hal tersebut maka biasanya kami sholat di lab masing-masing. Kasus saya, Alahmdulillah di Fakulas Ekonomi satu lab isinya mahasiswa Indonesia semua, sehingga seringkali kami melakukan sholat berjamaah di lab Keezai (Ekonomi). Sedangkan saya pribadi yanga da di Fakultas Pertanian menggunakan satu pojokan student room untuk melaksanakan sholat, kebetulan ada dua orang muslim satu lab, saya dan satu teman dari Mesir.
(Foto ini diambil pake kamera sony Mirorless nya om Riefky. Waktu kami jalan-jalan ke perosotan)
Bagaimana ketika kami jalan-jalan? Ketika kami jalan-jalan (sebenernya bersepeda sih lebih tepatnya), kami sholat di manapun kami berada. Ketika kami jalan-jalan ke mall maka kami akan sholat di dekat parkiran. Saya bahkan pernah sholat di ruang coba baju, karena hanya pergi sendiri tidak bersama teman yang lain. Kalau kami pergi ke taman, maka kami akan mencari space yang tidak banyak orang untuk sholat berjamaah. Biasanya ibu-ibu yang sedang tidak sholat akan bertugas menjaga kami selama kami sholat. Menjaga dalam artian jika ada yang bertanya 'Nani o suru?" (Sedang melakukan apa?) maka akan dijawab OINORI (Sholat). Alhamdulillah selama ini tidak pernah ada yang menatap aneh kepada kami khususnya yang di Yamaguchi. Beda halnya ketika saya sholat di NISSAN Stadium di Yokohama, saya sudah mencari tempat yang pojokan, namun tetap saja ada bapak-bapak yang memanggil-manggil mencoba mengajak bicara (ini pun terjadi dengan beberapa teman). Mereka tidak mengganggu, hanya ingin tau saja sebenarnya. Tantangan lebih berat adalah ketika musim dingin tiba. Jika di rumah amat sangat tidak masalah karena kita bisa berwudlu menggunakan air hangat. Namun ketika di kampus misalnya, tidak ada air hangat untuk wudlu (terutama di kampus saya). Jadi cara terbaik agar tidak sering-sering berinteraksi dengan dinginnya air keran adalah menjaga wudhu. Wudhu sebelum berangkat ke kampus, di jaga hingga sholat ashar. Baru setelah itu sholat maghrib di rumah bisa berwudlu dengan air hangat. Kalau terpaksa kentut ya...bagaimana lagi. Apalagi kalau sedang bepergian keluar. Sangat penting melatih kemampuan menjaga wudlu. Kami pernah melakukan perjalanan bersepda di pertengahan winter ke perosotan terpanjang di Yamaguchi. Letaknya di atas bukit. Kebetulan hari itu cerah, namun angin bertiup kencang di bukit itu. Mau tidak mau karena dluhur sudah tiba kamipun melaksanakan sholat di bawah bangunan semacam tower. Angin kencang membuat udara berasa lebih dingin (realfeel 8 decel). Kami sholat lengkap dengan jaket, sepatu, sarung tangan dan boshi agar tetap hangat. Namun, sholat waktu itu adalah salah satu sholat ternikmat yag pernah kami lakukan. Maka, bersyukurlah saudaraku yang berada di Tanah air. Manfaatkan lah fasilitas yang amat sangat memadai untuk melakukan kewajiban kita, sholat lima waktu. Makmurkanlah masjid dengan kegiatan yang bermanfaat, jauh dari hiruk pikuk politik. Nikmatilah segala kemudahan itu dengan kualitas ibadah yang bisa jauh lebih baik dibandingkan saudara-saudara kalian yang kesulitan mencari masjid.
Link artikel : http://www.kompasiana.com/www.aenipranowo.com/ketika-harus-oinori-sholat-di-mana_552fe6d46ea8349d628b45a8
Comments
Post a Comment