Skip to main content

Pojokan 4,5

Bagi sebagian orang yang belum pernah merasakan menjadi minoritas, baik itu rasi segi ras, suku maupun agama, pasti akan sulit mengerti apa itu toleransi dan saling menghormati. Meskipun pelajaran PMP/PKn atau apalah namanya sekarang merupakan pelajaran yang paling menyebalkan dan ternyata saya kena karma punya suami dosen PKn, tapi semua moral yang pernah diajarkan itu nempel di otak saya sampai sekarang. Ya, sekarang di mana saya akhirnya mengalami sendiri apa itu menjadi minoritas, dilihat sebagai orang cantik aneh. Bagaimanapun, hidup di Negara yang bukan mayoritas muslim seperti Jepang, membuat saya belajar banyak tentang norma-norma tersebut. Dan saya akui, bahwa orang Jepang sangat tinggi nilai toleransinya. Yah, meskipun mereka sebenarnya juga wataknya hamper sama seperti orang kita, suka mendendam, suka ngomongin orang juga di belakang, tapi semuanya terlihat begitu positif.

Di tulisan yang lalu saya pernah menyinggung tentang bagaimana kami bisa sholat di mana saja. Tapi, tahukah bahwa sejak lebih dari sebulan ini setiap adzan dhuhur dan ashar berkumandang dari iphone itu, rasanya saya selalu deg degan. Bagaimana tidak jika saya sholatnya harus kucing-kucingan dengan tikus mahasiswa lainya.

Ceritanya, sudah sejak awal semester ini ruang sempit di pojokan Student room yang biasa kami (aku dan Mostafa, mahasiswa Mesir) pakai untuk sholat tergusur. Ada 3 orang mahasiswa pindahan dari lab lain yang masuk ke ruangan ini. Dan entah kenapa, mereka pindahan sambil membawa-bawa meja kursi. Alhasil semua bagian yang masih kosong dipakai untuk meletakkan meja dan kursi mereka. Sebenarnya waktu itu sempet ada yang bilang "Eh, tapi di situ tempat oinori", tapi yah gimana lagi, suara kami yang minoritas ini siapalah yang mau dengar. Dalam hati aku bilang "ah masih ada ruang sebelah, bahkan lebih luas untuk sekedar dibuat sholat". Padahal, ruang sebelah adalah ruang praktikum yang meskipun lebih sering kosong, tapi akan full booked kalau semester aktif, ya seperti 2 bulan terakhir ini.

Dua bulan terakhir ini, biasanya aku sholat dhuhur sebelum mereka masuk praktikum. Sambil deg-degan karena takut ada yang tiba-tiba masuk. Pernah suatu ketika baru dapet dua rakaat aku batalin sholatnya karena merasa tidak tenang, dan aku pindah ke Lab lantai 4 dengan kondisi yang tidak jauh beda. Lab lantai 4 adalah Lab yang jarang dipakai, kalaupun dipakai pasti orangnya ga standby karena alatnya bekerja dalam waktu yang lama. Cuma, di ruang itu ada mesin pembuat es, jadi sewaktu-waktu ada mahasiswa yang membutuhkan es untuk jikken (penelitian) ya pasti ke atas ambil es. Dan pernah suatu hari saat sedang sholat Ashar, tiba-tiba ada yang masuk dan dia kaget lihat aku sedang sholat. Tapi mau bagaimana lagi, ya sudah aku tahan-tahan sambil menahan rasa setiap sholat. Hingga pekan lalu, ada senpai yang sekarang sudah jadi asisten professor memergoki aku sholat di sana dan dia pun bertanya "kepana sholat di sini?". Dan meskipun aku sudah menjelaskan pelan-pelan, dia sepertinya susah untuk bisa menerima lab itu dijadikan tempat aku sholat.

Hingga puncaknya kemarin siang, saat aku sholat Dhuhur di ruang sebelah, tiba-tiba masuklah 2 orang mahasiswi yang mau praktikum. Sambil melepas sandal dan ganti slipper, mereka malah menyapaku "Konichiwa" katanya. Huaaa padahal itu sudah rekaat ketiga. Akhirnya selesei salam, aku langsung melipat sajadah dan berlalu dengan wajah datar sambil bilang "Sumimasen". Untungnya aku ini senpai (senior) jadi yah pasang muka jutek dikit ga masalah.

Akhirnya, ceritalah sama temen satu gedung, dan dia memberi tahu tempat yang biasa dia pakai untuk sholat. Letaknya di lantai 4,5 di sayap selatan gedung Fakultas Pertanian ini. Alhamdulillah, sholat Ashar kemarin rasanya syahdu sekali. Aku bisa berdoa lama-lama. Berzikir panjang-panjang. Ditemani suara gemericik hujan yang sedari siang menyirami bumi Yamaguchi, aku merasa bersyukur sekali. Akhirnya, ada juga pojokan yang nyaman dan aman, dan yang lebih penting lagi bersih untuk aku dan juga teman muslim lain melaksanakan sholat.

Comments

Popular posts from this blog

Aku yang mulai sakit

Aku mulai merasa sakit Sakit akibat rasa marah yang tak berkesudahan Atas kata-katamu yang tak tajam Tapi sanggup merobek-robek semua file kebaikan tentang dirimu Lalu, Aku berusaha menyusun serpihannya Dengan menggali dibalik neuron-neuron otakku Semua kebaikan tentang mu Aku sudah merasa sakit Jauh sebelum pekan itu Sejak sekian ratus hari lalu Dengan kecewa yang bagai cermin Sama namun terbalik gambarnya Meski sejak itu, Aku berjanji tak akan pernah lagi merasa sakit Jikapun kau lakukan hal yang sama padaku Karena sejujurnya aku tahu Pengorbananmu lebih besar dari cintaku Aku mulai merasa sakit Sakit atas rasa takut yang tak kepada siapaun bisa kubagi Aku menoleh padamu tapi tembok yang kubangun terlalu tinggi Aku tak menemukanmu dalam jangkauan tanganku Aku kehilangan kepercayaan atas ketulusanmu ( Yamaguchi, sekian puluh purnama yang lalu. Beberapa minggu menjelang ujian Doktoral. Entah puisi ini ditulis untu...

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 2]

      Oke kita lanjut ya 👉     Kalau di part 1 kita beranjangsana ke negara tetangga, di part 2 ini kita mau menengok tetangga agak jauh. Duh, bukan agak lagi ya, ini emang jauh banget. Ini kayaknya penerbangan terlama sepanjang sejarang penerbangan yang pernah ku lalui. Kalau ke Jepang itu cuma maksimal 7 jam, ini untuk sampai di transit pertama butuh waktu 9,5 jam, lalu lanjut penerbangan 4 jam lagi. Ke manakah kita? eh Aku? 😅 4. Turki (Bursa dan Istanbul)     Agak penasaran sama negara ini karena salah satu temen brainstorming (a.k.a ghibah 😂) sering banget ke sini. Ditambah lagi dengan cerita-cerita dan berita-berita yang bilang negara ini tu kayak Jepang versi Islamnya, jadilah pas ada paket ke Turki lanjut Umroh kita mutusin buat ikutan. Datang di musim gugur dengan suhu galau yang ga dingin-dingin amat tapi kalau ga pake jaket tetep dingin dan -kaum manula ini- takut masuk angin, membuat kami memutuskan pakai jaket tipis-tipis saja. Dan ben...

Tiba Saatnya Kembali untuk Pulang

"All my bag are packed, I am ready to go,  I am standing here outside your door,  I hate to wake you up to say goodbye...." Siapa yang tak kenal lagu itu? Lagu kebangsaan para perantau setiap kali harus pergi dan pulang. Lagu yang menggambarkan betapa beratnya segala bentuk perpisahan itu, tak terkecuali berpisah untuk bertemu, dan berpisah untuk kembali ke tempat asal. PULANG. Sudah berapa lama ya ga nulis? Lamaaa sekali rasanya. Padahal banyak ide berseliweran. Apa mau dikata, kesibukan packing dan sederet hal-hal yang berkaitan dengan kepulangan ke tanah air, merampas semua waktu yang tersisa. Semua begitu terasa cepat dan hari berganti bagai kita membalik lembaran buku penuh tulisan membosankan. Akhirnya, senja benar-benar telah sampai di gerbang malam. Sudah saatnya mentari kembali ke peraduan. Bersama orang-orang kesayangan. Khusus untuk di Jepang, pulang selamanya (duh...) atau back for good (BFG) itu harus menyeleseikan terlebih dahulu banyak ha...