Skip to main content

'Self Reward': Perlukah?


Dia berulang tahun hari ini. Aku tidak tahu ucapan apa yang pantas untuk dia selain kata-kata yang terangkai menjadi kalimat klise. 

"Selamat ulang tahun, semoga seluruh usaha dimudahkan, diberikan kebahagiaan dan kesehatan"

Seperti yang kalian tahu, doa minta sehat itu sekarang menjadi salam penutup dengan daya sentuh yang kuat. Sehat menjadi rezeki yang akan diminta siapapun dia. Dan doa diberikan kesehatan itu menenangkan. Paling tidak, diantara sekian puluh, sekian ratus, atau sekian ribu orang yang mendoakan, akan ada satu yang dikabulkan. Seperti doa-doa Abu yang aku yakin dikabulkan Allah, sehingga aku bisa melesat sejauh ini. 

Dia, adek kecil yang berulangtahun hari ini itu, adalah sahabat sekaligus keluargaku. Aku kadang berfikir, kenapa aku dipertemukan dengan orang-orang tertentu. Begitu juga kenapa aku dipertemukan dengan dia. Lalu seiring berjalannya waktu aku tahu, bahwa dia adalah tempat belajar untukku tentang kesabaran, kedewasaan, dan sumber cinta yang besar. Meski kadang, sifatnya yang terlalu detail itu membuat obrolan kami susah nyambungnya. Pikirannya melesat jauh, oh ya mungkin cuma 5cm di depanku. Aku sering harus membaca dua kali pesan-pesan tertulisnya lewat WhatsApp sebelum akhirnya ikut tertawa. Entah mentertawakan yg memang seharusnya ditertawakan, atau mentertawakan diriku sendiri yang telat memahami 😜

Seperti pesannya sore ini.

"Mbakyu...terkadang reward untuk diri sendiri itu perlu, iya kan...."

"Hei..you have been doing great..be proud of your self"

Aku segera tahu, dia sedang ingin mencari pembenaran atas self rewward yang dia berikan untuk dirinya sendiri hari ini. Mungkin sebagai hadiah ulang tahunnya, atau hanya sekedar sebagai penghargaan atas semua keringat dan air mata yang sudah berceceran di sepanjang perjalanan hidupnya. Dan tentu saja aku mengaminkan, mengiyakan, dan setuju dengan self reward.

Aku ceritakan bahwa aku sering memberikan hadiah untuk diriku sendiri. Di ulang tahunku, aku memilih sendiri puding kesukaan dengan ucapan ulang tahun, aku beli sendiri, aku makan sendiri, untuk diriku. Aku beli bunga-bunga yang aku suka, juga sebagai bentuk penghargaan atas segala kerja keras otak dan jiwaku. Aku beli skincare mahal, itu juga sebagai self reward untuk tubuhku yang kurang tidur. Aku bahagia menerimanya seperti itu adalah sebuah hadiah dari orang lain, bukan yang aku beli sendiri.

Kebahagiaan itu resonansinya cukup jauh, dan bergema cukup lama. Aku jadi punya semangat melakukan segala hal, dalam satu waktu, bahkan untuk hal-hal yang rasanya impossible sekalipun. Aku menjalaninya dengan kebahagiaan. Yeah meskipun kadang diselingi keluh kesah tapi tak membuat pekerjaan menjadi tidak selesei. Aku merasakan sendiri bahwa self reward bekerja baik untukku. Bahkan kadang, aku menghadiahi 10 menit deep sleep di tengah aktivitas pagi hingga sore yang padat. Oh itu kenikmatan yang luar biasa.

Lalu, aku jadi penasaran. Ku tanya dia, kiranya self reward apa yang dia berikan untuk hadiah ulang tahun dirinya sendiri hari ini?

"Hari ini, aku tidak memarahi diri sendiri, tidak menyalahkan orang lain, tersenyum dan makan tomyum sambil menyusun proposal"

Benar kan kataku...dia memang sedikit aneh 😅😅

Comments

Popular posts from this blog

Aku yang mulai sakit

Aku mulai merasa sakit Sakit akibat rasa marah yang tak berkesudahan Atas kata-katamu yang tak tajam Tapi sanggup merobek-robek semua file kebaikan tentang dirimu Lalu, Aku berusaha menyusun serpihannya Dengan menggali dibalik neuron-neuron otakku Semua kebaikan tentang mu Aku sudah merasa sakit Jauh sebelum pekan itu Sejak sekian ratus hari lalu Dengan kecewa yang bagai cermin Sama namun terbalik gambarnya Meski sejak itu, Aku berjanji tak akan pernah lagi merasa sakit Jikapun kau lakukan hal yang sama padaku Karena sejujurnya aku tahu Pengorbananmu lebih besar dari cintaku Aku mulai merasa sakit Sakit atas rasa takut yang tak kepada siapaun bisa kubagi Aku menoleh padamu tapi tembok yang kubangun terlalu tinggi Aku tak menemukanmu dalam jangkauan tanganku Aku kehilangan kepercayaan atas ketulusanmu ( Yamaguchi, sekian puluh purnama yang lalu. Beberapa minggu menjelang ujian Doktoral. Entah puisi ini ditulis untu...

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 2]

      Oke kita lanjut ya 👉     Kalau di part 1 kita beranjangsana ke negara tetangga, di part 2 ini kita mau menengok tetangga agak jauh. Duh, bukan agak lagi ya, ini emang jauh banget. Ini kayaknya penerbangan terlama sepanjang sejarang penerbangan yang pernah ku lalui. Kalau ke Jepang itu cuma maksimal 7 jam, ini untuk sampai di transit pertama butuh waktu 9,5 jam, lalu lanjut penerbangan 4 jam lagi. Ke manakah kita? eh Aku? 😅 4. Turki (Bursa dan Istanbul)     Agak penasaran sama negara ini karena salah satu temen brainstorming (a.k.a ghibah 😂) sering banget ke sini. Ditambah lagi dengan cerita-cerita dan berita-berita yang bilang negara ini tu kayak Jepang versi Islamnya, jadilah pas ada paket ke Turki lanjut Umroh kita mutusin buat ikutan. Datang di musim gugur dengan suhu galau yang ga dingin-dingin amat tapi kalau ga pake jaket tetep dingin dan -kaum manula ini- takut masuk angin, membuat kami memutuskan pakai jaket tipis-tipis saja. Dan ben...

Tiba Saatnya Kembali untuk Pulang

"All my bag are packed, I am ready to go,  I am standing here outside your door,  I hate to wake you up to say goodbye...." Siapa yang tak kenal lagu itu? Lagu kebangsaan para perantau setiap kali harus pergi dan pulang. Lagu yang menggambarkan betapa beratnya segala bentuk perpisahan itu, tak terkecuali berpisah untuk bertemu, dan berpisah untuk kembali ke tempat asal. PULANG. Sudah berapa lama ya ga nulis? Lamaaa sekali rasanya. Padahal banyak ide berseliweran. Apa mau dikata, kesibukan packing dan sederet hal-hal yang berkaitan dengan kepulangan ke tanah air, merampas semua waktu yang tersisa. Semua begitu terasa cepat dan hari berganti bagai kita membalik lembaran buku penuh tulisan membosankan. Akhirnya, senja benar-benar telah sampai di gerbang malam. Sudah saatnya mentari kembali ke peraduan. Bersama orang-orang kesayangan. Khusus untuk di Jepang, pulang selamanya (duh...) atau back for good (BFG) itu harus menyeleseikan terlebih dahulu banyak ha...