Skip to main content

Rabu Jalan -- Osakajo, Karakter Jepang yang Sesungguhnya

(Osakajo dari kejauhan, megah sekali)

Hai.... Rabu jalan hadir lagi. Kali ini mau cerita pengalaman kami mendatangi Osaka castle alias Osakajo, sehari sebelum pulang ke tanah air, sebulan lalu.

Awalnya kami berencana menghabiskan hari terakhir di Jepang dengan keliling Osaka terutama mengunjungi Universal Studio, lalu ke Tenjin, trus ke Osaka castle ini. Apalah daya, kakinya plus body-nya udah tidak kuat lagi. Beberapa hari divorsir beresin rumah, plus malam terakhir di Yamaguchi waktu itu juga cuma sempat tidur 2 jam. Itupun tidur ayam aja dan sudah jam 2 dinihari baru bisa slonjor ngeluk boyok.

Oke,
Untuk bisa sampai ke Osaka castle ini ada banyak sekali rute yang bisa dilalui. Kalau kalian dari Kansai airport, bisa langsung naik kereta ke Osaka station dan naik kereta ke station terdekatnya. Kalau ga salah ada 2 stasiun yang lokasinya paling dekat dengan Osakajo ini, namanya Tanimachi dan Osakajo koen. Nah waktu itu kami memilih Osakajo Koen sebagai tempat transit, karena pas di cek di Hyperdia, rutenya paling enak. Udah gitu, kami dari Shin Osaka bawa banyaaaaak banget barang. Jadinya kami berharap bisa menitipkan barang-barang itu di Loker stasiun biar jalan-jalannya bisa santai.

(Main Gatenya Osakajo Koen Station)

Sampai di Osakajo koen stasiun, kami langsung menuju pintu keluar dan mencari loker. Untung masih ada loker yang 500 Yen (loker besar) yang kosong, karena ternyata banyak banget turis luar Jepang yang juga punya pemikiran seperti kami. Setelah masuk-masukin barang ke loker, dan keluar stasiun hanya dengan tas kecil plus botol minum, barulah kerasa lapar dan capeknya. Padahal pas tadi nggeret-nggeret barang banyak itu ga kerasa lelahnya. Oh iya, biasanya loker-loker ini mintanya uang receh 100 Yen an bukan langsung uang koin 500 Yen. Jadi buat kamu yang butuh loker, pastikan ada uang recehan 100 Yen di dompetmu ya....

Keluar dari stasiun, kita harus berjalan menuruni tangga dan disambut dengan boulevard yang luas. Sekitar 50m dari anak tangga paling bawah, saya sudah mulai mencium bau-bauan yang punya efek meningkatkan produksi air liur dan tingkat keaktifan dangdut keroncong di perut, apalagi kalau bukan restoran-restoran yang berjejer, menjajakan menu yang kayaknya enak-enak. Kayaknya aja, soalnya ga mungkin juga dibeli, ga bisa mastiin ke-halal-annya.

Nasywa sudah mulai tergoda dengan bau-bau sedap yang berasal dari caffe dan deretan restoran itu. Mau tak mau, saya harus segera mencarikan tempat pelarian yang selevel dengan kantong kami. Untunglah, di ujung sana, dekat dengan air mancur, ada Lawson. Kami masuk ke sana, mencari onigiri dan menemukan udon. Kami memutuskan membeli itu sebagi pelengkap indomei goreng dan nuget yang kami bawa dari Yamaguchi. Yes, nuget yang digoreng Panca dan diantarkan Ninta itu adalah makan siang kami. Makan siang yang penuh getir dan rasa tak karuan. Antara senang dan nervous jadi satu. tapi untungnya rasa lapar menhapus semua rasa tidak enak di hati. Kami makan dengan lahap di dekat air mancur, bersama banyaaak pengunjung lain, sambil sesekali melamun. Yeah, to day is the last day....

Di seputar air mancur itu banyak spot keren untuk foto-foto lho. Ada banyak gravity di dinding yang kayaknya emang disiapin untuk pengunjung berfoto-foto. Saya ada sih fotonya, cuma kok Nasywa kelihatan banget, jadinya mau share di sini ga jadi.

Dan untuk menuju ke castle-nya sendiri, dari air mancur itu kita harus mengambil jalan ke kiri. Melewati jalan di dekat stadion (hall), lalu ketemulah dengan jalan besar yang mengelilingi castle. Tapi jangan salah, bahkan sejak dari sini, untuk bisa sampai ke atas, jalannya masih jauuuuuh...dan nanjak. Kalau kalian cuma sekedar ingin foto berlatar belakang castlenya, mending ga usah naik sampai puncaknya. Cukup sampai di jembatan saja, dan viewnya sudah ciamik.


Di sepanjang jalan menuju ke arah castle, berderet-deret pohon sakura yang besar-besar. Kebayang kan kalau ke sana pas musim sakura?? kamu bakalan kayak di syurga penuh bunga sakura yang cantik manis imut-imut menggemaskan itu. Sayangnya kemarin waktu ke sana lagi ga musim apa-apa. Semua pohon sakura masih utuh daun hijaunya. Daun momiji pun warnanya belum berubah. September memang musim yang nanggung. Masih sering berasa sumuk, tapi kalau pagi dan malam sudah mulai dingin. Hanya alam masih dalam kondisi yang steady still, tak begitu istimewa.

Tiket masuk ke castle nya untuk dewasa adalah 600 yen. Sedangkan untuk anak-anak sampai kelas 3 (kalau ga salah), gratis. Di atas kelas 3 bayarnya 300 yen, ini juga lupa-lupa ingat. Nah buat kamu yang udah punya tiket pass bisa langsung masuk ga usah beli tiket lagi. Beli tiketnya juga di mesin tiket kayak mesin tiket kereta. Ada tersedia 2 mesin tiket di dekat pintu masuk.




Comments

Popular posts from this blog

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 2]

      Oke kita lanjut ya 👉     Kalau di part 1 kita beranjangsana ke negara tetangga, di part 2 ini kita mau menengok tetangga agak jauh. Duh, bukan agak lagi ya, ini emang jauh banget. Ini kayaknya penerbangan terlama sepanjang sejarang penerbangan yang pernah ku lalui. Kalau ke Jepang itu cuma maksimal 7 jam, ini untuk sampai di transit pertama butuh waktu 9,5 jam, lalu lanjut penerbangan 4 jam lagi. Ke manakah kita? eh Aku? 😅 4. Turki (Bursa dan Istanbul)     Agak penasaran sama negara ini karena salah satu temen brainstorming (a.k.a ghibah 😂) sering banget ke sini. Ditambah lagi dengan cerita-cerita dan berita-berita yang bilang negara ini tu kayak Jepang versi Islamnya, jadilah pas ada paket ke Turki lanjut Umroh kita mutusin buat ikutan. Datang di musim gugur dengan suhu galau yang ga dingin-dingin amat tapi kalau ga pake jaket tetep dingin dan -kaum manula ini- takut masuk angin, membuat kami memutuskan pakai jaket tipis-tipis saja. Dan ben...

Pentingnya Memvalidasi Perasaan

  Salah satu sudut Aston University di Birmingham Hei Apa kabar Hati? Pergi jauh lagi, untuk waktu yang juga tidak sebentar, entah kenapa akhir-akhir ini rasanya lebih berat. Entah, aku sendiri bingung mendefinisikan ini tu rasa apa gitu. Sulit sekali memvalidasi apakah ini sedih? takut? rindu? atau apa?! Aku bingung, sebab betapa excitednya pas harus ngurus visa waktu itu. Mengejar pesawat iwir-iwir dari Adi Sutjipto, turun di Halim, sudah dijemput taxi, lalu menembus kemacetan Jakarta untuk wawancara yang less than 10 minutes, lalu udah masuk taxi lagi ke Soekarno Hatta ngejar pesawat ke Jogja. Udah kayak mudik ke Muntilan aja dalam beberapa jam Jogja-Jakarta. Visa pun, entah kenapa juga bikin deg-deg an. Pasalnya memang nominal di tabungan menggelembung di beberapa hari sebelum masukin syarat-syarat. Bisa karena ini ga bisa dilolosin, kata mbak-mbak Santana. Tapi ya Bismillah lah, kalau visa ga keluar, mungkin aku harus ke Bali saja menemani anak-anak Abdidaya.  Anak-anak s...

Sekoteng Hati

  Aku sedang mencari tempat yang tepat untuk menikmati segelas sekoteng ini. Tempat yang sejuk, silir, dan sunyi. Tempat yang aman dari pandangan aneh orang saat melihatku melamun sambil nyruput sekoteng ini. Tentu saja juga tempat yang aman dari wira wiri jin keganjenan yang mungkin saja ingin merasukiku karena aku kebanyakan melamun. Aku sedang mencari tempat seperti itu. Aku juga sedang mencari teman, yang di pelukannya aku bisa menangis sepuasku. Jikapun dia merasa malu, maka menangis di pundaknya pun bagiku sudah cukup. Atau, biarkan aku menangis dan dia cukup memandangiku sambil sesekali ngecek updatean statusnya. Aku tak peduli. Karena aku cuma tak ingin menangis sendirian. Aku ingin ada yang tahu aku sedang pilu. Aku sedang mencari teman seperti itu. Atau mungkin, Akhirnya aku harus menjatuhkan pilihanku pada sekoteng ini. Biar cuma dia saja yang tahu aku sedang ingin memangis. Mungkin air mataku bisa menambah cita rasanya yang kemanisan. Atau...