Skip to main content

Jalan-jalan di Jogja, sholatnya di mana?

Waktu kami tinggal di Jepang, untuk sekedar keluar jalan-jalan kami harus pandai-pandai mengatur waktu. Atau lebih tepatnya mengelola waktu. Jika jaraknya lumayan jauh, dan sholat bisa dijamak, maka itu akan terasa lebih menguntungkan dibandingkan jika hanya pergi jarak beberapa kilometer saja namun karena harus ditempuh dengan naik sepeda maka waktu tempuhnya menjadi lama. Apalagi jika tujuannya adalah main ke mall atau ke taman bermain atau melihat festival, ada banyak pertimbangan yang harus kami lakukan, terutama yang menyangkut dua pertanyaan. Kapan dan di mana sholat?

Kapan? Tentunya saat waktu sholat sudah masuk. Namun, masuknya waktu sholat belum tentu klop dengan kodisi di lapangan. Ini berkaitan dengan pertanyaan kedua, di mana?

Di mana kami akan atau bisa sholat?

Untuk pertanyaan ini, ada banyak pilihan jawaban sebenarnya. Jika posisinya ada di luar ruangan, maka semua sudut parkiran, atau tempat teduh di taman, atau bahkan pinggir sungai yang tenang dapat dijadikan the perfect place yang kita cari itu. Kalau posisinya ada di dalam ruangan, terutama mall, maka ruang ganti atau fitting room adalah tempat yang paling sempurna. Selain tertutup, kebanyakan fitting room di mall-mall jepang mensyaratkan pengunjungnya melepas alas kaki ketika masuk. Jadi boleh dibilang tempat ini lumayan bersih, meskipun, ya belum terjamin kesuciannya. Namun, jangan khawatir, kita bisa membentangkan jaket, atau slayer atau juga sajadah jika kebetulan bawa. Dan pertanyaan kedua sudah ditemukan jawabannya. Perfectly!!

Memangnya kalau sholat di taman atau di parkiran ga pada dilihatin orang?

Kita mah udah biasa jadi bahan tontonan. Secara dari penampilan aja udah beda banget. Samalah kayak kalua di Jogja kita lihat bule Amerika atau Eropa yang pakai baju minimalis jalan-jalan ke Kauman. Kami pernah sholat di parkiran sepeda depan Avail. Dan sukses jadi tontonan orang yang lalu lalang. Tapi ya udah, mereka cuma nengok aja sambal pasang muka penuh tanda Tanya. Itu orang gila dari mana?? Kira-kira begitu. Pernah malah sholat di sebelah parkiran mobilnya Hardoff, dilewati banyak orang juga untungnya ga dipanggilin polisi. Well, begitulah Japanese, as long as you do not disturbing them, woles aja. Mau aneh asal aneh sendiri dan jangan ngajakin guwe….hehehe

Nah, untuk menghindari hal-hal yang absurd begitu, biasanya kami, eee saya sih maksudnya, suka pergi-pergi setelah sholat dzuhur teng kalau ke mall apa ke taman yang bisa dijangkau pake sepedaan. Lumayan waktunya longgar, dan kalaupun harus molor, terus ga bisa dapet tempat yang “aman dan nyaman” untuk sholat, masih ada jeda waktu Ashar ke Maghrib yang juga agak longgar.
Oke, beda di sana beda lagi kebiasaan di sini, Jogja. Meskipun masih suka kebawa-bawa, tiap mau pergi pertanyaan yang dilontarkan “Ntar kita sholat di mana?”, tapi jawabannya bisa ditemukan dalam waktu yang cepat. Ya, di Masjid. Ga usah khawatir harus neggelar jaket di lapangan pinggir kali, atau sembunyi-sembunyi dalam ruang pass, mau milih masjid yang besar ada, mushola ada, yang pinggir jalan ada, yang agak masuk juga ada.

Dan tulisan ini, bertujuan untuk memberikan gambaran beberapa masjid yang bisa dijadikan tempat singgah untuk sholat. Tentu saja, masjid-masjid yang kami sebutkan adalah masjid yang biasa kami singgahi. Kriterianya, tempat wudhunya, terutama yang wanita, harus tertutup. Trus mukenanya juga banyak dan bersih, serta gampak akses motir dan atau mobilnya. 

1. Masjid Al-Muttaqien

(Foto diambil dari google maps)

Kalau kamu sedang bepergian menuju arah dari Jogja atau sebaliknya, trus mau sholat, kamu bisa merapat ke masjid ini. Masjid Al-Muttaqien ini letaknya di jalan Magelang, tepatnya di seberang UTY FM (dulunya radio PTDI Medari). Meskipun letak masjid ini di bawah (lebih bawah dari posisi jalan raya) tapi janganlah risau. Buat kamu yang pakai mobil, mereka menyediakan parkir khusus di sebelah utara masjid. Parkirnya luas. Kalau yang pakai motor, bisa langsung parkir d halaman masjid. 

Selain parkir yang nyaman, toilet dan tempat wudhunya juga bersih dan luas. Kamar kecilnya banyak, ga cuma 3, ga harus antri lama. Tempat wudhu wanitanya juga tertutup. Dan ini penting, ada kaca besar tempat kita memastikan bahwa jilbab sudah dalam posisinya lagi. Kalau kamu habis sholat pingin lesehan, serambinya juga adem dan luas. Ga dilarang juga ngikut sekedar satu dua 'leran' di serambi. 

2. Masjid Beteng Binangun



Ini buat kamu yang sedang plesiran di daerah Malioboro, Alun-alun Lor atau di daerah pasar ngasem. Masjid ini, kami menyebutnya masjid Mbeteng, letaknya agak masuk tapi masih di pinggir jalan besar (maksudnya??). Maksudnya dia tidak di jalan pasar ngasem, tapi pas di belokan selatan beteng atau jalan Kadipaten Lor. 

Masjid ini memang tidak terlalu besar, tapi cukup memadai. Toiletanya juga tidak begitu oke, tapi sudah tertutup tempat wudhunya. Yang kurang cuma dalam tempat wudhu ga ada kacanya (hahahaha). Selain mudah dijangkau, kalau kebetulan habis sholat dan kamu laper, di sebelahnya ada penjual bakso dan mie ayam plus gorengan. Ke Timur sedikit kamu bisa beli beli kaos atau baju batik. 

Kenapa ga ke masjid gedhe Kauman aja? 

Jawabannya, masjid ini tidak terlalu ramai. Tidak seperti masjid Gedhe yang selalu rame oleh para pelancong, Jamah masjid ini adalah penduduk sekitar dan bapak-bapak pengemudi becak. Dan sesekali kami ikut meramaikan.

3. Masjid Al-Makmur



Kami baru menemukan masjid ini sebulan lalu dan langsung jadi masjid Fav. Letaknya dekat dengan rumah sebenarnya, tapi sangat cocok jika harus menghadapi waktu nanggung. Misal, keluar habis maghrib untuk makan malam, tapi mau lanjut mampir belanja dan takut kemaleman pulangnya (ini Nasywa tidur di jalan jadinya ga sholat Isya'), ke sinilah kami singgah. Atau habis jalan-jalan, sudah mau masuk ashar dan dalam perjalanan pulang tapi di awe-awe mirota. Ke sinilah kami sembunyi memantapkan hati, mau lanjut pulang atau mampir silaturahim dulu ke Mirota. 

Posisinya agak masuk. Google maps ga menjangkau ke dalam. Tepatnya seperti di gambar itu, setelah Bakso dan Es Buah PK ada pos polisi masuk ke selatan. Masjidnya besaaaar. Toilet dan tempat wudhu wanitanya tertutup krepekp pake pintu dan bersiiiiih airnya beniiiing. Udah gitu masjidnya enak semilir anginnya bikin betah. Mukenanya juga bersih-bersih. Tempat parkirnya juga luas. Mobil masuk, motor apa lagi.

Sebenarnya masih banyak lagi masjid di Jogja yang pernah kami singgahi. Tapi ntar kebanyakan kalau disebutkan semuanya. Masjid-masjid ini sebenarnya hanya sebagai perwakilan dari sekian ratus (atau bahkan ribu) masjid yang ada di Jogja dan sekitarnya. Meskipun kadang masih suka mikir di mana mau sholat karena kebawa pas di Yamaguchi, tapi jawabannya selalu ada, di banyak tempat. Bisa milih mau yang besar apa kecil. Yang deket warung apa yang sepi sunyi. Karena Indonesia punya jutaan Masjid yang siap disinggahi.

Nah kalau sedang nge-Mall.... maka dari beberapa Mall baru di Jogja, yang paling kece musholanya adalah JCM alias Jogja City Mall (Jl, Magelang). Di setiap lantai ada musholanya. Letaknya mudah ditemukan dan bersih. Sayangnya, tempat wudhu wanitanya tidak tertutup meskipun kacanya memanjang jadi ga usah rebutan mau ngaca. Semoga ada management JCM yang baca artikel ini ya. Itu Pak, Buk, bagian tenpat wudhu wanitanya dikasi kelambu ya, biar para lelaki yg lewat ga usah harus menundukkan pandangannya. 



Comments

  1. tulisan yang isniratif....top...aku juga sering sholat di al makmur, hehe

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Aku yang mulai sakit

Aku mulai merasa sakit Sakit akibat rasa marah yang tak berkesudahan Atas kata-katamu yang tak tajam Tapi sanggup merobek-robek semua file kebaikan tentang dirimu Lalu, Aku berusaha menyusun serpihannya Dengan menggali dibalik neuron-neuron otakku Semua kebaikan tentang mu Aku sudah merasa sakit Jauh sebelum pekan itu Sejak sekian ratus hari lalu Dengan kecewa yang bagai cermin Sama namun terbalik gambarnya Meski sejak itu, Aku berjanji tak akan pernah lagi merasa sakit Jikapun kau lakukan hal yang sama padaku Karena sejujurnya aku tahu Pengorbananmu lebih besar dari cintaku Aku mulai merasa sakit Sakit atas rasa takut yang tak kepada siapaun bisa kubagi Aku menoleh padamu tapi tembok yang kubangun terlalu tinggi Aku tak menemukanmu dalam jangkauan tanganku Aku kehilangan kepercayaan atas ketulusanmu ( Yamaguchi, sekian puluh purnama yang lalu. Beberapa minggu menjelang ujian Doktoral. Entah puisi ini ditulis untu...

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 2]

      Oke kita lanjut ya 👉     Kalau di part 1 kita beranjangsana ke negara tetangga, di part 2 ini kita mau menengok tetangga agak jauh. Duh, bukan agak lagi ya, ini emang jauh banget. Ini kayaknya penerbangan terlama sepanjang sejarang penerbangan yang pernah ku lalui. Kalau ke Jepang itu cuma maksimal 7 jam, ini untuk sampai di transit pertama butuh waktu 9,5 jam, lalu lanjut penerbangan 4 jam lagi. Ke manakah kita? eh Aku? 😅 4. Turki (Bursa dan Istanbul)     Agak penasaran sama negara ini karena salah satu temen brainstorming (a.k.a ghibah 😂) sering banget ke sini. Ditambah lagi dengan cerita-cerita dan berita-berita yang bilang negara ini tu kayak Jepang versi Islamnya, jadilah pas ada paket ke Turki lanjut Umroh kita mutusin buat ikutan. Datang di musim gugur dengan suhu galau yang ga dingin-dingin amat tapi kalau ga pake jaket tetep dingin dan -kaum manula ini- takut masuk angin, membuat kami memutuskan pakai jaket tipis-tipis saja. Dan ben...

Tiba Saatnya Kembali untuk Pulang

"All my bag are packed, I am ready to go,  I am standing here outside your door,  I hate to wake you up to say goodbye...." Siapa yang tak kenal lagu itu? Lagu kebangsaan para perantau setiap kali harus pergi dan pulang. Lagu yang menggambarkan betapa beratnya segala bentuk perpisahan itu, tak terkecuali berpisah untuk bertemu, dan berpisah untuk kembali ke tempat asal. PULANG. Sudah berapa lama ya ga nulis? Lamaaa sekali rasanya. Padahal banyak ide berseliweran. Apa mau dikata, kesibukan packing dan sederet hal-hal yang berkaitan dengan kepulangan ke tanah air, merampas semua waktu yang tersisa. Semua begitu terasa cepat dan hari berganti bagai kita membalik lembaran buku penuh tulisan membosankan. Akhirnya, senja benar-benar telah sampai di gerbang malam. Sudah saatnya mentari kembali ke peraduan. Bersama orang-orang kesayangan. Khusus untuk di Jepang, pulang selamanya (duh...) atau back for good (BFG) itu harus menyeleseikan terlebih dahulu banyak ha...