Skip to main content

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 1]

Ga nyampe dua bulan udah mau kelar tahun 2023 ini. Doa-doa di akhir tahun lalu dikabulkan dengan bonus-bonus yang luar biasa. Minta tahun 2023 diisi dengan banyak jalan-jalan, eh beneran dikasi banyak perjalanan baik dalam provinsi beda kabupaten sampe ke luar negeri. Kadang sehari bisa dari pagi mruput ke timur selatan naik-naik ke Gunung Kidul, agak siang turun ke utara kembali ke Sleman, lalu sorenya udah harus ke barat meskipun tujuannya bukan mencari kitab suci. Ada banyak banget PR menulis yang belum sempat dikerjakan. Baik menulis paper maupun menulis catatan perjalanan. Biar ikut les menulisnya itu adalah sibghahnya ya 👀.

Oke lah kita mulai mengerjakan PRnya satu-satu. Tadi pas nongkrong sempet kepikiran mo berbagi kesan saat jalan-jalan ke berbagai negara tahun ini. Kesan ini tentu sifatnya sangat subjektif ya. Masing-masing orang bisa menangkap kesan yang berbeda. Ini menurutku saja, mungkin kamu berbeda, ga papa ga usah diperdebatkan. 

1. Bangkok, Thailand
    Sampai Bangkok itu siang menjelang sore. Kami baru keluar hotel setelah Ashar, sudah mau surup. Jalan dari hotel ke pusat keramaian sambil menikmati jalanan kota Bangkok yang macet di sore hari. Bangkok itu vibes nya kayak Jogja. As Homy as Jogja. Kalau jalan-jalan di jalanan kota Bangkok rasanya sedang ada di Maliboro versi lama. Banyak yang jualan di sepanjang trotoar. Segala macem ada. Dari mulai tukang sayur, tukang buah potong, masakan matang (sayur dan lauk), lesehan, tukang pijet, sampek SDSB ada 😝. Oh iya satu lagi, daun ganja juga free diperjual belikan. 


    Kalau beli buah jangan lupa nanya dulu, manis atau tidak. Sebab mangga yang warnanya kuning itu bisa jadi kuecut, sedangkan yang mengkel warna putih pucet itu manis banget. Seafoodnya ampun porsinya gede dan enak. Kaum mendang-mending biasa beli 1 porsi dimakan rame-rame lah buat menekan budget 😇. Senyaman itu Bangkok jadi pulang ke hotel sampai jam 2 malam aja berani. Cuma ya akibatnya kaki gempor pegel-pegel kebanyakan jalan dan tentu kebanyakan seafood 😂.
    
Ini kota yang ga begitu bersih, tapi ngangenin. Kota yang juga crowded di jam-jam berangkat kerja dan pulang kerja, tapi ga ada klakson. Jadi kayaknya ga salah kalau aku bilang vibesnya kayak Jogja. 

2. Singapura
    Vibes kota ini sangat dipengaruhi oleh kemegahan bandara Changi dengan jewelnya. Aku ga nemuin pembandingnya ya. Tapi meskipun cuma semalam di Singapura, aku bisa bilang ini kota mahal banget dan agak kurang sopan. Kesan mahal itu sudah dimulai sejak mencari hotel. Susah banget nyari hotel dengan harga yang ramah di kantong. Dapet yang lumayan tapi dari stasiun kereta jalannya jauuuh beut udah pengen dlosor di pinggir jalan saking capeknya. Transportasinya enak, udah pakai kartu tap. Cuma pas nyari jalur bis itu aku kalau ga sama junior-junior kayaknya mending pulang naik taxi aja. Mumet. 


    Oh ya, kenapa aku bilang kota ini agak kurang sopan? Pas pulang dari Bugis ke hotel, kami naik bis umum. Ada orang naik sambil bawa hp sambil nonton live game di youtube tembak-tembakan gitu, suaranya kenceng banget dan dia ga pake headset dong. Kita naik bus sepanjang jalan serasa sambil di medan perang kena tembak terooos. Di Indonesia aja ya minimal orang ga ribut gitu di kereta atau di bis umum. Apalagi nonton youtube kuenceng gitu. 


    Over all, aku juga masih penasaran sama Singapura. Semalam itu ga cukup banget buat explore. Paling enak kalau ke Marlion itu sore menjelang maghrib. Viewnya cuakep buanget. Arsiteknya pinter banget memanfaatkan pantulan senja di hotel dan bangunan lain seberang Marlion. Duh itu bagus buanget. 

3. Malaysia (Kuantan dan Kualalumpur)
    Sering banget transit di Malaysia kalau mau atau balik ke Nihon. Tapi paling jauh keluar ke area Bandara nginep di hotel transit dekat Bandara. Ga sempet explore dulu. Kemarin 4 hari di Kuantan dan sehari di Kualalumpur puas banget. Dua kota dengan vibes yang berbeda bagai langit dan bumi. Kuantan itu bagian dari negara bagian Pahang. Eh kebalik ga sih ini. Sebelum berangkat, temen udah bilang "Bu Aeni tunggu ya, saya agak telat jemputnya" lalu saya balas "It's ok, nanti saya pusing-pusing Bandara dulu" lalu dia balas lagi dengan icon 😅 sambil bilang "Ibu, Bandara di Kuantan itu tidak sebesar di Jogja, tidak bisa buat pusing-pusing".


    Dan beneran, ini Bandara sama terminal Muntilan aja gedean terminal Muntilan. Sempet kena custom juga gara-gara bawa batik banyak buat seragam tim di IIUM. Ternyata batik Indonesia itu dilarang masuk Malaysia. Dan, begitu keluar Bandara, menyusuri jalan-jalan lebar banget dan kanan kiri cuma semak belukar, aku bingung ini vibesnya kayak manaaa gitu. Kayak pernah tahu jalanan begini tapi manaa gitu. Mirip-mirip Gorontalo tapi mirip tol Boyolali juga haha jadi bingung.


    Kotanya sepi, dengan toko-toko mirip kayak yang di jalan Pemuda Muntilan. Panas banget cetar membahana. Mereka punya pantai buatan yang sederet sama pantai beneran. Teluk Kuantan itu pasirnya bukan asli pasir situ, tapi dari daerah lain. Pantesan putih bersih. Ga ada orang jual gorengan di pinggir jalan. Semua jalan kayak jalan tol. Daerah pusat belanja mirip ruko-ruko yang terlokalisasi. Tapi kota ini enak dan nyaman buat belajar. Kota yang sepi, tapi vasilitas lengkap dan semua-semua ada. Jadi kepikipiran nyekolahin Nasywa di IIUM nitip ke kolega di sana 💙
    Berbeda dengan Kuantan, Kualalumpur adalah Ibu Kota negara yang yah vibesnya kayak Jakarta. Banyak gelandangan orang India yang baunya khas banget. Nginep di China town di hotel yang  budgjet semalam di Singapura bisa buat 3 malam di sini tapi fasilitasnya ok. Aku suka dengan low budgetnya, tapi ga suka dengan suasananya. Sama seperti aku yang ga suka Jakarta dengan segala memorinya.



Comments

Popular posts from this blog

Kafunsho, alergi pollen yang datang setiap tahun

Sudah sejak pertengahan Maret tahun ini saya merasakan siksaan setiap pagi yang bersumber dari hidung. Siksaanya berupa hidung meler dan gatel. Melernya itu bening dan banyaaaaak. Banyak banget lah pokoknya sehingga setiap pagi saya harus membawa serta tisyu kemana-mana bahkan ketika harus nongkrong di toilet. Saya kira saya kena flu, makannya saya minum sanaflu. Demikian kata mab Desy Ratnasari ya hehehe. Cuma yang aneh kok kalau saya flu tapi kenapa badan rasanya biasa aja. Ga kayak orang sakit flu gitu. Ok, sanaflu ga mempan maka saya beralih kepada vitamin C. Hampir setiap hari minum UC 1000. Saya agak khawatir juga sama ginjal karena 1000 mg itu guedeee banget lho. Ditambah saya ga begitu suka minum air bening yang fungsinya buat netralisir. Pak guru sempet bilang " Kamu kafun kali... kan sudah tahun ke-5 ini " Tapi saya tetep ga percaya. Masak iya sih kafun pas di tahun terakhir. Perasaan dari tahun tahun sebelumnya ga kayak gini deh masak tahun ini baru mulai.

Buat kamu yang masih ragu menulis di mojok. Iya kamu!

Beberapa pecan yang lalu tulisan ku lolos meja redaksi mojok.co (link nya http://mojok.co/2016/03/surat-untuk-bu-ani-yudhoyono/ ). Web favorit anak muda yang agak nyleneh tapi asyik ini memang menantang sekali. Para penulisnya kebanyakan anak muda-muda yang berdaya nalar mletik. Pinter tapi unik. Yang sudah berumur ada juga sih, kayak si Sopir truk Australia, atau kepala suku Mojok, Puthut EA dan juga wartawan senior Rusdi Mathari. Mereka itu guru maya menulis yang baik. Tulisan mereka, kecuali si supir truk, mengalir dengan indah. Sederhana tapi penuh makna. Alurnya jelas. Kalimatnya mantap tidak pernah bias. Aku selalu dibuat kagum dengan tulisan-tulisan mereka, bahkan yang hanya status Fb. Yang selalu menjadi icon dan lumayan bullyable di mojok itu adalah Agus Mulyadi. Anak muda yang terkenal karena kemrongosan giginya ini selain jadi photosop juga jago nulis. Tulisan-tulisannya di Blog pribadinya khas sekali. Dengan umpatan-umpatan khas magelangan. Plus cerita-cerita lugu yang