Skip to main content

Another Goodbye for Another Hello

Kemarin pagi tiba-tiba ada panggilan masuk melalui LINE. Di seberang sana ada suara yang sangat saya kenal "Hey, ini aku. Kamu di rumah sekarang? sekitar 15 menit lagi aku ke sana ya. Aku  mau antar Minh ketemu Nasywa", katanya. 

Saya buru-buru mengiyakan dan memberi tahukan Nasywa akan hal tersebut. Nasywa yang sedang makan terlihat berbinar mendengar Minh mau datang. Tapi binar matanya kemudian meredup saya saya bilang "Minh chan mau kesini untuk say goodbye. Ibu Bapaknya sudah selesei sekolah, jadi dia mau pulang ke Vietnam".

Bergegas dia seleseikan makan paginya yang tinggal beberapa suap. Saya pun bergegas melipat futon yang masih tergelar sejak semalam. Sambil beberes saya tanya Nasywa, "Kamu mau kasih kenang-kenangann apa ke Minh chan?". Dia berfikir sejenak, lalu bergegas ke laci tempat kami menyimpan perlengkapan tempur. Dia ambil plastik プラバン (puraban) yang sudah terpotong sana sini. Dia ambil spidol lalu sret sret, sudah jadi. 

Dia menuliskan kalimat sederhana :

ミンちゃん ありがとう 

dalam sebuah bingkai berbentuk hati.

Pelan-pelan dia potong plastik puraban itu, lalu dia lubangi di bagian sisi atasnya menggunakan perforator. Bergegas dia ambil kertas kue yang sudah biasa dia pake untuk memanggang puraban. Tiga menit dipanggang. Kami melihat bagaimana potongan plastik berbentuk hati itu menggeliat terkena panas. Mengecil, mengkerut dan mendatar seperti semula. Dia ambil hasil panggangan dan dia masukkan ke dalam buku agar hasilnya datar tidak bergelombang. Sambil melihat dia sibuk, saya cari pengait strap. Dia pasangkan strap itu di ujung yang sudah dibolongi. Dan jadilah gantungan kunci sederhana berbentuk hati.

Sepeminuman ocha kemudian, suara mobil terdengar memasuki halaman depan apartmen. Kami melongok ke bawah kewat jendela kaca. Di bawah Bapaknya Minh chan melambaikan tangan. Kami pun membalas lambaian tangannya lalu bergegas kebawah. 

Selanjutnya adalah adegan saling bertanya kabar. Kapan pulang. Dan sebagainya.

Lalu Minh chan memberikan sebuah kartu ucapan khas Vietnam yang 3D itu dengan sebungkus kripik nangka. Senyumnya campuran antara senang dan sedih. Nasywa menerimanya dengan senyum pepsodent lalu gantian menyerahkan sebuah squishy anpanman dan gantungan kunci buatannya. Lalu kami naik. 



Yang paling berat dari pertemuan perpisahan kemarin adalah saat tiba waktunya berpisah. Nasywa dan Minh chan mungkin belum terlalu bisa mengekspresikan perasaan yang ada di dada mereka. Tapi saya dan Linh, ibunya Minh, kami seperti dibawa mengarungi semua hari-hari yang kami lalui selama 4 tahun ini. Tentang hari-hari berat, kenangan, rasa sakit, dan semua hal yang kami berdua lalui. Kami berpelukan. Saya sekuat tenaga menahan pecahnya bendungan air mata. Tapi seketika mata kami bertatap, dan kami berpelukan lagi lebih lama sambil terisak. "Ganbatte ne" bisiknya.

Bagi Nasywa, ini memang bukan yang pertama. Dia sudah mengalami banyaaak sekali episode perpisahan. Yang pertama dan membuat dia sangat terpukul adalah ketika harus ditinggal pulang tante Lia dan Nicolas. Beberapa hari dia dilanda patah hati. Menangis dalam gelap. Memeluk sambil sesenggukan tanpa prolog apapun lalu bilang "Aku kangen..."

Saat itu saya sadar, jika tidak dari sekarang saya beri dia pengertian tentang arti perpisahan, maka kedepan saat episode perpisahan sudah terlihat di jadwal tahunan, dia akan terpukul lagi. Dan itu tidak baik untuk kesehatan jiwanya.

Maka demi itu saya bilang ke Nasywa. 

"Dek, memang hidup itu begini. Ada saatnya bertemu, ada waktunya berpisah. Tak ada pertemuan yang selamanya, pun tak selalu perpisahan itu akan selamanya. Mereka yang pergi pasti akan lebih bahagia. Dan tugas kita juga untuk terus bahagia. Esok lusa, akan ada banyak lagi yang pulang, dan pergi, berpisah dengan kita. Tidak apa-apa. InsyaAllah jika sampai waktunya, kita akan dipertemukan lagi

Dan Nasywa pun cuma bengong, lalu bilang "Ummi bilang apa sih, aku kayak ga ngerti..."



Comments

Popular posts from this blog

Aku yang mulai sakit

Aku mulai merasa sakit Sakit akibat rasa marah yang tak berkesudahan Atas kata-katamu yang tak tajam Tapi sanggup merobek-robek semua file kebaikan tentang dirimu Lalu, Aku berusaha menyusun serpihannya Dengan menggali dibalik neuron-neuron otakku Semua kebaikan tentang mu Aku sudah merasa sakit Jauh sebelum pekan itu Sejak sekian ratus hari lalu Dengan kecewa yang bagai cermin Sama namun terbalik gambarnya Meski sejak itu, Aku berjanji tak akan pernah lagi merasa sakit Jikapun kau lakukan hal yang sama padaku Karena sejujurnya aku tahu Pengorbananmu lebih besar dari cintaku Aku mulai merasa sakit Sakit atas rasa takut yang tak kepada siapaun bisa kubagi Aku menoleh padamu tapi tembok yang kubangun terlalu tinggi Aku tak menemukanmu dalam jangkauan tanganku Aku kehilangan kepercayaan atas ketulusanmu ( Yamaguchi, sekian puluh purnama yang lalu. Beberapa minggu menjelang ujian Doktoral. Entah puisi ini ditulis untu...

Beda Negara, Beda Kota, Beda Vibes-nya [Part 2]

      Oke kita lanjut ya 👉     Kalau di part 1 kita beranjangsana ke negara tetangga, di part 2 ini kita mau menengok tetangga agak jauh. Duh, bukan agak lagi ya, ini emang jauh banget. Ini kayaknya penerbangan terlama sepanjang sejarang penerbangan yang pernah ku lalui. Kalau ke Jepang itu cuma maksimal 7 jam, ini untuk sampai di transit pertama butuh waktu 9,5 jam, lalu lanjut penerbangan 4 jam lagi. Ke manakah kita? eh Aku? 😅 4. Turki (Bursa dan Istanbul)     Agak penasaran sama negara ini karena salah satu temen brainstorming (a.k.a ghibah 😂) sering banget ke sini. Ditambah lagi dengan cerita-cerita dan berita-berita yang bilang negara ini tu kayak Jepang versi Islamnya, jadilah pas ada paket ke Turki lanjut Umroh kita mutusin buat ikutan. Datang di musim gugur dengan suhu galau yang ga dingin-dingin amat tapi kalau ga pake jaket tetep dingin dan -kaum manula ini- takut masuk angin, membuat kami memutuskan pakai jaket tipis-tipis saja. Dan ben...

Tiba Saatnya Kembali untuk Pulang

"All my bag are packed, I am ready to go,  I am standing here outside your door,  I hate to wake you up to say goodbye...." Siapa yang tak kenal lagu itu? Lagu kebangsaan para perantau setiap kali harus pergi dan pulang. Lagu yang menggambarkan betapa beratnya segala bentuk perpisahan itu, tak terkecuali berpisah untuk bertemu, dan berpisah untuk kembali ke tempat asal. PULANG. Sudah berapa lama ya ga nulis? Lamaaa sekali rasanya. Padahal banyak ide berseliweran. Apa mau dikata, kesibukan packing dan sederet hal-hal yang berkaitan dengan kepulangan ke tanah air, merampas semua waktu yang tersisa. Semua begitu terasa cepat dan hari berganti bagai kita membalik lembaran buku penuh tulisan membosankan. Akhirnya, senja benar-benar telah sampai di gerbang malam. Sudah saatnya mentari kembali ke peraduan. Bersama orang-orang kesayangan. Khusus untuk di Jepang, pulang selamanya (duh...) atau back for good (BFG) itu harus menyeleseikan terlebih dahulu banyak ha...