Pagi itu, saya sedang ada di Selo, bukan di Jogja. Pagi itu, posisi saya sedang jongkok di salah satu tempat paling sakral di rumah kami, yaitu WC, ketika tiba-tiba genteng rumah saya seperti sedang diadu. Bunyinya kretek kretek kretek...dan semakin keras, lalu rumah mulai bergoyang. Saya dan tetangga berhamburan keluar rumah. Tentu saja setelah melakukan thaharah sesuai prosedur, tidak ada yang kurang. Kami mulai melihat ke arah timur, dimana Gunung Merapi pagi itu terlihat tegang juga. Memang sudah berhari-hari Merapi mengerang kesakitan. Sesekali menumpahkan lahar panas yang terlihat merah ndledek dari puncaknya setiap malam habis Isya. Jelas sekali dari pintu masjid Al-Fajar depan rumah. Dan guncangan itu, awalnya kami kirakan asalnya, dan musababnya ya dari sang Merapi. Tapi ternyata bukan. Saya lalu menelpon teman kantor saya, Ari Ikrar, yang posisinya di Jogja. Saya tanya kondisi Jogja. Saya tanya kondisi kampus. Dia bilang Jogja porak poranda, terutama bagian selatan, B...